Jumat, 29 Agustus 2008

HADIS-HADIS BERMASALAH SEPUTAR RAMADHAN

HADIS-HADIS BERMASALAH SEPUTAR RAMADHAN

By: Taman_Surga

Alhamdulillah, bulan Ramadhan kembali tiba, dan alangkah beruntungnya kita semua dapat kembali bertemu dengan bulan yang penuh ampunan dan barokah ini. Ketika bulan ramadhan tiba, biasanya ramai orang-orang berlomba-lomba untuk memperbanyak ibadah dengan tujuan agar mendapat pahala yang berlipat ganda. Orang yang tadinya tak pernah sholat, mendadak ketika Ramadhan tiba, menjadi orang yang paling rajin sholat berjamaah di masjid dan berada di shaf paling depan. Karena ketika bulan Ramadhan, katanya pahala kita di lipat gandakan dan setiap yang kita lakukan akan di hitung ibadah.
Ketika bulan Ramadhan tiba, ramai pula masjid di isi dengan kegiatan pengajian. Para ustadz dan ustadzah dengan penuh semangat menyampaikan hadis-hadis yang berisi tentang keutamaan bulan ramadhan. Entah hadis yang mereka sampaikan itu hadis shahih atau bukan, yang jelas mereka berusaha untuk menggelorakan semangat masyarakat agar memperbanyak ibadah di bulan ramadhan. Karena itu, tak heran, hadis-hadis tentang keutamaan ramadhan begitu populer di masyarakat (hadis masyhur). Padahal tidak semua hadis-hadis tentang fadhilah (keutamaan) Ramadhan yang banyak di sampaikan para penceramah itu dapat di pertanggung jawabkan secara ilmiyah. Meskipun di antara hadis-hadis itu ada yang shahih, tetapi juga tidak sedikit yang dha’if (lemah), bahkan parah sekali kedha’ifannya, bahkan juga ada yang tergolong maudhu’ (hadis palsu). Padahal, dalam disiplin ilmu hadis, hadis yang parah kelemahannya, seperti hadis maudhu’, hadis matruk, dan hadis munkar tidak dapat di jadikan sebagai dalil apapun walaupun untuk dalil amal-amal kebajikan (fadha’ilul a’mal). Sebab, salah satu syarat dapat digunakannya hadis-hadis dha’if untuk dalil fadha’ilul a’mal adalah kedha’ifan hadis tersebut tidak parah.

Berikut di antara beberapa hadis-hadis populer di masyarakat tentang keutamaan bulan ramadhan yang bermasalah menurut para ulama’ ahli hadis:
1. Hadis tentang Ramadhan di Awali Rahmat
Hadis ini paling sering di sampaikan penceramah pada setiap bulan ramadhan, teks selengkapnya adalah sebagai berikut:
اول شهر رمضان رحمة واوسطه مغفرة واخره عتق من النار
“Permulaan bulan Ramadhan itu rahmat, pertengahannya maghfirah, dan penghabisannya merupakan pembebasan dari api neraka.”

 Rawi Dan Sanad Hadis
Hadis ini di riwayatkan oleh Al-Uqaili dalam kitab Al-Dhu’afa, Ibnu ‘Adiy, Al-Khatib Al-Baghdadi dalam kitab Tarikh Baghdad, Al-Dailami dan Ibnu ‘Asakir. Sementara sanadnya adalah:
Sallam Bin Sawwar, dari Maslamah Bin Al-Shalt, dari Al-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi saw.
 Kualitas Hadis
Menurut Imam Al-Suyuti, hadis ini nilainya dha’if (lemah), dan menurut ahli masa kini, seikh Muhammad Nashir Al-Din Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini Munkar. Pernyataan Al-Albani ini tidak berlawanan dengan pernyataan Al-Suyuti, karena hadis munkar adalah bagian dari hadis dha’if. Hadis munkar adalah hadis dimana dalam sanadnya terdapat rawi yang pernah melakukan kesalahan yang parah, pelupa, atau ia seorang yang jelas melakukan maksiat (fasiq). Hadis munkar termasuk kategori hadis yang sangat lemah dan tidak dapat dipakai sebagai dalil apapun. Sebagai hadis dha’if (lemah) ia menempati urutan ketiga sesudah hadis matruk (semi palsu) dan maudhu’ (palsu).
Sumber kelemahan hadis ini adalah dua orang rawi yang bernama Sallam Bin Sawwar dan Maslamah Bin Al-Shalt. Menurut kritikus hadis Ibn ‘Adiy (w.365 H.), sallam bin sawwar adalah munkar al-hadits (hadisnya munkar). Sementara kritikus hadis imam ibn hibban (w.354 H) mengatakan bahwa sallam bin sulaiman tidak boleh dijadikan hujjah (pegangan), kecuali apabila ada rawi lain yang meriwayatkan hadisnya.
Sedangkan Maslamah Bin Al-Shalt menurut Abu Hatim adalah matruk. Secara etimologis, matruk berarti ditinggalkan. Sedangkan menurut terminologi ilmu hadis, hadis matruk adalah hadis dimana sanadnya terdapat rawi yang di tuduh sebagai pendusta. Dan hadis matruk adalah adik hadis maudhu’, karena dalam hadis matruk rawinya di tuduh sebagai pendusta ketika meriwayatkan hadis, karena perilaku sehari-harinya dusta. Sementara dalam hadis maudhu’ rawinya adalah pendusta. Hadis maudhu’(palsu) dan hadis matruk (semi palsu) adalah sama-sama lahir dari rawi pendusta.
Jadi hadis ini dapat di sebut hadis munkar karena faktor rawi yang bernama Sallam Bin Sawwar dan dapat juga di sebut hadis matruk karena faktor rawi yang bernama Maslamah Bin Al-Shalt. Dan tentu saja, matruk lebih buruk dari pada munkar. Oleh sebab itu, hadis ini tidak dapat di jadikan dalil untuk masalah apapun, dan tidak layak pula di sebut-sebut dalam ceramah atau pengajian bulan ramadhan. Apalagi para ulama’ hadis mengatakan bahwa meriwayatkan hadis dha’if itu tidak di benarkan kecuali disertai penjelasan tentang kedha’ifan hadis tersebut.

2. Hadis Tentang Ramadhan Setahun Penuh
Teks hadis tersebut berbunyi:
عن ابن عباس رضي الله عنهما انه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: لو تعلم امتي مافي رمضان لتمنو ٲن تكون السنة كلها رمضان
“ Dari Ibnu Abbas ra dia berkata: “ saya pernah mendengar Rasulullah saw. Bersabda, “ seandainya ummatku mengetahui pahala ibadah bulan ramadhan, niscaya mereka menginginkan supaya satu tahun penuh menjadi bulan ramadhan semua.”
Hadis dengan teks seperti ini antara lain terdapat dalam kitab Durrah Al-Nashihin, sebuah kitab berisi petuah-petuah untuk beribadah, namun di tuding oleh banyak orang khususnya oleh para ahli hadis sebagai kitab yang banyak berisi hadis-hadis palsu dan kisah-kisah imajinasi (isra’iliyaat). Lewat kitab ini pula nampaknya hadis tersebut di atas populer di masyarakat, karena kitab durroh al-nashihin ini banyak di ajarkan di pesantren tradisional dan majelis ta’lim.
 Tanda-Tanda Palsu
Melihat teks panjang(lengkap) hadis tersebut, dapat di katakan bahwa hadis di atas adalah palsu, betapa tidak, seorang yang berpuasa satu hari saja dalam bulan ramadhan akan mendapat ganjaran yang begitu besar,bandingkan dengan hadis shahih yang diriwayatkan oleh imam al-bukhari:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَامٍ قَالَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Dari abu hurairah ra. Rasulullah saw bersabda: ” Barang siapa yang berpuasa bulan Ramadhan karena beriman kepada Allah dan mengharapkan pahala, maka dosa-dosanya (yang kecil) pada masa lalu akan di ampuni.” (HR.Bukhori)
Dalam hadis shahih Bukhori ini, pahala yang dijanjikan kepada orang yang berpuasa selama bulan ramadhan dengan motivasi iman dan ihtisab, hanyalah akan di ampuni dosa-dosanya yang kecil-kecil (shaghair), karena dosa-dosa besar (kabair) tidak dapat diampuni kecuali melalui taubat.
Setelah di teliti dan di takhrij, maka hadis Ramadhan setahun penuh seperti di atas itu ternyata dinyatakan positif sebagai hadis palsu. Kepalsuan itu di karenakan dalam setiap sanadnya terdapat rawi yang bernama Jarir Bin Ayyub Al-Bajali.
Jarir Bin Ayyub Al-Bajali ini dinilai oleh para kritikus hadis sebagai pemalsu hadis, matruk dan munkar. Karenanya, hadis-hadis yang ia riwayatkan disebut hadis palsu, atau minimal matruk dan munkar. Matruk adalah hadis dimana di dalam sanadnya terdapat rawi yang ketika meriwayatkan hadis dituduh sebagai pendusta (muttaham bil kadzib), karena perilaku sehari-harinya dusta. Sedangkan munkar adalah hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang banyak melakukan maksiat atau sangat buruk kualitas hafalannya. Tiga hadis ini, yaitu maudhu’, matruk, dan munkar adalah kualifikasi hadis yang sangat parah kedha’ifannya (dha’if syadid) dan tidak dapat dijadikan hujjah (dalil) untuk amalan apapun, walau untuk fadha’ilul a’mal.


3. Hadis Tidurnya Orang Berpuasa Itu Ibadah
Tentang hadis yang satu ini, saya memiliki kenangan tersendiri. Ketika di pesantren dulu, Setiap bulan ramadhan, entah kenapa jam tidur kami para santri mendadak bertambah. Apabila biasanya setiap habis sholat subuh kami mengaji Alqur’an atau belajar, ketika bulan ramadhan, kami malah berlomba-lomba kembali tidur begitu selesai sholat subuh. Dan itu kami lakukan karena kami pernah mendengar bahwa tidurnya orang yang berpuasa itu ibadah. Sungguh menyenangkan bukan, tidur, dapat pahala pula.akhirnya tanpa rasa berdosa kami memperbanyak tidur di bulan puasa. Dan itu masih tetap saya lakukan sampai saya menjadi mahasiswa. Sampai suatu ketika, di semester 3, kami mendapat mata kuliah hadis dan di dalamnya di pelajari takhrij hadis, itu termasuk mata kuliah wajib. Jadi meskipun kami Fakultas Tarbiyah, kami juga mendapat mata kuliah hadis dan ilmu hadis.
Suatu hari, karena mendapat mata kuliah hadis dan ilmu hadis, maka saya memutuskan untuk membeli buku-buku ilmu hadis, termasuk buku Hadis-Hadis Bermasalah karangan dosen kami Prof.KH.Ali Mustafa Yaqub, MA. (guru besar ilmu hadis Institut Ilmu Alqur’an (IIQ) Jakarta) sebagai buku pegangan. Dan ternyata dalam buku tersebut di sebutkan bahwa hadis tentang tidurnya orang berpuasa adalah kualitasnya dha’if (lemah). Mengetahui hal ini, saya jadi tertawa sendiri, mengingat betapa selama ini saya telah menghabiskan begitu banyak waktu saya yang berharga dengan sia-sia karena memperbanyak tidur saat bulan ramadhan, yang seharusnya di isi dengan memperbanyak amal yang bermanfaat. Karena itu saya merasa tertuntut untuk meluruskan pandangan salah tentang tidurnya orang yang berpuasa ini dengan menghadirkan tulisan ini agar dibaca oleh anda sekalian.
 Tidak Populer
Hadis tentang tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah itu merupakan hadis populer karena banyak orang yang mengetahuinya. Namun ternyata hadis tersebut tidak tercantum dalam kitab-kitab hadis popular. Hadis tersebut di riwayatkan oleh imam al-baihaqi dalam kitabnya syu’ab al-iman, kemudian dinukil oleh imam al-suyuti dalam kitabnya al-jami al-shaghir.
Teks lengkap hadis tersebut adalah:

نوم الصائم عبادة وصمته تسبيح وعمله مضاعف ودعاؤه مستجاب وذنبه مغفور
“ Tidurnya orang yang berpuasa itu ibadah, diamnya adalah tasbih, amalnya dilipatgandakan (pahalanya), doanya dikabulkan, dan dosanya diampuni.”
 Hadis palsu
Menurut imam Al-Suyuti, kualitas hadis ini adalah dha’if (lemah). Bagi orang yang kurang mengetahui ilmu hadis, pernyataan imam Al-Suyuti ini dapat menimbulkan salah paham, sebab hadis dha’if itu secara umum masih dapat di pertimbangkan untuk di amalkan. Sedangkan hadis palsu (maudhu), semi palsu (matruk), dan atau munkar tidak dapat dijadikan dalil untuk untuk beramal sama sekali, walau untuk mendorong amal-amal kebaikan (fadha’ilul a’mal).
Akan tetapi, kesalahpahaman itu akan segera hilang manakala diketahui bahwa hadis palsu dan sejenisnya itu merupakan bagian dari hadis dha’if. Karenanya, suatu saat, hadis palsu juga dapat disebut hadis dha’if. Karena pernyataannya, imam Al-Suyuti mendapat kritik dari para ulama’ karena dianggap tasahul (mempermudah) dalam menetapkan kualitas hadis. Salah satunya adalah dari imam Muhammad Abd. Ra’uf Al-Minawi dalam kitabnya Faidh Al-Qadir yang merupakan syarah (penjelasan) atas kitab Al-Jami’ Al-Shaghir.
Al-Minawi menyatakan bahwa pernyataan Al-Suyuti itu memberikan kesan bahwa imam Al-Baihaqi menilai hadis tersebut dha’if, padahal masalahnya tidak demikian. Imam Al-Baihaqi telah memberikan komentar atas hadis di atas, tetapi komentar imam Al-Baihaqi itu tidak dinukil oleh imam Al-Suyuti. Imam Al-Baihaqi ketika menyebutkan hadis tersebut, beliau memberikan komentar atas beberapa rawi yang terdapat dalam sanadnya.
Menurut imam Al-Baihaqi, di dalam sanad hadis itu terdapat nama-nama seperti Ma’ruf Bin Hisan, seorang rawi yang dha’if, dan Sulaiman Bin ‘Amr Al-Nakha’i, seorang rawi yang lebih dha’if daripada ma’ruf. Bahkan menurut kritikus hadis Al-Iraqi, Sulaiman adalah seorang pendusta.
Al-Minawi sendiri kemudian menyebut menyebut beberapa nama rawi yang terdapat dalam sanad hadis di atas, yaitu Abd Al-Malik Bin Umair, seorang yang sangat dha’if. Namun rawi yang paling parah kedha’ifannya adalah Sulaiman Bin Amr Al-Nakha’i tadi yang dinilai oleh para ulama kritikus hadis sebagai seorang pendusta dan pemalsu hadis. Imam Ahmad Bin Hanbal juga menyatakan bahwa Sulaiman Bin Amr Al-Nakha’i adalah pemalsu hadis.
Keterangan para ulama’ ini cukup untuk menetapkan bahwa hadis di atas itu palsu.
 Beraktifitas Malam Hari
Ternyata, hadis di atas itu telah memberikan dampak yang buruk bagi perilaku masyarakat islam, khususnya di Indonesia. Banyak orang yang berpuasa tidak mau bekerja pada siang hari. Mereka memilih tidur-tidur saja dengan alasan hadis di atas yang menyatakan bahwa tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah.
Memang benar, orang yang berpuasa itu meskipun tidur, ia tetap akan mendapatkan pahala. Tetapi pahala itu di perolehnya lantaran puasanya itu, bukan lantaran tidurnya. Memang, tidur pada siang hari itu akan mendapatkan pahala, apabila hal itu dilakukan agar dapat beraktifitas pada malam hari. Tetapi hal ini tidak ada kaitannya dengan ibadah puasa.
Dan setelah di ketahui bahwa hadis itu palsu, maka mudah-mudahan ia tidak akan beredar dan disebut-lagi di masyarakat, khususnya oleh para da’i dan muballigh. Dan pada gilirannya nanti mereka yang berpuasa akan tetap beraktifitas seperti biasa, tidak berlomba-lomba tidur pada siang hari.
Dan masih banyak lagi hadis hadis bermasalah seputar Ramadhan yang ternyata cukup populer di tengah-tengah masyarakat, diantaranya hadis tentang ramadhan tergantung zakat fitrah, bergembira dengan datangnya ramadhan, dan juga hadis tentang lima perbuatan yang membatalkan puasa, yang ternyata hadis-hadis tersebut statusnya adalah hadis palsu. Namun karena keterbatasan waktu, maka saya belum bisa menyajikannya dalam tulisan ini. Insyaallah di lain waktu saya akan menyampaikan hadis-hadis bermasalah yang lain yang cukup populer di masyarakat namun statusnya dha’if, bahkan bukan termasuk hadis. (Jakarta, 26 Agustus 2008)

Maroji/rujukan: Hadis-Hadis Bermasalah karangan Prof.KH.Ali Mustafa Yaqub.Dosen kami, Guru Besar Ilmu Hadis Institut Ilmu Alqur’an (IIQ) Jakarta.
(http://eljannahraheem.blogspot.com)

Jumat, 22 Agustus 2008

MEMBINA DIRI MEMBENTUK PERNIKAHAN SUCI

By: Taman_Surga

Sahabat, setiap kita tentu memiliki keinginan untuk menikah bukan? Walau setiap orang memiliki pandangan dan pendapat yang berbeda tentang kapan mereka siap untuk menikah. Sesungguhnya, tentang kesiapan pernikahan itu sendiri, memang hanya pribadi kita masing-masing yang mengetahuinya, karena kesiapan pernikahan bukan hanya mencakup kesiapan materi saja, melainkan juga keadaan mental dan kondisi fisik serta psikologis kita sebagai manusia dewasa. Karena itu, hukum menikah juga dapat berbeda pada setiap orang tergantung kondisi dan keadaan orang tersebut.

Menikah, hukum asalnya adalah mubah, yaitu suatu hal yang diperbolehkan oleh agama untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Kemudian menikah juga bisa berhukum sunnah, manakala kita secara fisik, mental maupun materi telah siap untuk menikah dan kita melakukannya dengan niat ibadah, untuk mengikuti sunnah Rasul dan untuk menghindari hal-hal yang tidak kita inginkan seperti zina. Menikah dapat berhukum haram, tatkala menikah dilakukan dengan niat untuk menyakiti pasangannya. Begitu pula menikah menjadi wajib, ketika seseorang secara fisik dan mental telah siap menikah, sedangkan kalau dia tidak menikah bisa menimbulkan kemadhorotan bagi dirinya dan lingkungannya, misalnya dia orang yang tidak bisa menahan nafsunya sehingga kalau tidak menikah dia akan terjerumus pada perzinahan. Orang dengan keadaan seperti ini, menikah menjadi wajib baginya meskipun secara materi dia belum mencukupi/belum siap. Seringkali kita mendapati seorang pemuda yang telah mencapai usia cukup untuk menikah, tetapi dia belum mau menikah, dan lebih memilih pacaran dengan alasan belum “siap”. Tentu belum siap disini maksudnya adalah secara materi, karena secara mental ataupun kondisi kejiwaan dia telah siap untuk itu yang di tandai dengan hubungan pacaran dia dengan seseorang yang menandakan bahwa sesungguhnya dia membutuhkan seseorang untuk berbagi. Islam sendiri tidak mengenal alasan seperti ini. Allah swt telah berfirman dalam Al-qur’an:

وَأَنكِحُوا الْأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ ﴿النور:٣٢﴾

“ Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak menikah dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.” (An-nur/24: 32)

Demikianlah janji Allah kepada hamba-Nya, selama kita yakin bahwa apa yang kita lakukan adalah benar dan niat kita baik, yakinlah bahwa pertolongan Allah akan selalu datang kepada kita, dan janji Allah itu benar adanya.

Sahabat, ketahuilah, sesungguhnya menikah adalah perkara yang sunnah untuk di segerakan. Rasulullah saw, bersabda:

Allah melarang kamu tergesa-gesa kecuali dalam tiga hal: pertama memandikan dan menguburkan jenazah, kedua, membayar hutang dan ketiga menikah.

Nah, ketika kamu telah siap dan memiliki calon yang tepat, tunggu apa lagi? Segeralah lakukan ta’aruf dan meminta pertimbangan dari orang tua. Setelah semua selesai, jangan tunggu lebih lama untuk menentukan tanggal dan hari pernikahan. Bukankah niat baik harus segera di segerakan?

Satu hal yang mungkin sering kita lupakan, islam tidak mengenal istilah pacaran, ataupun tunangan, tetapi kita di perbolehkan untuk mengenal calon istri atau calon suami kita lewat ta’aruf. Ta’aruf adalah istilah yang dipakai dalam islam untuk sebuah proses perkenalan sebelum memasuki gerbang pernikahan. Ta’aruf tentu berbeda dengan pacaran. Ta’aruf dilakukan untuk mengenal calon pendamping hidup kita lebih jauh, dan ta’aruf tidak memerlukan waktu yang lama. Sedang pacaran tak ada kejelasan tujuan dan waktu tentang arah hubungan yang dijalin. Sehingga umumnya pacaran berlangsung dalam waktu yang lama dan ketika putus merasa tak ada beban apa-apa. Nah, pada saat ta’aruf inilah kesempatan kita untuk mengetahui segala hal yang berkaitan dengan calon pendamping kita, selama ta’aruf, jangan malu untuk bertanya tentang apapun yang ingin kita ketahui, dan ta’aruf tidak terbatas pada calon pendamping hidup kita, kita juga dapat melakukan investigasi pada orang tuanya, pada keluarga dekatnya, pada tetangganya dan juga pada sahabat-sahabat terdekatnya.

Sahabat, pernikahan adalah suatu akad yang menghalalkan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim dan dengan akad tersebut menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya. Pernikahan adalah suatu ikatan yang suci, yang di dalamnya merupakan ladang pahala bagi yang menjaga niatnya dan juga bisa jadi sumber dosa bagi yang tak menjaga hak-hak dan kewajiban masing-masing pasangannya. Allah swt. menyebut ikatan pernikahan sebagai mitsaqon ghalidhan, perjanjian yang kokoh; satu istilah yang hanya di pakai Allah untuk menggambarkan ikatan perjanjian antara Allah dan Rasul-Nya. Begitu kokohnya ikatan pernikahan itu, sehingga mampu mengguncang ‘arsy Allah ketika ikatan itu dicerai beraikan. Terbayang kan, betapa berat dan agungnya ikatan perjanjian pernikahan itu? Karena itu, sebelum menikah, alangkah baiknya kalau sebelum memutuskan untuk menikah, kita semua menata hati kita dulu dan memperbaiki niat kita. Untuk apa kita menikah?

Sahabat, Menikah menyempurnakan separuh agama, begitulah diantara sabda rasulullah saw. Akan tetapi tentu tidak semua pernikahan kita membawa kesempurnaan bagi kehidupan agama kita. Hanya ketika kita memilih pendamping hidup yang tepat lah kehidupan pernikahan kita akan membawa kesempurnaan pada kehidupan agama kita. Dan tidak jarang pula sebaliknya, kehidupan pernikahan yang baru kita bina mengurangi intensitas dan integritas ibadah kita. Karena itu, sebelum memutuskan untuk menentukan pilihan, alangkah baiknya kita menentukan kriteria calon pendamping hidup yang ideal untuk kita nantinya.

Ada lima kapasitas tentang kriteria calon pendamping hidup kita yang harus kita tetapkan, lima kapasitas tersebut merupakan lima dimensi yang perlu dibina terus menerus agar manusia mencapai status insan kamil, kelima dimensi inilah yang harus kita tetapkan harus ada pada calon pendamping hidup kita. Kelima dimensi tersebut adalah:

Pertama, dimensi ruhiyah (spiritual), misalnya, secara ruhiyah kita tetapkan calon pendamping kita adalah laki-laki atau perempuan yang selama 3 tahun terakhir tidak pernah tertinggal shalat berjama’ah di masjid, pandai mengaji dan rajin puasa baik puasa wajib maupun puasa sunnah. Kedua, dimensi Aqliyah (intelektual), misalnya, laki-laki yang nyambung diajak ngobrol oleh menteri sampai sopir bajaj. Ketiga, dimensi syu’uriyah (mental, emosional) misalnya, laki-laki yang lulus di uji daya tahan marahnya berkali-kali alias soaabaaar….tenan. keempat, dimensi jasadiyah (fisikal, raga), misalnya laki-laki yang kuat jalan kaki Bogor-Jakarta atau Gresik-Surabaya, tidak pernah di rawat di rumah sakit, dan tidak merokok. Kelima dimensi manfaat (keterampilan).

Sahabat, setiap kita mengharapkan, pernikahan kita hanya sekali seumur hidup, tetapi jarang sekali dari kita yang mengerti, bagaimana cara menjaga agar pernikahan kita nantinya bisa berjalan dengan langgeng hingga maut memisahkan. Sehidup semati, begitu pameo yang kita semua dengar tentang arti sebuah kesetiaan. Tapi itu dulu, seiring berlalunya waktu, pameo itu mengalami perubahan makna; sehidup semati, yang satu hidup yang satu mati, begitu kira-kira makna bebas pameo itu sekarang. Karena itu, tak cukup kita berdo’a kepada Allah memohon pasangan sehidup semati, tetapi juga pasangan dunia akhirat. Alangkah bahagianya kita ketika kelak di surga dapat kembali berkumpul dengan belahan jiwa kita.

Sahabat, yakinlah, tiap kita diciptakan berpasang-pasangan, berapapun usia kita saat ini, calon pendamping hidup kita sudah ada, somewhere. Allah sang pemilik cinta masih menahannya bertemu dengan kita, untuk menilai dua hal dalam diri kita: pertama, apa saja langkah yang kita lakukan untuk sampai bertemu dan mengikat ikrar dengannya. Apakah langkah-langkah itu sejalan dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya, atau cara-cara seenak udel kita sendiri, sambil mengutip kiat-kiat yang tak jelas dasarnya dari tabloid infotainment? Kedua, Allah akan menilai bagaimana kita menjalankan cara dan langkah-langkah yang baik itu, apakah dengan cara yang baik, sabar, dan selalu kontak dengan Allah, ataukah dengan cara yang jumawa, merasa semua urusan bisa diselesaikan dengan akal kita yang cerdas, atau kemampuan gaul kita yang luas dan luwes?.

Penilaian Allah pada kedua hal tersebut akan menentukan pasangan seperti apa yang akan kita dapatkan nantinya. Jadi makna kalimat “jodoh di tangan Allah” itu pemahamannya harus dipertajam. Bukan sosok satu orangnya yang sudah ditentukan untuk kita, melainkan, kualitas dan cara kita menemukannya lah yang membawa kita pada ketentuan siapa kandidat calon pendamping hidup kita nantinya. Allah swt. Berfirman:

الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُوْلَئِكَ مُبَرَّؤُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ ﴿النور:٢٦﴾

“wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka(yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka(yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia(surga).” (An-nur/24:26)

Begitulah, kata Al-qur’an, pezina untuk pezina, shalihin untuk shalihat, musyrikin untuk musyrikat. Kalau kita cari jodoh di diskotik ya dapatnya dancer, cari jodoh di pasar ya dapatnya pedagang, cari di tempat pesta ya ketemunya party goer, cari di masjid ya ketemunya ahli ibadah. Ssssttt…., cara ketemunya dan niat kita juga menentukan lho, bisa saja misalnya kita cari di masjid, tapi karena cara dan niat kita salah, alih-alih dapat pendamping hidup yang sholeh, bisa-bisa yang di dapat malah maling sandal..!! hehe…..so, masih punya pikiran untuk menunda-nunda pernikahan??? Keciaan deh loo…… (Jakarta,17 agustus 2008 )

(http://eljannahraheem.blogspot.com)

Rabu, 13 Agustus 2008

UDHIYAH (KURBAN DAN AKIKAH)

oleh

Taman_surga

Pengertian Kurban dan Akikah serta Hukum Keduanya

Kurban adalah binatang yang disembelih dengan tujuan ibadah kepada Allah swt. Pada hari raya haji dan tiga hari setelahnya(tanggal 11-13dzulhijjah).

Hukum kurban

Sebagian ulama’ berpendapat bahwa kurban itu wajib, sedangkan sebagian yang lain berpendapat sunnah.

Alasan/dalil yang berpendapat kurban itu wajib (bagi yang mampu):

Firman Allah swt.

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ ﴿١﴾ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ ﴿٢﴾ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ ﴿٣﴾

“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni`mat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.”(Al-kautsar/108:1-3)

Sabda Rasulullah saw.:

عن ابى هريرة قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من وجد سعة فلم يضح فلايقربن مصلانا(رواه احمدوابن ماجه)

Dari Abu Hurairah, “Rasulullah saw. Telah bersabda: Barang siapa yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berkurban maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Alasan/dalil yang berpendapat bahwa kurban hukumnya sunnah:

امرت باالنحروهو سنة لكم(رواه الترمذى)

”Saya disuruh menyembelih kurban dan kurban itu sunnah bagi kamu”(HR.Tirmidzi).

Binatang Yang Sah Sebagai Kurban Dan Syarat-Syaratnya:

  1. Domba yang telah berumur satu tahun lebih atau sudah berganti giginya.
  2. Kambing yang telah berumur dua tahun lebih.
  3. Unta yang telah berumur lima tahun lebih.
  4. Sapi, kerbau yang telah berumur dua tahun lebih.

Sabda Rasulullah saw.:

Dari barra’ bin ‘azib, rasulullah saw. Telah bersabda: “empat macam binatang yang tidak sah dijadikan kurban: (1)rusak matanya, (2)sakit, (3) pincang, (4) kurus yang tidak berlemak lagi.” (HR. Ahmad, dan dinilai shahih oleh Tirmidzi)

Dan hadits Rasulullah saw.

Dari Jabir, Rasulullah saw. Bersabda: janganlah kamu menyembelih untuk kurban kecuali yang musinnah(telah berganti gigi). Jika sukar didapati, maka boleh jaz’ah (yang baru berumur satu tahun lebih) dari biri-biri.” (HR. Muslim).

Seekor kambing hanya untuk kurban satu orang, diqiaskan dengan denda meninggalkan wajib haji. Tetapi seekor unta, kerbau, dan sapi boleh untuk kurban tujuh orang.

Dalilnya adalah hadits berikut ini:

Dari jabir, “kami telah menyembelih kurban bersama-sama rasulullah saw. Pada tahun hudaibiyah, seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang.” (HR. Muslim)

Waktu Menyembelih Kurban

Waktu menyembelih kurban adalah mulai dari matahari setinggi tombak pada hari raya haji sampai terbenam matahari tanggal 13 dzulqo’dah(bulan haji).

Rasulullah saw. Bersabda:

من ذبح قبل الصلاةفانمايذبح لنفسه ومن ذبح بعدالصلاةوالخطبتين فقداتم نسكه واصاب سنةالمسلمين(رواه البخاري)

“Barang siapa menyembelih kurban sebelum shalat hari raya haji, maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan barang siapa yang menyembelih kurban setelah shalat hari raya haji dan dua khutbahnya, sesungguhnya ia telah menyempurnakan ibadahnya, dan ia telah menjalani aturan islam.” (HR. Bukhari)

Yang di maksud dengan shalat hari raya dalam hadits tersebut ialah waktunya, bukan shalatnya, karena mengerjakan shalat tidak menjadi syarat menyembelih kurban.

Sunnah tatkala menyembelih

Tatkala menyembelih kurban disunnahkan beberapa hal berikut:

  1. membaca bismillah.
  2. membaca shalawat atas nabi saw.
  3. takbir (membaca Allahu akbar).
  4. berdo’a supaya kurban diterima allah swt., seperti: ya allah, ini perbuatan dari perintah-Mu, saya kerjakan karena-Mu, terimalah oleh-Mu amalku ini.
  5. binatang yang di sembelih itu hendaklah dihadapkan ke kiblat.

Nazar Kurban

Apabila seseorang bernazar akan menyembelih kurban, maka hal itu menjadi wajib baginya sebagaimana hukum nazar yang lain, dan ia wajib menyedekahkan semuanya, dan orang yang bernazar tersebut tak boleh memakannya, dan juga tak boleh menjualnya sekalipun hanya kulitnya.

Kurban Sunnah

Maksudnya adalah tujuan yang dimaksud dalam berkurban ialah untuk menggembirakan fakir miskin di hari raya haji, sebagaimana di hari raya idul fitri mereka digembirakan dengan zakat fitrah. Oleh karena itu, daging kurban yang sunnah hendaklah di sedekahkan, kecuali sedikit, sunnah dimakan oleh yang berkurban. Kurban tidak boleh dijual, sekalipun hanya kulitnya.

فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ ﴿الحج:٢٨﴾

“ Maka makanlah sebagian darinya, dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (Al-hajj:28)

AKIKAH

Akikah adalah menyembelih hewan pada hari ketujuh dari hari lahirnya anak.

Hukum Akikah

Hukum akikah adalah sunnah bagi orang yang wajib menanggung nafkah si anak. Untuk anak laki-laki hendaklah disembelih dua ekor kambing, sedangkan untuk anak perempuan seekor kambing saja. Akikah hendaklah disembelih pada hari ketujuh setelah kelahiran anak. Tetapi kalau tidak dapat boleh juga beberapa hari setelah hari itu, asal anak belum sampai baligh(dewasa).

Rasulullah saw. Bersabda:

الغلام مرتهن بعقيقته تذبح عنه فى اليوم السابع ويحلق رﺃسه ويسمى(رواه احمدوالترمذي)

“Anak yang baru lahir menjadi rungguhan (tanggungan) sampai disembelihkan baginya akikah pada hari yang ketujuh dari hari lahirnya, dan di hari itu juga hendaklah dicukur rambut kepalanya dan di beri nama.” (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi)

Yang di maksud dengan menjadi rungguhan ialah sebagaimana rungguhan yang harus ditebus dengan membayar hutang. Begitu pula anak, di tebus dengan di sembelihnya akikah.

Berdasarkan hadits di atas sebagian ulama’ berpendapat bahwa akikah itu wajib di laksanakan. Yang lain berpendapat bahwa seorang anak jika ia meninggal di waktu kecil tidak akan memberi syafa’at kepada orang tuanya apabila orang tuanya tidak melaksanakan akikahnya.

Sebagian ulama juga berpendapat bahwa akikah itu tidak wajib berdasarkan sabda Rasulullah saw.:

من احب منكم ان ينسك عن ولده فليفعل عن الغلام شاتان مكاﻔﺄتان وعن الجارية شاة (رواه احمدوابوداودوالنسائ)

“Barang siapa di antara kamu ingin beribadah tentang anaknya, maka kerjakanlah untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sama umurnya, dan untuk anak perempuan seekor kambing.” (HR.Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa’i)

Binatang Akikah

Binatang yang sah menjadi akikah sama dengan keadaan binatang yang sah untuk kurban, macamnya, umurnya, dan jangan bercacat.

Kalau hanya menyembelih seekor saja untuk anak laki-laki, hal ini sudah memadai. Daging akikah disunnahkan untuk dimasak terlebih dahulu, kemudian di sedekahkan kepada fakir miskin. Orang yang melaksanakan akikah boleh memakan sedikit dari daging akikah sebagaimana kurban, kalau akikah itu sunnah (bukan nazar).sumber fiqih sunnah

Selasa, 05 Agustus 2008

Pendidikan Anak dalam Islam

Dan orang-orang yang berkata : “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami dari isteri-isteri kami dan keturunan kami kesenangan hati, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”( QS. Al-Furqan : 74 )Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(QS. At Tahrim: 6 ).“Apabila manusia mati maka terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu bermanfaat, atau anak shaleh yang mendo’akannya.”(HR. Muslim, dari Abu Hurairah)
PENDAHULUANSegala puji milik Allah Tuhan semesta alam.Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasul termulia, kepada keluarga dan para sahabatnya.Seringkali orang mengatakan: “Negara ini adikuasa, bangsa itu mulia dan kuat, tak ada seorangpun yang berpikir mengintervensi negara tersebut atau menganeksasinya karena kedigdayaan dan keperkasaannya” .Dan elemen kekuatan adalah kekuatan ekonomi, militer, teknologi dan kebudayaan. Namun, yang terpenting dari ini semua adalah kekuatan manusia, karena manusia adalah sendi yang menjadipusat segala elemen kekuatan lainnya. Tak mungkin senjata dapat dimanfaatkan, meskipun canggih, bila tidak ada orang yang ahli dan pandai menggunakannya. Kekayaan, meskipun melimpah, akan menjadi mubadzir tanpa ada orang yang mengatur dan mendaya-gunakannya untuk tujuan-tujuan yang bermanfaat.Dari titik tolak ini, kita dapati segala bangsa menaruh perhatian terhadap pembentukan individu, pengembangan sumber daya manusia dan pembinaan warga secara khusus agar mereka menjadi orang yang berkarya untuk bangsa dan berkhidmat kepada tanah air.Sepatutnya umat Islam memperhatikan pendidikan anak dan pembinaan individu untuk mencapai predikat “umat terbaik”, sebagaimana dinyatakan Allah ‘Azza Wa lalla dalam firman-Nya:
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dariyang munkar… “. (Surah Ali Imran : 110).Dan agar mereka membebaskan diri dari jurang dalam yang mengurung diri mereka, sehingga keadaan mereka dengan umat lainnya seperti yang beritakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam :“Hampir saja umat-umat itu mengerumuni kalian bagaikan orang-orang yang sedang makan berkerumun disekitar nampan.”. Ada seorang yang bertanya: “Apakah karena kita berjumlah sedikit pada masa itu?” Jawab beliau: “Bahkan kalian pada masa itu berjumlah banyak, akan tetapi kalian bagaikan buih air bah. Allah niscaya mencabut dari hati musuh kalian rasa takut kepada kalian, dan menanamkan rasa kelemahan dalam dada kalian”. Seorang bertanya: “Ya Rasulullah, apakah maksud kelemahan itu?” Jawab beliau: “Yaitu cinta kepada dunia dan enggan mati”.
PERANAN KELUARGA DALAM ISLAMKeluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam maupun non-Islam. Karerena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupanya (usia pra-sekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sudahnya.Dari sini, keluarga mempunyai peranan besar dalam pembangunan masyarakat. Karena keluarga merupakan batu pondasi bangunan masyarakat dan tempat pembinaan pertama untuk mencetak dan mempersiapkan personil-personilnya.Musuh-musuh Islam telah menyadari pentingya peranan keluarga ini. Maka mereka pun tak segan-segan dalam upaya menghancurkan dan merobohkannya. Mereka mengerahkan segala usaha ntuk mencapai tujuan itu. Sarana yang mereka pergunakan antara lain:
1. Merusak wanita muslimah dan mempropagandakan kepadanya agar meninggallkan tugasnya yang utama dalam menjaga keluarga dan mempersiapkan generasi.
2. Merusak generasi muda dengan upaya mendidik mereka di tempat-tempat pengasuhan yang jauh dari keluarga, agar mudah dirusak nantinya.
3. Merusak masyarakat dengan menyebarkan kerusakan dan kehancuran, sehingga keluarga, individu dan masyarakat seluruhnya dapat dihancurkan.
Sebelum ini, para ulama umat Islam telah menyadari pentingya pendidikan melalui keluarga. Syaikh Abu Hamid Al Ghazali ketika membahas tentang peran kedua orangtua dalam pendidikan mengatakan: “Ketahuilah, bahwa anak kecil merupakan amanat bagi kedua orangtuanya. Hatinya yang masih suci merupakan permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan apapun dan condong kepada apa saja yang disodorkan kepadanya Jika dibiasakan dan diajarkan kebaikan dia akan tumbuh dalam kebaikan dan berbahagialah kedua orang tuanya di dunia dari akherat, juga setiap pendidik dan gurunya. Tapi jika dibiasakan kejelekan dan dibiarkan sebagai mana binatang temak, niscaya akan menjadi jahat dan binasa. Dosanya pun ditanggung oleh penguru dan walinya. Maka hendaklah ia memelihara mendidik dan membina serta mengajarinya akhlak yang baik, menjaganya dari teman-teman jahat, tidak membiasakannya bersenang-senang dan tidak pula menjadikannya suka kemewahan, sehingga akan menghabiskan umurnya untuk mencari hal tersebut bila dewasa.”
TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ISLAMBanyak penulis dan peneliti membicarakan tentang tujuan pendidikan individu muslim. Mereka berbicara panjang lebar dan terinci dalam bidang ini, hal yang tentu saja bermanfaat. Apa yang mereka katakan kami ringkaskan sebagai berikut:” Nyatalah bahwa pendidikan individu dalam islam mempunyai tujuan yang jelas dan tertentu, yaitu: menyiapkan individu untuk dapat beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan tak perlu dinyatakan lagi bahwa totalitas agama Islam tidak membatasi pengertian ibadah pada shalat, shaum dan haji; tetapi setiap karya yang dilakukan seorang muslim dengan niat untuk Allah semata merupakan ibadah.” (Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Mu’atstsirat as Salbiyah fi Tarbiyati at Thiflil Muslim wa Thuruq ‘Ilajiha, hal. 76.
MEMPERHATIKAN ANAK SEBELUM LAHIRPerhatian kepada anak dimulai pada masa sebelum kelahirannya, dengan memilih isteri yang shalelhah, Rasulullah SAW memberikan nasehat dan pelajaran kepada orang yang hendak berkeluarga dengan bersabda :” Dapatkan wanita yang beragama, (jika tidak) niscaya engkau merugi” (HR.Al-Bukhari dan Muslim)Begitu pula bagi wanita, hendaknya memilih suami yang sesuai dari orang-orang yang datang melamarnya. Hendaknya mendahulukan laki-laki yang beragama dan berakhlak. Rasulullah memberikan pengarahan kepada para wali dengan bersabda :“Bila datang kepadamu orang yang kamu sukai agama dan akhlaknya, maka kawikanlah. Jika tidak kamu lakukan, nisacayaterjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar”Termasuk memperhatikan anak sebelum lahir, mengikuti tuntunan Rasulullah dalam kehidupan rumah tangga kita. Rasulullah memerintahkan kepada kita:“Jika seseorang diantara kamu hendak menggauli isterinya, membaca: “Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami”. Maka andaikata ditakdirkan keduanya mempunyai anak, niscaya tidak ada syaitan yang dapat mencelakakannya”.
MEMPERHATIKAN ANAK KETIKA DALAM KANDUNGANSetiap muslim akan merasa kagum dengan kebesaran Islam. Islam adalah agama kasih sayang dan kebajikan. Sebagaimana Islam memberikan perhatian kepada anak sebelum kejadiannya, seperti dikemukakan tadi, Islam pun memberikan perhatian besar kepada anak ketika masih menjadi janin dalam kandungan ibunya. Islam mensyariatkan kepada ibu hamil agar tidak berpuasa pada bulan Ramadhan untuk kepentingan janin yang dikandungnya. Sabda Rasulullah :“Sesungguhnya Allah membebaskan separuh shalat bagi orang yang bepergian, dan (membebaskan) puasa bagi orang yang bepergian, wanita menyusui dan wanita hamil” (Hadits riwayat Abu Dawud, At Tirmidzi dan An Nasa’i. Kata Al Albani dalam Takhrij al Misykat: “Isnad hadits inijayyid’ )Sang ibu hendaklah berdo’a untuk bayinya dan memohon kepada Allah agar dijadikan anak yang shaleh dan baik, bermanfaat bagi kedua orangtua dan seluruh kaum muslimin. Karena termasuk do’a yang dikabulkan adalah do’a orangtua untuk anaknya.MEMPERHATIKAN ANAK SETELAH LAHIRSetelah kelahiran anak, dianjurkan bagi orangtua atau wali dan orang di sekitamya melakukan hal-hal berikut:
1. Menyampaikan kabar gembira dan ucapan selamat atas kelahiran.Begitu melahirkan, sampaikanlah kabar gembira ini kepada keluarga dan sanak famili, sehingga semua akan bersuka cita dengan berita gembira ini. Firman Allah ‘Azza Wa Jalla tentang kisah Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam bersama malaikat:“Dan isterinya berdiri (di balik tirai lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan dari lshaq (akan lahir puteranya) Ya ‘qub. ” (Surah Hud : 71).Dan firman Allah tentang kisah Nabi Zakariya ‘Alaihissalam:“Kemudian malaikat Jibril memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya): “Sesungguhnya Allah mengembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu ) Yahya ” (Ali Imran: 39).Adapun tahni’ah (ucapan selamat), tidak ada nash khusus dari Rasul dalam hal ini, kecuali apa yang disampaikan Aisyah Radhiyallahu ‘Anha:“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam apabila dihadapkan kepada beliau anak-anak bayi, maka beliau mendo’akan keberkahan bagi mereka dan mengolesi langit-langit mulutnya (dengan korma atau madu )” ( Hadits riwayat Muslim dan Abu Dawud).Abu Bakar bin Al Mundzir menuturkan: Diriwayatkan kepada kami dari Hasan Basri, bahwa seorang laki-laki datang kepadanya sedang ketika itu ada orang yang baru saja mendapat kelahiran anaknya. Orang tadi berkata: Penunggang kuda menyampaikan selamat kepadamu. Hasan pun berkata: Dari mana kau tahu apakah dia penunggang kuda atau himar? Maka orang itu bertanya: Lain apa yang mesti kita ucapkan. Katanya: Ucapkanlah:“Semoga berkah bagimu dalam anak, yang diberikan kepadamu, Kamu pun bersyukur kepada Sang Pemberi, dikaruniai kebaikannya, dan dia mencapai kedewasaannya” ( Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Tuhfatul fi Ahkamil Maulud.)
2. Menyerukan adzan di telinga bayi.Abu Rafi’ Radhiyallahu ‘Anhu menuturkan:“Aku melihat Rasulullah memperdengarkan adzan pada telinga Hasan bin Ali ketika dilahirkan Fatimah” ( Hadits riwayat Abu Dawud dan At Tirmidzi.Hikmahnya, Wallahu A’lam, supaya adzan yang berisi pengagungan Allah dan dua kalimat syahadat itu merupakan suara yang pertama kali masuk ke telinga bayi. Juga sebagai perisai bagi anak, karena adzan berpengaruh untuk mengusir dan menjauhkan syaitan dari bayi yang baru lahir, yang ia senantiasa berupaya untuk mengganggu dan mencelakakannya. Ini sesuai dengan pemyataan hadits:” Jika diserukan adzan untuk shalat, syaitan lari terbirit-birit dengan mengeluarkan kentut sampai tidak mendengar seruan adzan” (Ibid)
3. Tahnik (Mengolesi langit-langit mulut).Termasuk sunnah yang seyogianya dilakukan pada saat menerima kelahiran bayi adalah tahnik, yaitu melembutkan sebutir korma dengan dikunyah atau menghaluskannya dengan cara yang sesuai lalu dioleskan di langit-langit mulut bayi. Caranya,dengan menaruh sebagian korma yang sudah lembut di ujung jari lain dimasukkan ke dalam mulut bayi dan digerakkan dengan lembut ke kanan dan ke kiri sampai merata. Jika tidak ada korma, maka diolesi dengan sesuatu yang manis (seperti madu atau gula). Abu Musa menuturkan:“Ketika aku dikaruniai seorang anak laki-laki, aku datang kepada Nabi, maka beliau menamainya Ibrahim, mentahniknya dengan korma dan mendo’akan keberkahan baginya, kemudian menyerahkan kepadaku”.Tahnik mempunyai pengaruh kesehatan sebagaimana dikatakan para dokter. Dr. Faruq Masahil dalam tulisan beliau yang dimuat majalah Al Ummah, Qatar, edisi 50, menyebutkan: “Tahnik dengan ukuran apapun merupakan mu’jizat Nabi dalam bidang kedokteran selama empat belas abad, agar umat manusia mengenal tujuan dan hikmah di baliknya. Para dokter telah membuktikan bahwa semua anak kecil (terutama yang baru lahir dan menyusu) terancam kematian, kalau terjadi salah satu dari dua hal:a. Jika kekurangan jumlah gula dalam darah (karena kelaparan).b. Jika suhu badannya menurun ketika kena udara dingin di sekelilingnya.”‘
4. Memberi nama.Termasuk hak seorang anak terhadap orangtua adalah memberi nama yang baik. Diriwayatkan dari Wahb Al Khats’ami bahwa Rasulullah bersabda:” Pakailah nama nabi-nabi, dan nama yang amat disukai Allah Ta’ala yaitu Abdullah dan Abdurrahman, sedang nama yang paling manis yaitu Harits dan Hammam, dan nama yang sangat jelek yaitu Harb dan Murrah” ( HR.Abu Daud An Nasa’i)Pemberian nama merupakan hak bapak.Tetapi boleh baginya menyerahkan hal itu kepada ibu. Boleh juga diserahkan kepada kakek, nenek,atau selain mereka.Rasulullah merasa optimis dengan nama-nama yang baik. Disebutkan Ibnul Qayim dalam Tuhfaful Wadttd bi Ahkami Maulud, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam tatkala melihat Suhail bin Amr datang pada hari Perjanjian Hudaibiyah beliau bersabda: “Semoga mudah urusanmu”Dalam suatu perjalanan beliau mendapatkan dua buah gunung, lain beliau bertanya tentang namanya. Ketika diberitahu namanya Makhez dan Fadhih, beliaupun berbelok arah dan tidak melaluinya.( Ibnu Qayim Al Jauziyah, Tuhfatul Wadud, hal. 41.)Termasuk tuntunan Nabi mengganti nama yang jelek dengan nama yang baik. Beliau pernah mengganti nama seseorang ‘Ashiyah dengan Jamilah, Ashram dengan Zur’ah. Disebutkan oleh Abu Dawud dalam kitab Sunan :”Nabi mengganti nama ‘Ashi, ‘Aziz, Ghaflah, Syaithan, Al Hakam dan Ghurab. Beliau mengganti nama Syihab dengan Hisyam, Harb dengan Aslam, Al Mudhtaji’ dengan Al Munba’its, Tanah Qafrah (Tandus) dengan Khudrah (Hijau), Kampung Dhalalah (Kesesatan) dengan Kampung Hidayah (Petunjuk), dan Banu Zanyah (Anak keturunan haram) dengan Banu Rasydah (Anak keturunan balk).” (Ibid)
5. Aqiqah.Yaitu kambing yang disembelih untuk bayi pada hari ketujuh dari kelahirannya. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Salman bin Ammar Adh Dhabbi, katanya: Rasulullah bersabda:“Setiap anak membawa aqiqah, maka sembelihlah untuknya dan jauhkanlah gangguan darinya” (HR. Al Bukhari.)Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha,bahwaRasulullah bersabda:“Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sebanding, sedang untuk anak perempuan seekor kambing” (HR. Ahmad dan Turmudzi).Aqiqah merupakah sunnah yang dianjurkan. Demikian menurut pendapat yang kuat dari para ulama. Adapun waktu penyembelihannya yaitu hari ketujuh dari kelahiran. Namun, jika tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh boleh dilaksanakan kapan saja, Wallahu A’lam.Ketentuan kambing yang bisa untuk aqiqah sama dengan yang ditentukan untuk kurban. Dari jenis domba berumur tidak kurang dari 6 bulan, sedang dari jenis kambing kacang berumur tidak kurang dari 1 tahun, dan harus bebas dari cacat.
6. Mencukur rambut bayi dan bersedekah perak seberat timbangannya.Hal ini mempunyai banyak faedah, antara lain: mencukur rambut bayi dapat memperkuat kepala, membuka pori-pori di samping memperkuat indera penglihatan, pendengaran dan penciuman. (Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Auladfil Islam, juz 1.)Bersedekah perak seberat timbangan rambutnya pun mempunyai faedah yang jelas.Diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad, dari bapaknya, katanya:“Fatimah Radhiyalllahu ‘anha menimbang rambut Hasan, Husein, Zainab dan Ummu Kaltsum; lalu ia mengeluarkan sedekah berupa perak seberat timbangannya (HR. Imam Malik dalam Al Muwaththa’)
7. Khitan.Yaitu memotong kulup atau bagian kulit sekitar kepala zakar pada anak laki-laki, atau bagian kulit yang menonjol di atas pintu vagina pada anak perempuan. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah bersabda:“Fitrah itu lima: khitan, mencukur rambut kemaluan, memendekkan kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak” (HR. Al-bukhari, Muslim)Khitan wajib hukumnya bagi kaum pria, dan rnustahab (dianjurkar) bagi kaum wanita.WallahuA’lam.
Inilah beberapa etika terpenting yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh orangtua atau pada saat-saat pertama dari kelahiran anak.Namun, di sana ada beberapa kesalahan yang terjadi pada saat menunggu kedatangannya Secara singkat, antara lain:
A. Membacakan ayat tertentu dari Al Qur’an untuk wanita yang akan melahirkan; atau menulisnya lalu dikalungkan pada wanita, atau menulisnya lalu dihapus dengan air dan diminumkan kepada wanita itu atau dibasuhkan pada perut danfarji (kemaluan)nya agar dimudahkan dalam melahirkan. ltu semua adalah batil, tidak ada dasamya yang shahih dari Rasulullah, Akan tetapi bagi wanita yang sedang menahan rasa sakit karena melahirkan wajib berserah diri kepada Allah agar diringankan dari rasa sakit dan dibebaskan dari kesulitannya Dan ini tidak bertentangan dengan ruqyah yang disyariatkan.
B. Menyambut gembira dan merasa senang dengan kelahiran anak laki-laki, bukan anak perempuan.Hal ini termasuk adat Jahiliyah yang dimusuhi Islam. Firman Allah yang berkenaan dengan mereka:“Apabila seseorang dari merea diberi kabar dengan (kelahiran) anak, perempuan, hitamlah (merah padamlah) matanya, dan dia sangat marah; ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan padanya. Apakah dia akan memeliharannya dengan menanggumg kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang telah mereka lakukan itu”(Surah An Nahl : 58-59).Mungkin ada sebagian orang bodoh yang bersikap berlebihan dalam hal ini dan memarahi isterinya karena tidak melahirkan kecuali anak perempuan. Mungkin pula menceraikan isterinya karena hal itu, padahal kalau dia menggunakan akalnya, semuanya berada di tangan Allah ‘Azza wa lalla. Dialah yang memberi dan menolak. Firman-Nya:Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki atau Dia menganugerahkan kepada siapa yang dia kehendaki-Nya, dan dia menjadikan Mandul siapa yang Dia kehendaki…” (Surah Asy Syura :49-50).Semoga Allah memberikan petunjukkepada seluruh kaum Muslimin.
C. Menamai anak dengan nama yang tidak pantas.Misalnya, nama yang bermakna jelek, atau nama orang-orang yang menyimpang seperti penyanyi atau tokoh kafir. Padahal menamai anak dengan nama yang baik merupakan hak anak yang wajib atas walinya.Termasuk kesalahan yang berkaitan dengan pemberian nama, yaitu ditangguhkan sampai setelah seminggu.
D. Tidak menyembelih aqiqah untuk anak padahal mampu melakukannya. Aqiqah merupakan tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam, dan mengikuti tuntunan beliau adalah sumber segala kebaikan.
E. Tidak menetapi jumlah bilangan yang ditentukan untuk aqiqah. Ada yang mengundang untuk acara aqiqah semua kenalannya dengan menyembelih 20 ekor kambing, ini merupakan tindakan berlebihan yang tidak disyariatkan. Ada pula yang kurang dari jumlah bilangan yang ditentukan, dengan menyembelih hanya seekor kambing untuk anak iaki-laki, inipun menyalahi yang disyariatkan. Maka hendaklah kita menetapi sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi wasalam tanpa menambah ataupun mengurangi.
F. Menunda khitan setelah akil baligh.Tradisi ini dulu terjadi pada beberapa suku, seorang anak dikhitan sebelum kawin dengan cara yang biadab di hadapan orang banyak.Itulah sebagian kesalahan, dan masih banyak lainnya. Semoga cukup bagi kita dengan menyebutkan etika dan tata cara yang dituntunkan ketika menerima kelahiran anak. Karena apapun yang bertentangan dengan hal-hal tersebut, termasuk kesalahan yang tidak disyariatkan. (Disarikan dari kitab Adab Istiqbal al Maulud fil Islam, oleh ustadz Yusuf Abdullah al Arifi)
MEMPERHATIKAN ANAK PADA USIA ENAM TAHUN PERTAMAPeriode pertama dalam kehidupan anak (usia enam tahun pertama) merupakan periode yang amat kritis dan paling penting. Periode ini mempunyai pengaruh yang sangat mendalam dalam pembentukan pribadinya. Apapun yang terekam dalam benak anak pada periede ini, nanti akan tampak pengaruh-pengaruhnya dengannyata pada kepribadiannya ketika menjadi dewasa. (Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Muatstsirat as Salbiyah.)Karena itu, para pendidik perlu memberikan banyak perhatian pada pendidikan anak dalam periode ini.Aspek-aspek yang wajib diperhatikan oleh kedua orangtua dapat kami ringkaskan sebagai berikut:
1. Memberikan kasih sayang yang diperlukan anak dari pihak kedua orangtua, terutama ibu.Ini perlu sekali, agar anak belajar mencintai orang lain. Jika anak tidak merasakan cintakasih ini,maka akan tumbuh mencintai dirinya sendiri saja dan membenci orang disekitamya. “Seorang ibu yang muslimah harus menyadari bahwa tidak ada suatu apapun yang mesti menghalanginya untuk memberikan kepada anak kebutuhan alaminya berupa kasih sayang dan perlindungan. Dia akan merusak seluruh eksistensi anak, jika tidak memberikan haknya dalam perasaan-perasaan ini, yang dikaruniakan Allah dengan rahmat dan hikmah-Nya dalam diri ibu, yang memancar dengan sendirinya untuk memenuhi kebutuhan anak.” (Muhammad Quthub,Manhaiut Tarbiyah Al Islamiyah, juz 2.)Maka sang ibu hendaklah senantiasa memperhatikan hal ini dan tidak sibuk dengan kegiatan karir di luar rumah, perselisihan dengan suami atau kesibukan lainnya.
2. Membiasakan anak berdisiplin mulai dari bulan-bulan pertama dari awal kehidupannya.Kami kira, ini bukan sesuatu yang tidak mungkin. Telah terbukti bahwa membiasakan anak untuk menyusu dan buang hajat pada waktu-waktu tertentu dan tetap, sesuatu yang mungkin meskipun melalui usaha yang berulang kali sehingga motorik tubuh akan terbiasa dan terlatih dengan hal ini.Kedisiplinan akan tumbuh dan bertambah sesuai dengan pertumbuhan anak, sehingga mampu untuk mengontrol tuntutan dan kebutuhannya pada masa mendatang.
3. Hendaklah kedua orangtua menjadi teladan yang baik bagi anak dari permulaan kehidupannya.Yaitu dengan menetapi manhaj Islam dalam perilaku mereka secara umum dan dalam pergaulannya dengan anak secara khusus. Jangan mengira karena anak masih kecil dan tidak mengerti apa yang tejadi di sekitarnya, sehingga kedua orangtua melakukan tindakan-tindakan yang salah di hadapannya. Ini mempunyai pengaruh yang besar sekali pada pribadi anak. “Karena kemampuan anak untuk menangkap, dengan sadar atau tidak, adalah besar sekali. Terkadang melebihi apa yang kita duga. Sementara kita melihatnya sebagai makhluk kecil yang tidak tahu dan tidak mengerti. Memang, sekalipun ia tidak mengetahui apa yang dilihatnya, itu semua berpengaruh baginya. Sebab, di sana ada dua alat yang sangat peka sekali dalam diri anak yaitu alat penangkap dan alat peniru, meski kesadarannya mungkin terlambat sedikit atau banyak.Akan tetapi hal ini tidak dapat merubah sesuatu sedikitpun. Anak akan menangkap secara tidak sadar, atau tanpa kesadaran puma, dan akan meniru secara tidak sadar, atau tanpa kesadaran purna, segala yang dilihat atau didengar di sekitamya.” (Ibid.)
4. Anak dibiasakan dengan etiket umum yang mesti dilakukan dalam pergaulannya.Antara lain: (Silahkan lihat Ahmad Iuuddin Al Bayanuni,MinhajAt TarbiyahAsh Shalihah.)
” Dibiasakan mengambil, memberi, makan dan minum dengan tangan kanan. Jika makan dengan tangan kiri, diperingatkan dan dipindahkan makanannya ke tangan kanannya secara halus.
” Dibiasakan mendahulukan bagian kanan dalam berpakaian. Ketika mengenakan kain, baju, atau lainnya memulai dari kanan; dan ketika melepas pakaiannya memulai dari kiri.
” Dilarang tidur tertelungkup dandibiasakan ·tidur dengan miring ke kanan.
” Dihindarkan tidak memakai pakaian atau celana yang pendek, agar anak tumbuh dengan kesadaran menutup aurat dan malu membukanya.
” Dicegah menghisap jari dan menggigit kukunya.
” Dibiasakan sederhana dalam makan dan minum, dan dijauhkan dari sikap rakus.
” Dilarang bermain dengan hidungnya.
” Dibiasakan membaca Bismillah ketika hendak makan.
” Dibiasakan untuk mengambil makanan yang terdekat dan tidak memulai makan sebelum orang lain.
” Tidak memandang dengan tajam kepada makanan maupun kepada orang yang makan.
” Dibiasakan tidak makan dengan tergesa-gesa dan supaya mengunyah makanan dengan baik.
” Dibiasakan memakan makanan yang ada dan tidak mengingini yang tidak ada.
” Dibiasakan kebersihan mulut denganmenggunakan siwak atau sikat gigi setelah makan, sebelum tidur, dan sehabis bangun tidur.
” Dididik untuk mendahulukan orang lain dalam makanan atau permainan yang disenangi, dengan dibiasakan agar menghormati saudara-saudaranya, sanak familinya yang masih kecil, dan anak-anak tetangga jika mereka melihatnya sedang menikmati sesuatu makanan atau permainan.
” Dibiasakan mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengulanginya berkali-kali setiap hari.
” Dibiasakan membaca “AZhamdulillah” jika bersin, dan mengatakan
“Yarhamukallah” kepada orang yang bersin jika membaca “Alhamdulillah”.
” Supaya menahan mulut dan menutupnya jika menguap, dan jangan sampai bersuara.
” Dibiasakan berterima kasih jika mendapat suatu kebaikan, sekalipun hanya sedikit.
” Tidak memanggil ibu dan bapak dengan namanya, tetapi dibiasakan memanggil dengan kata-kata: Ummi (Ibu), dan Abi (Bapak).
” Ketika berjalan jangan mendahului kedua orangtua atau siapa yang lebih tua darinya, dan tidak memasuki tempat lebih dahulu dari keduanya untuk menghormati mereka.
” Dibiasakan bejalan kaki pada trotoar, bukan di tengah jalan.
” Tidak membuang sampah dijalanan, bahkan menjauhkan kotoran darinya.” Mengucapkan salam dengan sopan kepada orang yang dijumpainya dengan mengatakan “Assalamu ‘Alaikum” serta membalas salam orang yang mengucapkannya.
” Diajari kata-kata yang benar dan dibiasakan dengan bahasa yang baik.
” Dibiasakan menuruti perintah orangtua atau siapa saja yang lebih besar darinya, jika disuruh sesuatu yang diperbolehkan.
” Bila membantah diperingatkan supaya kembali kepada kebenaran dengan suka rela, jika memungkinkan. Tapi kalau tidak, dipaksa untuk menerima kebenaran, karena hal ini lebih baik daripada tetap membantah dan membandel.
” Hendaknya kedua orangtua mengucapkan terima kasih kepada anak jika menuruti perintah dan menjauhi larangan. Bisa juga sekali-kali memberikan hadiah yang disenangi berupa makanan, mainan atau diajak jalan-jalan.
” Tidak dilarang bermain selama masih aman, seperti bermain dengan pasir dan permainan yang diperbolehkan, sekalipun menyebabkan bajunya kotor. Karena permainan pada periode ini penting sekali untuk pembentukan jasmani dan akal anak.
” Ditanamkan kepada anak agar senang pada alat permainan yang dibolehkan seperti bola, mobil-mobilan, miniatur pesawat terbang, dan lain-lainnya. Dan ditanamkan kepadanya agar membenci alat permainan yang mempunyai bentuk terlarang seperti manusia dan hewan.
” Dibiasakan menghormati milik orang lain, dengan tidak mengambil permainan ataupun makanan orang lain, sekalipun permainan atau makanan saudaranya sendiri.

Design by infinityskins.blogspot.com 2007-2008