Senin, 22 Desember 2008

P.P.S.I. DALAM PENDIDIKAN AGAMA

  1. Pengertian

Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (P.P.S.I.) ialah suatu bentuk pengajaran yang didasarkan kepada system, yaitu suatu kesatuan yang terorganisir, yang terdiri dari sejumlah komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain, dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

Adapun sejumlah komponen yang harus ada dalam system instruksional tersebut antara lain: materi pelajaran, metode mengajar, alat/sumber, evaluasi dan lain-lain yang semuanya saling berinteraksi guna mencapai tujuan instruksional yang telah dirumuskan terlebih dahulu.

B. Langkah- Langkah Pokok Dalam P.P.S.I.

  1. Merumuskan tujuan Instruksional
  2. Menetapkan materi/ bahan pelajaran
  3. Menetapkan kegiatan belajar mengajar
  4. Menetapkan alat pengajaran
  5. Menetapkan alat evaluasi

a. Merumuskan tujuan Instruksional

Tujuan Instruksional tersebut ada 2 macam:

  1. Tujuan instruksional umum: adalah tujuan yang sudah dirumuskan dalam kurikulum
  2. Tujuan Instruksional khusus: adalah hasil perumusan dari guru sendiri, sebagai penjabaran daripada TIU

Adapun istilah-istilah yang tepat dipakai dalam merumuskan TIK antara lain:

- melakukan - menyebutkan

- membedakan - menjelaskan

- memilih - mendemonstrasikan

- menuliskan -menyusun

b. Menetapkan bahan materi pelajaran

Setelah diketahui TIU yang akan dicapai, kemudian dirumuskan TIK, maka dapat ditetapkan pula bahan pelajaran yang akan disajikan kepada murid. Bahan pelajaran tersebut harus sesuai dan tidak boleh menyimpang dari tujuan instruksional yang sudah dirumuskan.

c. Menetapkan kegiatan belajar-mengajar

Hal ini menggambarkan pokok-pokok kegiatan yang akan dilakukan oleh guru dan murid selama proses pelajaran itu berlangsung, sesuai dengan bahan pelajaran yang diberikan.

d. Menentukan Alat pelajaran dan sumber bahan

Menetapkan dan menyiapkan alat-alat pelajaran yang akan digunakan selama proses kegiatan belajar mengajar berlangsung, misalnya: gambar, bagan dan lain lainnya. Disamping itu juga menyebutkan sumber bahan atau kepustakaan yang dipergunakan dalam pengajaran itu, untuk menunjang tercapainya TIK.

e. Menetapkan alat evaluasi

Menentukan alat evaluasi yang akan di pergunakan untuk mengadakan evaluasi (pre test, post test, atau jenis test, lisan, tulis, perbuatan dan lain-lain).

Senin, 15 Desember 2008

global warming effect

RAUDHAH EL JANNAH RAHEEM

Dunia saat ini tengah berada di ambang kehancuran. Kehancuran yang berlangsung secara perlahan namun pasti ini diakibatkan oleh dampak pemanasan global. Pemanasan global bisa di akibatkan oleh banyak faktor, diantaranya: penggunaan bahan elektronik seperti kulkas, pengering rambut, atau bahkan hair spray yang mengandung cfc (cloro fluoro carbon), yaitu gas yang bias merusak lapisan ozon di atmosfer yang melindungi bumi dari pengaruh buruk sinar ultraviolet dari matahari, pemakaian bahan bakar kendaraan secara berlebihan, penebangan hutan secara besar-besaran, efek rumah kaca dan lain sebagainya. Lapisan ozon ini berfungsi menyaring sinar ultraviolet dari matahari .Rusaknya lapisan ozon dapat menyebabkan perubahan iklim global dan juga pemanasan suhu secara global. Pemanasan global ini mengakibatkan suhu bumi meningkat tajam sehingga menyebabkan gunung es di kutub utara mencair, yang menyebabkan semakin tingginya permukaan air laut di seluruh dunia, semakin tingginya permukaan air laut menyebabkan abrasi pantai yang parah dan menyebabkan hilangnya sebagian bahkan menenggelamkan seluruh daratan bumi. Inilah dampak paling mengerikan dari pemanasan global.

Saat seluruh dunia berusaha untuk mengurangi dampak pemanasan global, kita dapat ikut berpartisipasi melalui hal-hal kecil yang sangat bermanfaat bagi bumi ini yang mungkin bisa kita lakukan. Kita dapat mengurangi dampak pemanasan global dengan menggunakan peralatan elektronik yang bebas cfc, mengurangi emisi gas carbon dengan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor, mengurangi efek rumah kaca dengan penghijauan dan hal kecil lain yang sangat mudah namun bermanfaat. Bumi adalah milik kita bersama, karena itu, tugas kitalah menjaga kelestarian bumi kita, demi kelangsungan hidup kita, dan semua makhluk yang menjadikan bumi sebagai tempat tinggal yang nyaman.

Kamis, 04 Desember 2008

PERANAN UMAT ISLAM INDONESIA

Ringkasan ini tidak tersedia. Harap klik di sini untuk melihat postingan.

Rabu, 03 Desember 2008

PERANAN WANITA DALAM MASYARAKAT

By: Raudhah El Jannah Ulhaque S.Pd.I

Pada zaman sekarang ini, kalau kita amati, seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, hampir tidak ada lagi pekerjaan pria yang tidak bisa dikerjakan oleh wanita. Kalau zaman dahulu beberapa pekerjaan dianggap tabu untuk dikerjakan oleh wanita karena alasan lemah fisik dan mental dan dinilai tidak sesuai atau menyalahi kodratnya, pada zaman sekarang ini, anggapan tersebut tidak berlaku lagi karena ternyata sekarang wanita mampu mengerjakannya sebaik kaum pria.

Di Negara seperti Indonesia ini, yang mana ± 53 % penduduknya adalah wanita, potensi wanita sebagai salah satu unsur penunjang pembangunan nasional tidak disangsikan lagi. Karena itu, apabila potensi yang besar ini tidak di dorong dan dimanfaatkan dengan baik dalam pembangunan nasional, maka bangsa dan Negara akan mengalami kelambanan dan kemunduran di berbagai bidang kehidupan. Akan tetapi, peran dan keterlibatan wanita dalam segala bidang kehidupan dan lapangan pekerjaan di luar rumah, seringkali masih mendapat banyak mendapat hambatan dan tantangan dari berbagai pihak baik dengan dalih agama dari golongan konservatif, maupun dari factor budaya masyarakat sendiri. Menurut golongan kaum konservatif, peran wanita hanya sebagai ibu rumah tangga, mendidik anak dan melayani suami, tidak boleh terjun di dunia politik apalagi menjadi hakim dan Top Leader (kepala Negara atau Perdana Menteri), karena hal itu adalah tugas kaum laki-laki.

Pandangan ini bertentangan dengan ajaran islam, karena islam sendiri tidak menghalangi wanita untuk memasuki berbagai profesi sesuai dengan keahliannya, seperti menjadi guru/dosen, dokter, pengusaha, menteri, hakim dan lain-lain, bahkan bila ia mampu dan sanggup, boleh menjadi perdana menteri atau kepala Negara, asal dalam tugasnya tetap memperhatikan hukum-hukum dan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh islam. Misalnya, tidak terbengkalai urusan dan tugasnya dalam rumah tangga, harus ada izin dan persetujuan dari suaminya bila ia seorang yang telah bersuami dan juga tidak mendatangkan hal yang negative terhadap diri dan agamanya.

Akan tetapi dalam hal tentang boleh tidaknya wanita menjadi hakim dan kepala Negara (top leader), para ulama berbeda pendapat. Jumhur ulama berpendapat, bahwa tidak boleh wanita menjadi hakim atau top leader berdasarkan ayat Al-qur’an surat an-Nisa’ ayat 34 dan hadis Abi Bakrah yang di riwayatkan oleh Bukhari, Nasa’i, dan Turmudzi bahwa Rasulullah saw bersabda:

Tidak akan bahagia suatu kaum yang mengangkat sebagai pemimpin mereka seorang wanita.[1]

Dan surat an-nisa’ ayat 34:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ ﴿٣٤﴾

“kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (Q.S.An-Nisa’/4:34)

Menurut Jawad Mughniyah dalam Tafsir Al-Kasyif, bahwa maksud ayat 34 surah an-Nisa’ itu bukanlah menciptakan perbedaan yang dianggap wanita itu rendah dibandingkan dengan laki-laki, tetapi keduanya adalah sama, dengan alasan ayat tersebut hanyalah ditujukan kepada laki-laki sebagai suami dan wanita sebagai isteri. Keduanya adalah rukun kehidupan, tidak satupun bisa hidup tanpa yang lain.bagaikan dua sisi mata uang, keduanya saling melengkapi. Ayat ini hanya ditujukan untuk kepemimpinan suami saja, memimpin isterinya. Bukan untuk menjadi pemimpin secara umum dan bukan untuk menjadi penguasa yang dictator.[2]

Kebolehan wanita untuk menjadi top leader ini ditopang oleh Al-qur’an surah at-Taubah ayat 71:

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ ﴿٧١﴾

“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf dan mencegah yang munkar.”

Dalam ayat tersebut, Allah swt mempergunakan kata auliya’ (pemimpin), itu bukan hanya ditujukan kepada pihak pria saja, tetapi keduanya (pria dan wanita) secara bersamaan. Berdasarkan ini, wanita juga bisa menjadi pemimpin, yang penting dia mampu dan memenuhi criteria sebagai seorang yang akan menjadi pimpinan tertinggi, karena menurut tafsir al-maraghi dan tafsir al-manar bahwa kata auliya’ tersebut dengan tafsiran yang mencakup: wali penolong, wali kasih sayang.

Selanjutnya mengenai hadis abi bakrah yang mengatakan tidak akan bahagia suatu kaum yang mengangkat sebagai pimpinan mereka seorang wanita, menurut fatimah mernissi dalam bukunya setara dihadapan Allah, perlu dipertanyakan: apa yang mendorong abi bakrah berpuluh-puluh tahun setelah kalimat itu diucapkan nabi saw, untuk menggali kembali hadis ini dari relung ingatannya? Apakah ia mempunyai kepentingan pribadi yang harus dikemukakan atau semata-mata sebagai kenangan spiritual terhadap Nabi? Jelas Abi Bakrah mempergunakan hadis ini untuk mencari muka pada pihak yang berkuasa. Selanjutnya marilah kita teliti lebih dalam lagi sejarah perang unta yang menjadikan sikap opurtunis Abi Bakrah ini lebih nyata lagi. Pada waktu itu banyak sahabat yang tidak ikut serta dalam peperangan antara Ali Bin Abi Thalib dengan ummul mukminin Aisyah. Alasannya adalah bahwa perang saudara hanya akan memecah belah umat dan menjadikan mereka saling bermusuhan. Meskipun mereka sama-sama mempertahankan diri di atas prinsip yang diajarkan nabi Muhammad saw. Untuk tidak ikut serta dalam suatu pertikaian yang menyebabkan perpecahan di antara kelompok masyarakat, hanya Abi Bakrah yang menjadikan jenis kelamin sebagai salah satu alasan penolakannya untuk tidak ikut serta dalam peperangan tersebut. Sesudah kalahnya Aisyah.

Tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama, bahwa hadis Abi Bakrah tersebut tidak membolehkan wanita untuk menjadi kepala Negara islam (khalifah) hakim. Ulama berbeda pendapat hanya dalam hal wanita menjadi top leader (presiden dan perdana menteri). Menurut jumhur ulama’ tidak boleh wanita menduduki jabatan tersebut. Abu hanifah membolehkan hakim wanita dalam masalah perdata dan tidak membolehkannya dalam masalah jinayat. Sementara Muhammad bin jarir al-thabary membolehkan wanita menjadi hakim secara mutlak termasuk dalam urusan jinayat. Pendapat ini dikuatkan pula oleh Ibnu Hazm dari aliran al-Zhahiriyah.



[1] Al-suyuthi, Al-Jami’ Al-Shaghir, jilid II, Beirut, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, t.th., cet.IV, h.128.

[2] Muhammad Jawad Mughniyah, Tafsir Al-Kasyif, juz II, Bairut, Dar Ilmi Li Al-Malayin, cet.I, 1968, masyarakat, h. 314

Senin, 27 Oktober 2008

MENDIDIK DENGAN CINTA…: Membentuk Generasi Rabbani Sejak Usia Dini

MENDIDIK DENGAN CINTA…: Membentuk Generasi Rabbani Sejak Usia Dini

By: RAUDHAH EL JANNAH RAHEEM, S.Pd.I

v Kapan pendidikan anak seharusnya dimulai?

Walaupun secara riil, pendidikan itu berlangsung dari lahir, namun konsep pendidikan anak dalam islam mengajarkan bahwa mempersiapkan anak yang sholih telah dimulai jauh sebelum terjadinya kelahiran anak yakni telah dimulai sejak pemilihan jodoh (pra konsepsi), ketika seorang pemuda memilih seorang calon istri dan calon ibu yang sholihah untuk anak-anaknya kelak. Rasulullah saw bersabda:

عن ابي هريرة رضي الله عنه قا ل: قا ل رسول ا لله صلي الله عليه و سلم:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

)رواه البخارى(

“Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw bersabda: Orang perempuan itu dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena keturunannya, karena keelokan wajahnya, dan karena agamanya. Utamakanlah wanita yang memiliki pengetahuan agama yang baik, niscaya kamu menjadi orang yang beruntung.”(HR. Bukhori)

Kebanyakan para orang tua, khususnya masyarakat bawean, menganggap bahwa seorang anak kecil belum mengerti apa-apa, belum mengerti akan arti perintah dan larangan sehingga belum saatnya memperoleh pendidikan. Ini merupakan pandangan yang keliru. Sesungguhnya, proses pendidikan yang berkelanjutan telah dimulai sejak anak awal tahun kehidupan seorang anak dan berlangsung hingga akhir hayat (long life education). Bahkan pendidikan kepada anak telah dapat dimulai sejak anak berada dalam kandungan ibunya. Karena ilmu pengetahuan modern membuktikan bahwa sejak masih berada dalam kandungan seorang anak telah dapat mendengar suara yang berasal dari luar dan merekam dengan baik apa yang di dengarnya itu, bahkan ia dapat mendengar suara pintu yang ditutup dengan keras. Penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan dibarat telah membuktikan bahwa, seorang anak yang sejak masih dalam kandungan selalu diperdengarkan musik-musik klasik seperti karya Bethoven dan Mozart itu cenderung lebih cerdas dibandingkan dengan anak-anak yang sejak dalam kandungan tidak di perdengarkan musik-musik klasik, ini membuat para ahli berkesimpulan bahwa musik klasik dapat merangsang perkembangan system syaraf otak janin. Bayangkan bila sebagai seorang muslim, dan sebagai calon ayah dan ibu yang sholih kita selalu mengaji al-quran dan memperdengarkan lantunan ayat-ayat al-quran kepada anak kita sejak masih dalam kandungan? Tentu mereka akan menjadi anak yang sholih dan sholihah yang mempunyai kepribadian sesuai dengan pribadi muslim sejati. Bagaimana kalau sekarang anda mencobanya pada calon buah hati anda??

v Bagaimana mendidik anak sejak dalam kandungan??

Sebagaimana telah saya sebutkan di atas bahwa mendidik anak secara islami telah dapat dimulai sejak anak berada dalam kandungan ibunya. Mungkin kita semua bertanya, bagaimana cara mendidiknya?? Tentu kita tidak dapat mendidiknya secara langsung, tetapi kita dapat melakukan hal-hal berikut ini:

ü Berdoa untuk anak kita

Dalam mendidik anak, manusia tidak cukup hanya dengan mengandalkan kekuatan akal dan jasmaninya. Bimbingan ilahiah sangatlah diperlukan. Karena itu untaian doa kepada dzat yang maha pencipta hendaklah selalu teriring dalam mendidik anak kita. Mohonlah kepada Allah sang Maha pengasih agar di karunia anak yang sholih dan sholihah yang akan menjadi mujahid-mujahid dan jundi-jundi Allah dalam menegakkan syari’at islam di muka bumi ini. Karena sebagaimana sabda rasulullah, bahwa di zaman yang semakin mendekati akhir ini, menggenggam agama Allah bagaikan menggenggam bara, maksudnya, dalam menegakkan syari’at dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sekarang ini sangat berat godaannya, apalagi dengan masyarakat seperti sekarang ini, menjaga iffah dan izzah dalam beragama kita seperti dianggap orang aneh oleh masyarakat.

ü Selalu memperdengarkan lantunan ayat-ayat suci al-quran

Alangkah baiknya kita sebagai seorang calon ayah dan ibu selalu membaca al-quran di setiap kesempatan, ataupun bila kita memiliki sedikit waktu luang, sempatkanlah membaca al-quran setiap kali selesai sholat fardlu atau sholat sunnah, sedang di sela-selanya kita dapat memperdengarkan bacaan al-quran murottal melalui kaset, CD, Ipod, ataupun media lainnya. Sekarang ini banyak tersedia kaset-kaset murottal di toko-toko kaset ataupun toko buku dan banyak tersedia media yang memudahkan mendengarkan lagu atau ayat al-quran sambil beraktivitas baik melalui MP3, MP4, Ipod atau media lainnya.

ü Mendengarkan lagu-lagu nasyid atau musik klasik

Selain memperdengarkan ayat suci al-quran, tidak ada salahnya sekali-kali anda memperdengarkan lagu-lagu nasyid ataupun musik klasik kepada calon buah hati anda, dari pada anda memperdengarkan lagu-lagu cinta yang sifatnya hanya memuja cinta sebatas pada struktur nafsani semata, tanpa unsur ilahiah. Apalagi lagu-lagu cinta saat ini semakin tak karuan syairnya. Lelaki buaya darat lah, makhluk Tuhan paling seksi lah, jadikan yang kedua lah, lelaki cadangan dan segala syair lagu memiriskan lainnya.

ü Ajak calon buah hati berkomunikasi

Mungkin agak sedikit aneh kedengarannya, tapi sebagaimana yang telah saya sebutkan diatas, janin didalam kandungan telah terbentuk dan berfungsi dengan baik pendengarannya sejak memasuki usia bulan ke empat, sehingga dia dapat mendengar dengan baik detak jantung ibunya ataupun suara-suara yang berasal dari luar, seperti suara pintu yang ditutup dengan keras. Anda dapat mengajak calon buah hati berkomunikasi, dengan menceritakan pengalaman anda hari ini, atau menceritakan perasaan anda saat ini. Juga dapat dengan membacakan buku-buku cerita, yah, memang kita jadi seperti berbicara sendiri, tapi yakinlah bahwa buah hati anda mendengarnya. Memang, dia tidak dapat memberi respon secara langsung, tapi segala yang didengarnya akan tersimpan dengan baik di memori otaknya. Dan akan lebih mudah baginya memunculkan memori itu ketika suatu hari nanti dia mengalami atau mendengar hal yang sama.

v Kewajiban siapakah mendidik anak itu?

Anak adalah amanah Allah untuk kedua orang tua, karena itu, mendidik anak adalah kewajiban bagi kedua orang tua. Pendidikan anak menjadi tanggung jawab bersama antara sang ayah dengan sang ibu. Akan tetapi karena kesibukan seorang ayah sebagai tulang punggung keluarga dan kewajibannya memberi nafkah keluarga, menyebabkan kesempatan ayah untuk bersama dan berkumpul dengan keluarga terutama dengan buah hatinya menjadi berkurang. Sehingga anak lebih banyak menghabiskan waktu bersama sang ibu. Akan tetapi ini tidak menyebabkan kewajiban ayah dalam mendidik anak menjadi hilang, ayah tetap memiliki kewajiban yang sama dengan ibu dalam mendidik dan membesarkan putera-puterinya dengan bekal pendidikan agama yang kokoh sejak usia dini agar anak memiliki jiwa keagamaan yang kokoh yang tidak mudah terkikis oleh pengaruh yang datang dari luar ketika anak hidup di tengah-tengah anggota masyarakat. Allah swt berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُون ( التحر يم :٦ )

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang di perintahkan–Nya kepada meraka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Al-Tahrim/66: 6).

v Bagaimana seharusnya mendidik anak kita??

Sebagai orang tua, kita memiliki tanggung jawab mendidik anak-anak kita agar menjadi anak-anak yang sholih-sholihah, berguna bagi nusa dan bangsa dan agama. Tentu semua orang tua mengharapkan memiliki anak yang sholih dan sholihah, berguna bagi nusa, bangsa dan juga agama. Akan tetapi, sedikit sekali orang tua yang mengerti apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara mewujudkan harapannya itu? Ada beberapa hal yang harus di perhatikan oleh kedua orang tua, baik ayah maupun ibu dalam mendidik putera-puterinya:

Ø 1. Harus seiring sejalan (kompak) dalam mendidik anak.

Demi keberhasilan dalam mendidik anak dan menanamkan kepribadian positif dalam diri anak, kedua orang tua harus kompak dan seiring sejalan seiya sekata dalam mendidik anak. Kekompakan yang dimaksud disini adalah, bahwa dalam menetapkan sesuatu terhadap anak, semacam peraturan, memberi perintah atau larangan kedua orang tua harus sepakat dan saling mendukung. Sehingga tidak menimbulkan sikap ambigu pada diri anak. Seringkali kita dapati kedua orang tua saling bertolak belakang dalam mendidik anak. Contohnya adalah dalam hal mengajarkan kedisiplinan pada anak. Ketika ayah berusaha menerapkan disiplin anak dalam hal sholat lima waktu dan belajar setelah sholat isya’ misalnya, ibu harus sepenuhnya mendukung usaha ayah, jangan sampai ketika ayah menyuruh anaknya yang sedang bermain untuk sholat dhuhur, ibu membela anak dan mengatakan “ biarkan saja dulu yah, mungkin adik masih capek”. Ini dapat menimbulkan sikap ambiguitas dan membuat anak mencari perlindungan ke ibu ketika dia sedang malas belajar atau sholat serta membuat anak tidak menghargai (meremehkan) perintah/ kata-kata ayahnya atau sebaliknya, bila ayah yang selalu membela tindakan salah anak, anak akan berlindung meminta dukungan sang ayah dan meremehkan perintah sang bunda.

Ø 2. Menanamkan kebiasaan baik pada anak

Anak-anak di bentuk dengan kebiasaan. kebiasaan apapun yang kita terapkan pada anak kita, akan menjadi suatu kepribadian dalam diri anak yang terbentuk tanpa kita sadari. Dan menghilangkan kebiasaan bukanlah hal yang mudah. Karena itu akan menjadi perilaku bawah sadar yang akan mendorong perbuatan tersebut dilakukan dengan sendirinya. Karena itu, alangkah baiknya jika sebagai orang tua, sedini mungkin kita menerapkan kebiasaan-kebiasaan positif pada anak kita. Seperti sholat di awal waktu, menyikat gigi sebelum tidur, berdoa sebelum dan sesudah makan, dan kebiasaan baik lainnya. Karena kebiasaan baik itu akan dengan sendirinya menjadi perilaku yang menetap dalam diri mereka dan menjadi perilaku bawah sadar yang membuat mereka selalu terdorong untuk melakukannya walau tanpa perintah. Sebagaimana ungkapan yang mengatakan, “ pada mulanya, kita yang membentuk kebiasaan, setelah itu, kebiasaanlah yang akan membentuk kita.” (to be continued)



Sabtu, 25 Oktober 2008

BAHASA KALBU

Tuhan………………….

Jika aku menyukai seorang teman,

Ingatkanlah aku bahwa ada sebuah akhir,

Agar aku tetap bersama-Mu yang tak pernah berakhir…

Tuhan……………………..

Jika aku merindukan seorang kekasih,

Rindukanlah aku kepada yang rindu cinta sejati Mu,

Agar kerinduanku terhadap-Mu semakin menjadi…..

Tuhan…………………….

Jika aku hendak mencintai seseorang,

Temukanlah aku dengan orang yang mencintai-Mu,

Agar bertambah kuat cintaku pada-Mu….

Tuhan…………………….

Ketika aku sedang jatuh cinta,

Jagalah cintaku itu,

Agar tidak melebihi cintaku pada-Mu….

Tuhan…………………………………….

Ketika aku berucap aku cinta padamu,

Biarlah ku katakan kepada yang hatinya terpaut pada-Mu…

Agar aku tak jatuh dalam cinta yang bukan karena-Mu…

Sebagaimana orang bijak berucap………

Mencintai seseorang bukanlah apa-apa,

Dicintai seseorang adalah sesuatu,

Dicintai oleh orang yang kau cintai sangatlah berarti,

Tapi……..

Dicintai oleh sang pencipta adalah segalanya…….

Senin, 20 Oktober 2008

BAWEAN DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN (1)

By: Raudhah El Jannah Raheem Ulhaque S.Pd.I

Bawean Dan Problematika Pendidikan Anak Dalam Keluarga

Pendidikan merupakan pintu gerbang menuju kemajuan dalam pembangunan di segala bidang kehidupan, baik menyangkut pembangunan kehidupan fisik maupun non fisik. Karena itu, apabila kita mengharapkan adanya kemajuan dan pencerahan pemikiran (rausyan al fikr) bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, maka sebagai langkah awalnya adalah kita harus mengadakan perbaikan system pendidikan agar system pendidikan kita dapat mencetak output-output yang siap menghadapi tantangan dunia global dengan segala dampaknya dan juga siap melakukan perubahan menuju masyarakat yang tercerahkan.

Bawean, sebagai pulau terpencil yang berjarak sekitar 80 mil di sebelah utara pulau Jawa, merupakan pulau yang memiliki potensi sumberdaya alam (SDA) maupun sumberdaya manusia (SDM) yang patut di perhitungkan, akan tetapi karena adanya berbagai masalah seperti kurangnya sarana dan prasarana, serta terbatasnya lapangan kerja, dan berbagai masalah lain yang di hadapi Bawean sebagai pulau terpencil, menyebabkan berbagai potensi yang di miliki pulau Bawean tidak ter explore dan hanya terpendam begitu saja tanpa muncul kepermukaan. Hal ini sangat disayangkan, karena kita tidak pernah tau seberapa besar potensi pulau Bawean itu seandainya teraktualisasi.

Salah satu problematika pulau bawean adalah problematika dunia pendidikan. Dan problem pendidikan di pulau bawean yang sangat memprihatinkan adalah masalah pendidikan anak, terutama pendidikan anak dalam keluarga. Sebagaimana kita ketahui, sebagian besar penduduk pulau bawean adalah perantau. Mereka meninggalkan keluarga untuk bekerja di luar negeri seperti Malaysia dan Singapura. Umumnya yang kita dapati, para orang tua meninggalkan anak-anak mereka untuk di asuh oleh nenek-kakek mereka ataupun keluarga terdekat, atau kalau hanya ayahnya yang pergi merantau, maka anak itu akan di asuh seorang diri oleh sang ibu. Hal ini menyebabkan disfungsi dalam keluarga. Karena anak tidak memperoleh gambaran lengkap tentang sosok orang tuanya. Tentu hal ini menyebabkan gangguan psikologis dan menghambat pembentukan kepribadian anak.

Keluarga, memiliki nilai penting dalam pembentukan kepribadian anak dan dalam menciptakan kondisi psikologis ( kejiwaan )yang sehat bagi anak. Karena keluarga sebagai pranata sosial pertama dan utama mempunyai arti paling strategis dalam mengisi dan membekali nilai-nilai kehidupan yang di butuhkan oleh putra-putri yang tengah mencari makna kehidupannya. Di tengah-tengah keluarga lah seorang anak banyak menghabiskan sebagian besar waktunya selain di sekolah atau di luar rumah. Keluarga berfungsi sebagai transmitter budaya dan mediator sosial budaya bagi anak. Menurut UU No.2 tahun 1989 Bab IV pasal 10 ayat 4:”…keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan…”. Berdasarkan pendapat dan dictum Undang-Undang tersebut, maka fungsi keluarga dalam pendidikan adalah menyangkut penanaman, pembimbingan, atau pembiasaan nilai-nilai agama, budaya, dan keterampilan-keterampilan tertentu yang bermanfaat bagi anak. Ketika fungsi keluarga tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka sangat sulit bagi seorang anak untuk dapat berhasil dalam mengolah seluruh bakat dan kemampuannya agar terasah dan terbina sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

Dari kedua orang tua terutama ibu, dan untuk pertama kalinya pengaruh dari sesuatu yang dilakukan ibu itu secara tidak langsung akan membentuk watak atau ciri khas kepada anaknya. Karena ibu ibarat sekolah, jika ibu mempersiapkan anak berarti ibu telah mempersiapkan generasi yang kokoh dan kuat. Dengan generasi yang kuat berarti telah menginvestasikan sesuatu pada diri anak agar bermanfaat besok kelak untuk mengarungi kehidupan yang lebih global bila dibandingkan waktu awal ada di dalam kandungan yang hidup dalam lingkungan yang sempit.

Akan halnya di bawean, pendidikan anak dalam keluarga kurang mendapat perhatian dari para orang tua. Hal ini di sebabkan karena kebanyakan keluarga di Bawean tidak menjalankan fungsinya secara normal, sehingga anak-anak mengalami ambiguitas dalam menanamkan citra orang tua dalam benak mereka. Padahal, peranan orang tua dalam pembentukan kepribadian anak sangat penting. Mengingat, dari orang tualah untuk pertama kalinya seorang anak belajar bagaimana bertingkah laku. Problematika ini terjadi di karenakan kurangnya pengetahuan para orang tua tentang bagaimana teori yang baik tentang pengasuhan dan pendidikan anak dalam keluarga. Baik cara pengasuhan dan pendidikan anak menurut agama, ilmu psikologi, maupun menurut teori-teori pendidikan dari para ahli di bidangnya.

Sesungguhnya, mayoritas masyarakat bawean mendidik anak dengan mengandalkan pengalaman tanpa di dasari teori yang mendukung. Sehingga kita seringkali mendapati bahwa masih banyak orang tua masih menggunakan hukuman dalam bentuk kekerasan dalam mendidik anak. Seperti memukul, memarahi dengan suara keras (membentak), berkata kasar pada anak dan juga mengancam. Padahal, menurut ilmu psikologi, menghukum dengan kekerasan tidak membuat anak jera, dan mengerti dimana letak kesalahannya, bahkan sebaliknya, kekerasan membuat anak menjadi pribadi pendendam, merasa tidak dihargai, dan muncul ketidakpuasan dalam dirinya akibat perlakuan kasar orang tua terhadapnya. Hal ini membuat anak tumbuh dengan tekanan psikologis dan membuatnya tumbuh menjadi pribadi yang menyimpang. Juga penyampaian ungkapan rasa kasih sayang orang tua yang seringkali caranya kurang tepat. Seperti terlalu memanjakan anak dengan menuruti segala kemauan anak. Menurut hemat saya, dengan pengalaman saja tidak cukup bijak dalam mendidik anak. Karena anak kita bukanlah robot yang bisa kita control semau kita, dan selalu menuruti kemauan kita sebagai orang tua. Anak-anak adalah pribadi bebas yang memiliki dunianya sendiri, mereka juga memiliki keinginan, kehendak, pendapat, kemauan dan alasan terhadap apa yang mereka lakukan yang juga perlu kita dengarkan. Mereka juga butuh penghargaan, butuh di hargai, diakui dan juga punya harga diri.

Sebagaimana apa yang di ucapkan oleh seorang kahlil gibran, seorang penyair ternama sepanjang masa bahwa “anak-anak kita bukanlah putera-puteri kita, mereka putera dan puteri kehidupan, kita mungkin bisa memberi rumah pada tubuh mereka, tapi tidak pada jiwa mereka. Karena jiwa mereka hidup di rumah tersendiri, yang tidak bisa kita kunjungi, bahkan juga di dalam mimpi…”

Anak adalah amanah dari Allah yang harus dijaga. Anak adalah tanggung jawab orang tua. Bagaimana dan akan seperti apa anak kita nantinya bergantung bagaimana kita orang tua mendidiknya. Karena setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, sebagaimana sabda Nabi saw.:

عن ابي هريرة رضي الله عنه قا ل: قا ل رسول ا لله صلي الله عليه و سلم:

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ َ )رواه البخارى(

“Setiap anak dilahirkan dalam fitrahnya dan kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia sebagai yahudi, nasrani atau majusi.”(HR. Bukhori)

Dalam ilmu pendidikan, makna kata fitrah dalam hadis diatas tidak lain adalah bahwa setiap anak dilahirkan dengan membawa potensi masing-masing. Baik itu potensi beragama (religion), potensi kecerdasan (intellectual), potensi keterampilan (skill) ataupun potensi lain yang dimiliki anak. Akan tetapi potensi tersebut masih terpendam. Belum teraktualisasi. Tugas orang tualah untuk membimbing dan mengarahkan anak agar dapat mengaktualkan potensi yang dimilikinya secara tepat. Untuk potensi beragama misalnya, orang tua perlu mengetahui bahwa setiap anak secara fitrah memiliki naluri untuk beragama dan kebutuhan terhadap agama. Anak-anak memiliki kecenderungan terhadap hal-hal yang baik sebelum lingkungannya mempengaruhinya untuk melakukan hal-hal yang buruk. Karena kebaikan itu sesuai dengan fitrahnya. Sehingga orang tua memiliki kesadaran dan pemahaman bahwa pendidikan agama sebagai dasar pendidikan anak dalam hidupnya perlu di ajarkan dan di tanamkan pada anak sedini mungkin, bukan menunggu sampai anak memasuki usia sekolah.

Apabila memperhatikan mayoritas anak-anak bawean yang sedang dalam masa perkembangan dan pembentukan kepribadian tetapi tidak memperoleh pengarahan dan bimbingan yang tepat dari orang tuanya, membuat saya merasa miris dan berpikir, akan seperti apa nantinya anak-anak yang memiliki potensi dan juga kecerdasan yang masih terpendam itu??

Minggu, 12 Oktober 2008

ELEGI RUU PORNOGRAFI: Antara Moral dan Benturan Kepentingan

By: Raudhah El Jannah Raheem S.Pd.I

Berlarut-larutnya penundaan pengesahan RUU pornografi yang dahulu di sebut RUU APP (anti pornografi dan pornoaksi) mengecewakan masyarakat yang mempunyai niat baik demi kepentingan bangsa dan juga membahagiakan sebagian orang yang memiliki kepentingan pribadi terhadap di batalkannya RUU tersebut. RUU yang semula di rencanakan selesai di bahas pada 23 september lalu, mengalami penundaan hingga waktu yang tidak di tentukan, walaupun mereka para pansus dan panja di DPR RI yang membahas RUU tersebut mengatakan akan merampungkannya pada 14 November mendatang. Akan tetapi siapa yang dapat menjamin RUU tersebut akan selesai tepat pada 14 November mendatang? Karena pengalaman membuktikan bahwa para wakil rakyat tersebut tidak dapat mengambil keputusan dikarenakan banyaknya benturan kepentingan yang membuat mereka tidak berani mengambil keputusan tegas terhadap RUU yang saat itu masih bernama RUU APP (anti pornografi dan pornoaksi), hingga kini setelah melewati waktu yang cukup panjang, bahkan hingga RUU tersebut berganti nama menjadi RUU pornografi (RUUP) pun, para wakil rakyat itu tetap belum juga memberi kepastian kapan RUU tersebut akan di sahkan menjadi UU.

Mereka menunda pengesahan RUU pornografi dengan alasan masih banyaknya pihak yang pro dan kontra terhadap pasal-pasal krusial yang terdapat dalam RUU tersebut. Padahal sesungguhnya, pro kontra dalam penetapan suatu hukum dan UU adalah hal yang wajar, karena setiap orang memiliki pendapat dan kepentingan masing-masing dan juga mengeluarkan pendapat selama tidak dilakukan dengan cara yang melanggar hukum adalah hak setiap warga Negara yang hidup di Negara demokrasi ini, akan tetapi, seyogyanya pemerintah lebih memperhatikan kemaslahatan umum dan terpeliharanya moralitas Bangsa, bukankah kenaikan BBM juga mengundang pro dan kontra serta reaksi keras dari masyarakat?? Tetapi kenapa pemerintah dapat dengan tegas bahkan tanpa memperhatikan pendapat masyarakat lagi memutuskan hal itu.

Apabila kita perhatikan, sesungguhnya penolakan terhadap RUU pornografi datang dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan pornografi itu sendiri baik itu sebagai pelaku pornografi dan pornoaksi, sutradara dan produser pembuat film yang menjual kedua hal tersebut yang hanya memperhitungkan budget dan tak lagi peduli terhadap idealisme, para pemilik dan penerbit majalah ataupun VCD porno, para pemasar (distributor) ataupun para penikmat (konsumen) pornografi dan pornoaksi itu sendiri, juga para gay dan lesbi yang terkait dengan salah satu pasal dalam RUU pornografi, ataupun daerah yang merasa eksistensinya terancam dengan disahkannya RUU tersebut. Sedangkan dorongan untuk segera disahkannya RUU pornografi datang dari elemen masyarakat yang peduli dengan moralitas bangsa dan telah merasa gerah dengan dampak negatif dari semakin maraknya pornografi dan pornoaksi yang dapat mengancam generasi penerus bangsa ini, seperti KAMMI, PAMMI, NU, dan lain sebagainya.

Bali dan Papua, adalah dua daerah yang dengan keras menolak disahkannya RUU pornografi. Mereka beralasan bahwa disahkannya RUU pornografi (RUUP) dapat menyebabkan disintegrasi bangsa Indonesia yang majemuk ini. Sebenarnya, apabila kita telaah dengan baik, penolakan masyarakat Bali terhadap RUU pornografi lebih dikarenakan faktor ekonomi (motif bisnis), dimana RUU pornografi menurut pandangan mereka dapat mengancam sumber mata pencaharian mereka. Sebagaimana kita ketahui, Bali sebagai daerah tujuan wisata baik turis lokal maupun mancanegara, memang sangat dekat dengan praktek pornografi dan pornoaksi. Serta ada sebagian tradisi dan kebudayaan mereka yang mereka anggap terancam dengan adanya RUUP tersebut. Begitu halnya dengan masyarakat Papua, mereka menganggap bahwa disahkannya RUUP ini akan mengancam keberadaan pakaian adat mereka. Sebagaimana kita ketahui bahwa masyarakat Papua, memakai pakaian adat yang di sebut koteka, yaitu pakaian yang terbuat dari dedaunan dan akar-akar pohon yang hanya menutupi bagian vital mereka.

Sesungguhnya, penolakan masyarakat terhadap RUUP ini lebih dikarenakan kurangnya sosialisasi dari pemerintah terhadap RUUP tersebut, sehingga masyarakat tidak banyak mengetahui isi dari pasal-pasal yang terdapat dalam RUUP tersebut. Hal ini menyebabkan banyak masyarakat yang menolak RUU tersebut karena menganggap bahwa RUUP ini dapat menyebabkan perpecahan (disintegrasi) bangsa, serta mengancam kelangsungan tradisi dan budaya masyarakat di beberapa daerah. Ini dikarenakan ketidaktahuan mereka tentang isi dari pasal-pasal yang terdapat dalam RUUP ini. Seharusnya, apabila pemerintah melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan melakukan koordinasi dengan tokoh agama serta para kepala adat di berbagai daerah, tentu penolakan tersebut tidak sampai terjadi seperti ini. Karena masyarakat akan mengetahui bahwa tentang tradisi, kebudayaan ataupun yang berhubungan dengan kesenian masyarakat di atur dalam pasal khusus (pasal 14) dalam RUUP ini, sehingga mereka tidak perlu takut akan adanya RUUP ini.

Penolakan terhadap RUUP ini juga datang dari kalangan aktifis perempuan dan anak yang menganggap bahwa RUUP ini melanggar HAM karena memasung kebebasan berekspresi dan juga kreatifitas perempuan dan anak. Alasan mereka sungguh tidak dapat dibenarkan, karena dengan demikian, mereka menjadikan perempuan dan anak sebagai komoditi terbesar dalam lingkaran setan pornografi dan pornoaksi. Apakah kreatifitas dan kebebasan berekspresi harus dengan menonjolkan sensualitas dan mengedepankan seksualitas? Tentu tidak. Seseorang tetap bisa berekspresi dan berkreatifitas tanpa harus mengobral anggota tubuhnya apalagi sampai menjual dirinya. Sesungguhnya, adanya RUUP ini justeru melindungi kehormatan wanita dan anak-anak yang seringkali menjadi korban dari dampak negatif pornografi dan pornoaksi, sebagaimana kita ketahui, disadari atau tidak, bahwa wanitalah yang seringkali menjadi bahan ekspoitasi seksual. Baik itu melalui media cetak, ataupun media elektronik seperti iklan-iklan produk yang menjual sensualitas tubuh wanita walaupun terkadang iklan itu tidak ada hubungannya dengan wanita.

Memang, kebutuhan seksual dan pemenuhannya adalah sesuatu yang asasi bagi setiap manusia normal. Akan tetapi, bukan lantas hal itu menjadikan seseorang di benarkan untuk memuaskan nafsu seksual semaunya sampai tak lagi memperhatikan norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat. Karena semua telah di atur dengan baik dalam hukum agama maupun hukum Negara. Demikian juga dengan penampilan dan kebebasan berekspresi, itu juga merupakan hak asasi setiap orang. Tetapi, tentu kita semua tahu bahwa hak harus di sertai dengan di tunaikannya kewajiban. Dengan begitu, akan tercipta tatanan sosial yang seimbang dalam masyarakat dan tidak akan terjadi ketimpangan sosial.

Walau bagaimanapun, RUU pornografi bukan hal yang negatif, RUUP ini tetap di butuhkan demi menjaga moralitas bangsa dengan adat ketimuran seperti Indonesia ini, yang semakin lama semakin mengkhawatirkan. Meningkatnya kejahatan seksual seperti pemerkosaan, pencabulan anak di bawah umur, kehamilan di luar nikah dan seks bebas merupakan dampak negatif dari maraknya pornografi dan pornoaksi yang semakin tak terkendali. Sebagai anggota masyarakat yang memiliki hati nurani, kita tidak bisa berpangku tangan menghadapi persoalan tersebut. Tentu harus ada tindakan nyata dan usaha bersama dari semua elemen masyarakat maupun pemerintah, untuk dapat menyelamatkan moral generasi bangsa. Karena di tangan generasi penerus bangsa lah masa depan bangsa ini di tentukan. (Bawean, 03 Oktober 2008)

Jumat, 19 September 2008

CANTIK DENGAN BACK TO NATURE

Sudah dari zaman nenek moyang, bahan-bahan alam yang berada di dekat Anda dapat menyempurnakan kecantikan tubuh dari rambut sampai ujung kuku kaki. Selain murah, bahan-bahannya juga gampang didapat.
Kemiri untuk Rambut
Sudah bukan rahasia kalau kemiri bisa menyulap rambut lebih kuat dan subur sekaigus menghitamkan. Caranya mudah, tumbuk enam biji kemiri hingga halus lalu sangrai dengan sedikit air hingga berminyak. Setelah itu gosokkan minyak kemiri tersebut ke kulit kepala sambil dipijat.
Kayu Manis untuk Wajah
Meski kecil, jerawat mengganggu penampilan. Pergunakanlah kayu manis untuk menepisnya! Campurkan satu sendok teh bubuk kayu manis dengan tiga sendok makan madu. Oleskan ramuan ini di jerawat sebelum tidur, lalu, basuh dengan air hangat ketika bangun tidur. Jangan takut dengan sensasi panas yang ditimbulkan kayu manis. Jika rutin melakukan ini, bukan mustahil kulit wajah bisa cling kembali.
Kunyit untuk Tangan
Polusi dan sinar matahari membuat kulit kusam. Akali dengan lulur kunyit yang bisa mencerahkan kulit. Untuk membuatnya, parutlah kunyit lalu campur air dan endapkan selama beberapa menit. Setelah itu, campurkan dengan tepung beras dan oleskan ke kulit.
Madu untuk Kaki
Siapa yang tidak tergiur memiliki kaki berkilau nan lembut? Madu yang dikenal punya banyak khasiat bisa mewujudkan semua ini. Oleskan madu murni ke kulit, lalu tepuk-tepuk sampai mengering, Kemudian basuh dan dapatkan kulit lembab, lembut, dan berkilau.
hehe...sebenarnya, seiring dengan berkembangnya tekonologi, semua yang kita butuhkan untuk kecantikan fisik sudah tersedia secara instan dan praktis, tinggal beli dan pakai. atau kalau punya dana berlebih juga bisa datang ke salon untuk perawatan kecantikan rutin, tapi..ini adalah tips untuk orang-orang yang karena minimnya dana tidak bisa mendapatkan yang instan dan praktis apalagi ke salon...ya..seperti saya ini..(hiks-hiks..) btw, apa salahnya kita bersusah-susah sedikit dan berdamai dengan keadaan, hitung-hitung back to nature gitu dech..(bukannya sekarang lagi ngetrend tuh back to nature..hehe..sebenarnya ini hanya cara orang yang tidak mampu membeli untuk membela diri)
ah...lagian kata mereka yang mengerti makna kecantikan sesungguhnya, kecantikan hakiki itu kan terpancar dari hati...inner beauty gitu deh..(nah ini termasuk cara orang yang merasa tidak cantik membela diri..hihi....jadi tersinggung nih....)

Sabtu, 13 September 2008

KESETARAAN GENDER DALAM ISLAM


By: Raudhah El Jannah Raheem Ulhaque S.Pd.I

Gender, merupakan istilah yang baru dalam islam, karena sesungguhnya gender sendiri merupakan suatu istilah yang muncul di barat pada sekitar ± tahun 1980. digunakan pertama kali pada sekelompok ilmuan wanita yang juga membahas tentang peran wanita saat itu. Islam sendiri tidak mengenal istilah gender, karena dalam islam tidak membedakan kedudukan seseorang berdasarkan jenis kelamin dan tidak ada bias gender dalam islam. Islam mendudukkan laki-laki dan perempuan dalam posisi yang sama dan kemuliaan yang sama. Contoh konkretnya adalah islam tidak membedakan laki-laki dan wanita dalam hal tingkatan takwa, dan surga juga tidak dikhususkan untuk laki-laki saja. Tetapi untuk laki-laki dan perempuan yang bertakwa dan beramal sholih.
Islam mendudukkan wanita dan laki-laki pada tempatnya. Tak dapat dibenarkan anggapan para orientalis dan musuh islam bahwa islam menempatkan wanita pada derajat yang rendah atau di anggap masyarakat kelas dua. Dalam islam, sesungguhnya wanita dimuliakan. Banyak sekali ayat Al-qur’an ataupun hadis nabi yang memuliakan dan mengangkat derajat wanita. Baik sebagai ibu, anak, istri, ataupun sebagai anggota masyarakat sendiri. Tak ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan dalam islam, akan tetapi yang membedakan keduanya adalah fungsionalnya, karena kodrat dari masing-masing.
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ﴿النساء:١٩﴾
Pergaulilah mereka (istrimu) dengan baik (An-Nisa’:19)
Potongan ayat 19 surah An-Nisa’ di atas merupakan kaidah robbani yang baku yang ditujukan kepada kaum laki-laki yang di sebut kaum bapak agar berbuat baik kepada kaum wanita/ibu, baik dalam pergaulan domestik (rumah tangga) maupun masyarakat luas. Oleh karena itu, jika ada hadis, meskipun itu statusnya hadis shahih, lebih-lebih lagi itu hadis qawliyah yang substansinya bertentangan dengan kaidah baku tersebut (ta’arud), maka hadis itu perlu di analisa dan dikritik sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu kritik hadis yang berlaku. Analisa seperti ini perlu di lakukan mengingat tidak ada satupun riwayat yang menyatakan bahwa rasulullah saw. Secara prakteknya pernah menghardik, memukul apalagi mengeksploitasi kaum wanita.
Gender merupakan konstruksi sosial, masyarakat sendiri yang membentuk konsep gender tersebut. Gender adalah arti yang di berikan menurut klasifikasi jenis kelamin (biologis) juga merupakan tuntutan dalam masyarakat bagaimana seseorang harus bersikap menurut jenis kelaminnya. Kata kata الجنس yang di artikan sebagai gender sendiri mengalami banyak perdebatan/penolakan di kalangan cendekiawan ataupun ulama’ islam sendiri karena bukan berasal dari akar kata bahasa arab. Dalam islam kita mengenal kata الجنس yang sering di artikan sebagai gender. Kata tersebut sesungguhnya berasal dari bahasa yunani.
Apabila di telaah lebih jauh, perlakuan dan anggapan masyarakat yang merendahkan wanita dan menganggap wanita sebagai masyarakat kelas dua sesungguhnya merupakan pengaruh cultural (kebudayaan) yang berlaku di masyarakat tertentu. Bukan berasal dari ajaran islam. Sebagai contoh adalah kultur atau budaya masyarakat jawa, terutama masyarakat zaman dulu yang menganggap bahwa wanita tidak perlu menuntut ilmu (sekolah) tinggi-tinggi karena nantinya mereka hanya akan kembali ke dapur, walaupun akhirnya seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi, anggapan seperti ini mulai pudar namun tidak jarang kebanyakan kaum adam, khususnya dalam pergaulan rumah tangga menganggap secara mutlak bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi wanita. juga anggapan bahwa wanita tugasnya 3M (macak, manak, masak) ataupun pandangan bahwa wanita akan ikut menanggung perbuatan suaminya (surga nunut neraka katut). Padahal dalam Alqur’an sendiri dijelaskan bahwa tiap orang menanggung akibat/dosa dari perbuatannya masing-masing dan islam tidak mengenal dosa turunan. Bentukan cultural yang merendahkan wanita ini menyebabkan laki-laki memegang otoritas di segala bidang kehidupan masyarakat (patriarki), baik dalam pergaulan domestic (rumah tangga), pergaulan sosial ataupun dalam politik.
Ayat Alqur’an surah An-Nisaa’ ayat 34, seringkali di jadikan dalil bagi mereka yang beranggapan bahwa dalam islam, kedudukan laki-laki lebih mulia dari pada wanita. Padahal jika di telaah lebih dalam, sesungguhnya ayat tersebut sebenarnya memuliakan wanita karena dalam ayat tersebut, tugas mencari nafkah di bebankan kepada laki-laki. Ayat tersebut juga menjelaskan secara implisit bahwa tidak ada diskriminasi antara laki-laki dan wanita, akan tetapi yang membedakan antara keduanya adalah dari segi fungsionalnya karena kodrat masing-masing.


الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّهُ وَاللاَّتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُواْ عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلِيّاً كَبِيراً ﴿النساء:٣٤﴾
“kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka, sebab itu maka wanita yang saleh ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta’atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi Lagi Maha Benar.”(an-Nisa’/4:34)

Dari ayat tersebut, sesungguhnya dapat kita ketahui bahwa keistimewaan laki-laki dari pada wanita salah satunya adalah karena tanggung jawabnya dalam memberi nafkah pada keluarganya. Maka ketika seorang laki-laki tidak menunaikan tanggung jawab sebagai kepala keluarga, maka boleh jadi kedudukannya tidak jauh berbeda.

Kamis, 11 September 2008

contoh takhrij hadis

متن الحديث
قال الإمام الترمذي
حدثنا عبد الله بن معاوية الجمحي البصري حدثنا عبد العزيز بن مسلم حدثنا أبو ظلال عن أنس بن مالك قال: قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: ((من صلّى الفجر في جماعة ثمّ قعد يذكر الله حتّى تطلع الشمس, ثمّ صلّى ركعتين, كانت له كأجر حجّة وعمرة)) قال : قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: (( تامّة تامّة تامّة ))
قال ابو عيسى, هذا حديث حسن غريب. قال محمد بن إسماعيل وأبو ظلال إسمه هلال, وهو مقارب الحديث.[1]
صورة السند
رسول الله
أنس
أبو ظلال
عبد العزيز بن مسلم
عبد الله بن معاوية الجمحي
الترمذي/ ابو عيسى

(90 هـ)



(167)

(243هـ)

(279هـ)




ترجمة الرواة
1. أنس بن مالك بن النضر. (90هـ)[2]
هو صحابي جليل مشهور
2. أبو ظلال
الإسم: هلال بن أبي هلال.
ويقال: إبن أبي مالك, وإسم أبيه ميمون, ويقال: سويد ويقال: يزيد ويقال: زيد, أبو ظلال القسمليّ البصريّ الأعمى.
روى عن : أنس بن مالك.
روى عنه : حماد بن سلمة, وعبد العزيز بن مسلم وجعفر بن سليمان وسلام بن مسكين ومروان بن معاوية ويحيى بن المتوكّل وشعيب بن بيان ويزيد بن هارون وغيرهم.
الجرح والتعديل:
قال معاوية بن صالح عن ابن معين: أبو ظلال إسمه هلال ليس بشيئ
وقال عباس الدوري عن إبن معين : أبو ظلال هو هلال القسملي ضعيف ليس بشيئ
وقال البخاري: مقارب الحديث
وقال أبو عبيد الأجري: سألت أباداود عنه, فلم يرضه وغمزه
وقال النسائى: ضعيف.
وقال فى موضع اخر: ليس بثقة.
وقال ابو احمد بن بن عدي: وعامة ما يرويه لا يتابعه عليه الثقات
وذكره إبن حبان فى كتاب ((الثقات))
استشهد به البخارى وروي له الترمذي.[3]

3. عبد العزيز بن مسلم
الإسم: عبد العزيز بن مسلم القسمليّ, مولاهم ابو زيد المروزي, ثم البصري, اخو المغيرة بن مسلم السرّاج
سكن البصرة, وقيل نزل فى القسامل قسب اليهم. يقال أصلهم من مرو, ويقال: نزلوا مرو. قال احمد بن حنبل وعمرو بن علي وغير واحد: مات سنة سبع وستين ومئة (167هـ)
روى عن :حصين بن عبد الرحمن, الرابيع بن أنس, أبي ظلال القسمليّ (ت), ...وغيرهم.
روى عنه : عبدالله بن معاوية الجمحي (ت), عبدالرحمن بن مهدي,... وغيرهم.
الجرح والتعديل:
قال إسحاق بن منصور عن يحي بن معين: ثقة.
وقال أبو حاتم: صالح الحديث, ثقة.
وقال أبو عامر العقدي: حدثنا عبد العزيز بن مسلم, وكان من العابدين.
وقال يحي بن إسحاق : حدثنا عبد العزيز بن مسلم, وكان من الأبدال
روى له الجماعة سوى ابن ماجه.[4]
4. عبدالله بن معاوية الجمحيّ
الإسم: عبدالله بن معاوية بن موسى بن أبي غليظ بن نشيط بن مسعود بن أميّة بن خلف القرشيّ الجمحيّ, أبو جعفر البصري.
قال موسى وهارون: مات بالبصرة سنة ثلاث وأربعين ومائتين (243هـ)
روى عن : ثابت بن يزيد الأحول, وصالح المري, والحمادين, وعبد العزيز بن مسلم, وغسان بن برذين, ومهدي بن ميمون, ووهيب بن خالد, وجماعة.
روى عنه : ابو داود, الترمذى, وابن ماجه, وابن ابي الدنيا, والمعمري, وأبو حبيب اليزني, وعبد الله بن العباس الطيالسي. [5]
الجرح والتعديل:
- ذكره إبن حبان فى ((الثقات))[6]
- ثقة[7]
5. الترمذى
الإسم: محمد بن عيسى بن سورة بن موسى بن الضحاك, وقيل: ابن السّكن السّلميّ, أبو عيسى الترمذى, احمد الأئمة.
طاف البلاد, وسمع خلقا من الخراسانيين والعراقيين والحجازيين وقد ذكروا في هذا الكتاب.
وقال المستغفري: مات فى رجب سنة تسع وسبعين ومائتين (279هـ)
روى عنه : أبو حامد أحمد بن عبد الله بن داود المروزي التاجر, والهيثم بن كليب الشامي, ومحمد بن محبوب أبوالعباس المحبوبي المروزي, واحمد بن يوسف النسفي, وأبو الحارث أسد بن حمدوية, وداود بن نصر بن سهيل البزدوي, وعبد بن محمد بن محمود النسفي, ومحمود بن نمير.
قلت: وقال الخليلي, ثقة متفق عليه, واما أبو محمد بن حزم فإنه نادى على نفسه بعدم الإطلاع.[8]

الخلاصة: بهذا نأتى إلى الخلاصة بأنّ هذا الحديث بهذا السند ضعيف لضعف أبو ظلال .






قال الإمام الطبرانى
حدثنا الحسين بن إسحاق التستري ثنا سهل بن عثمان ثنا المحاربي عن الأحوص بن حكيم عن عبد الله بن غابر عن أبي أمامة قال: قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: ((من صلّى صلاة الصبح في مسجد جماعة يثبت فيه حتّى يصلّي سبحة الضحى كان كأجر حاجّ أومعتمرتامّا حجّته وعمرته))[9]
رسول الله
أبي أمامة
عبد الله بن غابر
الأحوص بن حكيم
المحاربي
سهل بن عثمان
الطبراني
الحسين بن إسحاق
التستريصورة السند

(81هـ)

(112 هـ)

(168هـ)

(195 هـ)
(235 هـ)

(270هـ)

(360هـ)


ترجمة الرواة
1. أبي أمامة
الإسم : صديّ بن عجلان بن الحارث, ويقال ابن وهب , ويقال ابن عمرو بن وهب بن عريب بن وهب بن رياح بن الحارث بن معن بن مالك بن أعصر الباهليّ, أبو أمامة, مشهور بكنيته. سكن حمص من الشام. [10]
وتوفي أبو أمامة سنة إحدى وثمانين (81), وقيل: سنة ست وثمانين, وهو آخر من مات بالشام, من أصحاب النبي صلّى الله عليه وسلّم – فى قول بعضهم.[11]
روى عن: النبي صلى الله عليه وسلم, وعمر, وعثمان, وعلي, وأبي عبيدة, ومعاذ, وأبي الدّرداء, وعبادة بن الصّامت, وعمرو بن عبسة, وغيرهم.
روى عنه: أبو سلام الأسود,ومحمد بن زياد الألهانى, وشرحبيل بن مسلم, وشداد, وابو عمار, والقاسم بن عبدالرحمن, وشهر بن حوشب, ومكحول, وخالد بن معدان, وغيرهم.
الجرح والتعديل:
قال ابن سعد : سكن الشّام, وأخرج الطبراني ما يدلّ على أنه شهد أحدا, لكن بسند ضعيف.[12]
وقال إبن حبان: كان مع علي بصفّين
- وكان من المكثرين فى الرواية, وأكثر حديثه عند الشاميين.[13]
2. عبد الله بن غابر
الإسم: عبد الله بن غابر الألهاني أبو عامر الشامي الحمصي
روى عن :ثوبان, وأبى الدرداء, وأبي أمامة, وعبد الله بن بشر, وعتبة بن عبد السلمي, وحابس الطائي, وغيرهم.
روى عنه : الأحوص بن حكيم, ارطاة بن المنذر, وثور بن يزيد, وحرير ابن عثمان, ومعاوية بن صالح الحمصيون, وآخرون.
الجرح والتعديل
ذكره ابن حبان في كتاب ((الثقات)).
وقال الدارقطنى حمصي: لا بأس به
وقال العجلي شامي تابعي: ثقة.[14]
3. الأحوص بن حكيم
الإسم: الأحوص بن حكيم بن عمير وهو عمرو بن الأسود العنسيّ, ويقال: الهمدانيّ, الحمصيّ, وقيل إنّه دمشقيّ, والصحيح أنه حمصيّ.
روى له ابن ماجه: كان قدوم المهديّ الريّ في سنة ثمان وستين ومئة (168هـ).
روى عن: حبيب بن صهيب إن كان محفوظا, وعن ابيه حكيم بن عمير, وخالد بن معدان, وراشد بن سعد, وعبد الحكيم بن جابر, وابي عامر عبد الله بن غابر الألهانيّ, وابي الزاهريّة, وغيرهم.
روى عنه: بقيّة بن الوليد, والجراح بن مليح البهرانيّ, وخالد بن عبد الرحمن العطّار, وزهير بن معاوية, وسفيان ابن عيينة, وعبد الرحمن بن محمد المحارابيّ, ويحيى بن سعيد الأموي, وغيرهم.
الجرح والتعديل:
ذكره خليفة بن خياط فى الطبقة الرابعة من اهل الشامات.
وقال البخاري: قال عليّ: كان ابن عيينة يفضّل الأحوص على ثور فى الحديث.
وقال عليّ : الأحوص صالح. وقال في موضع آخر: ثقة.
وقال في رواية: لا يكتب حديثه.
وقال إبراهيم بن هانىء النيسابوريّ, عن احمد بن حنبل: لا يسوى حديثه شيئا.
وقال إسحاق بن منصور, وابراهيم بن عبد الله بن الجنيد, ومعاوية بن صالح, ومحمد بن عثمان بن ابي شيبة, عن يحيى بن معين : ليس بشيئ.
وقال العجليّ: لا بأس به.
وقال يعقوب بن سفيان: كان- زعموا – رجلا, عابدا, مجتهدا, وحديثه ليس بالقوي.
وقال النسائي: ضعيف. وقال في موضع آخر: ليس بثقة.
وقال عبد الرحمن بن ابي حاتم: سمعت ابي يقول: ليس بقويّ, منكر الحديث.
وقال الحافظ ابو القاسم: بلغني أن محمد بن عوف سئل عنه, فقال: ضعيف الحديث.[15]
4. المحاربي
الإسم: عبد الرحمن بن محمد بن زياد المحاربيّ, ابو محمد الكوفيّ.
قال البخاري, عن محمود بن غيلان: مات سنة خمس وتسعين ومائة (195 هـ).
روى عن : أبراهيم بن مسلم الهجريّ, وإسماعيل بن ابي خالد, وإسماعيل بن رفع المدنيّ, وإسماعيل بن مسلم المكّي, وأشعث بن سوّار, وبكر بن خنيس, وحجاج بن أرطاة, وغيرهم.
روى عنه :إبراهيم بن يوسف الحضرميّ الصيرفيّ, واحمد بن محمد بن حنبل, وداود بن رشيد, وسفيا بن وكيع بن الجراح, وسهل بن عثمان العسكريّ, وصالح بن سهيل النخعيّ, وهناد بن السريّ, وغيرهم.
الجرح والتعديل:
وقال ابو بكر بن ابي خيثمة عن يحيى بن معين: ثقة.
وقال النسائى: ثقة. وقال في موضع آخر: ليس به بأس
وذكره ابن حبان في كتاب ((الثقات))
قال ابو حاتم: صدوق إذا حدث عن الثقات, ويروي عن المجهولين احاديث منكره فيفسد حديثه بروايته عن المجهولين.[16]

5. سهل بن عثمان
الإسم: سهل بن عثمان بن فارس الكنديّ, ابو مسعود العسكري الحافظ نزيل الرّي.
قال ابو بكر بن أبي عاصم: مات سنة خمس ثلاثين ومئتين (235 هـ).
روى عن: إبراهيم بن حميد الطويل, وإبراهيم بن سعد, وحماد بن زيد, وزيد بن الحباب, وسعير بن الخمس, عبد الرحمن بن محمد بن المحاربيّ, وعليّ بن غراب, ووكيع بن الجراح, ويزيد بن زريع, وغيرهم.
روى عنه: مسلم, وابراهيم بن حرب العسكريّ, والحسن بن سفيان, الحسين بن إسحاق, وعمر بن مدرك القاص, ومحمد بن يحيى بن سهل بن محمد الزبير العسكريّ, وغيرهم.
الجرح والتعديل:
- قال ابو حاتم: صدوق.
- وقال ابو شيخ: له غرائب كثيرة.
- وذكره ابن حبان في كتاب ((الثقات)).[17]
6. الحسين بن إسحاق
الإسم: الحسين بن إسحاق, ابن إبراهيم التستريّ الدقيق.
وفاته في سنة تسعين ومئتين (270هـ)
روى عن : هشام بن عمار, وسعيد بن منصور, ويحيى الحمّاني, وشيبان ابن فروخ, وعبدالله بن ذكوان, ودحيما, وعليّ بن بحر القطّان, وطبقتهم.
روى عنه: ابنه عليّ, وسهل بن عبدالله التستريّ الصغير, أبو جعفر العقيلي, وابو محمد بن زبر, وسليمان الطّبراني, وآخرون.
الجرح والتعديل:
- وكان من الحفاظ الرحّالة.
- أكثر عنه ابو القاسم الطّبراني.[18]
8. الطبراني (360هـ)
· الخلاصة: بهذا نأتى إلى الخلاصة بأنّ هذا الحديث بهذا السند ضعيف لضعف الأحوص بن حكيم.

المراجع
الترمذي, سنن الترمذي, بيروت: دار الفكر, 1414 ﻫ / 1994م.

شهاب الدين احمد بن علي بن حجر العسقلاني, تقريب التهذيب, بيروت: دار الفكر,
1415هـ/ 1995م.

_____, تهذيب التهذيب, بيروت: دار الفكر, 1415هـ / 1995م.

_____, الإصابة في تمييز الصحابة, المحقق: عادل احمد عبد الموجود وعلي محمد
مغوض. ( بيروت: دار الكتب العلمية, 1382 هـ)

إمام شمس الدين محمد بن احمد بن عثمان الذهبي, الجرح والتعديل, محقق: خليل بن
محمد العربي, القاروق الحديثة, 1424 هـ\ 2003م.

_____, سير اعلام النبلاء, (بيروت: مؤسسة الرسالة, 1406 هـ / 1986م)

الطبراني, المعجم الكبير, المحقق: حمدي عبد المجيد السّلفي, (بيروت: مزيدة ومنقحة),
الطبعة الثانية.

عزالدين ابن الأثير أبي الحسن عليّ بن محمد الجزري, أسد الغابة في معرفة الصحابة,
تحقيق وتعليق: عادل احمد عبد الموجود وعلي محمد مغوض. (بيروت: دار الكتب العلمية, 1382)

الحافظ المتقن جمال الدين أبي الحجاج يوسف المزّى, تهذيب الكمال, (بيروت: مؤسسة
الرسالة, 1418هـ / 1998م).

[1] الترمذى, سنن الترمذي, (بيروت: دار الفكر, 1414 ﻫ / 1994م) , ج.2 ص 100 الرقم: 586
[2] شهاب الدين احمد بن علي بن حجر العسقلاني, تقريب التهذيب, (بيروت: دار الفكر, 1415هـ / 1995م) ج. 1 ص. 60
[3] شهاب الدين احمد بن علي بن حجر العسقلاني, تهذيب التهذيب, (بيروت: دار الفكر, 1415هـ / 1995م) ج. 9 ص. 90-94.
[4] الحافظ المتقن جمال الدين أبي الحجاج يوسف المزّى, تهذيب الكمال, (بيروت: مؤسسة الرسالة, 1418هـ / 1998م) ج. 4 ص. 530.
[5] تهذيب التهذيب, المرجع السابق, ج. 4 ص. 497-498.
[6] تهذيب الكمال, المرجع السابق , ج. 4 ص. 292.
[7] إمام شمس الدين محمد بن احمد بن عثمان الذهبي, الجرح والتعديل, محقق: خليل بن محمد العربي (القاروق الحديثة, 1424 هـ\ 2003م) ج 2 ص 300
[8] تهذيب التهذيب, المرجع السابق , ج. 7 ص 497-498.
[9] الطبراني, المعجم الكبير, المحقق: حمدي عبد المجيد السّلفي, (بيروت: مزيدة ومنقحة), الطبعة الثانية, ج. 2 ص. 154 الرقم: 7663
[10] احمد بن علي بن حجر العسقلاني, الإصابة في تمييز الصحابة, المحقق: عادل احمد عبد الموجود وعلي محمد مغوض,( بيروت: دار الكتب العلمية, 1382 هـ) ج. 3 ص. 339
[11] عزالدين ابن الأثير أبي الحسن عليّ بن محمد الجزري, أسد الغابة في معرفة الصحابة, تحقيق وتعليق: عادل احمد عبد الموجود وعلي محمد مغوض, ( بيروت: دار الكتب العلمية, 1382هـ) ج. 6 ص. 15.
[12] الإصابة في تمييز الصحابة, المرجع السابق, ص. 339-340
[13] أسد الغابة في معرفة الصحابة, المرجع السابق, ص. 14
[14] تهذيب التهذيب, المرجع السابق , ج. 5 ص 309- 310
[15] تهذيب الكمال, المرجع السابق , ج. 2 ص. 289- 294
[16] نفس المرجع, ج. 7 ص. 386 - 389
[17] نفس المرجع, ج. 12 ص. 197 - 200
[18] الإمام شمس الدين محمد احمد بن عثمان الذهبيّ, سير اعلام النبلاء, (بيروت: مؤسسة الرسالة, 1406 هـ / 1986م) ج. 14 ص. 57.

Design by infinityskins.blogspot.com 2007-2008