Rabu, 13 Mei 2009

MERESPON FATWA MUI TENTANG HARAMNYA ROKOK DAN REAKSI BERBAGAI KALANGAN

(catatan pribadi)Rata Tengah

By: Raudlah el Jannah Raheem Ulhaque S.Pd.I

Beberapa waktu yang lalu, mui dalam sidang ijtima’ di padang panjang mengeluarkan fatwa yang cukup controversial dan cukup berani yaitu haramnya merokok. Tentu hal ini cukup controversial, mengingat hal ini menyangkut keterlibatan berbagai kalangan masyarakat yang terlibat dengan rokok merokok itu sendiri, mulai dari masyarakat kalangan individu (yaitu para perokok itu sendiri dan pribadi yang sangat amat terganggu dengan asap rokok ) sampai kalangan masyarakat dari kelompok yang cukup besar ( para pengusaha rokok dan bahan baku rokok, serta para pekerja yang bekerja di sector yang berhubungan dengan rokok itu sendiri: karyawan pabrik rokok, buruh linting, buruh tani tembakau dll.). sehingga wajar kalau fatwa tersebut menuai berbagai komentar, dari yang mendukung dan membenarkan, sampai yang mengecam bahkan marah dan menyalahkan. Hal ini tentu tak lepas dari berbagai kepentingan yang melatarbelakangi komentar berbagai kalangan masyarakat dan kaitan antara komentator dengan rokok itu sendiri. Karena itu, begitu fatwa mui tersebut dikeluarkan dan seorang teman dekat menyuruh saya untuk menulis sepatah dua patah catatan terkait fatwa mui tersebut di atas, saya tidak langsung mengiyakan, karena saya masih memperhatikan perkembangan keadaan dan komentar dari berbagai kalangan terkait fatwa mui itu sendiri. Dan benar saja, tak lama setelah fatwa mui tersebut dikeluarkan, muncullah komentar dari berbagai kalangan mulai dari komentar yang mendukung, bahkan yang mengecam fatwa tersebut. Yang tak kalah menarik, komentar yang menentang fatwa tersebut bahkan muncul dari kalangan beberapa orang ulama’ sendiri (yang dalam bahasa masyarakat kita disebut kyai), yang notabene menjadi rujukan masyarakat dalam urusan agama.
Saya pribadi disini bukanlah siapa-siapa, dan tidak punya kepentingan apapun dengan rokok merokok. Saya bukan perokok, bukan pemilik pabrik rokok atau juragan tembakau, bukan pula karyawan yang bekerja di pabrik rokok. saya hanya seseorang yang secara pribadi selama ini merasa sangat terganggu dan sangat tidak nyaman dengan asap rokok. Juga seseorang yang secara pribadi merasa prihatin dengan perilaku para generasi muda bangsa ini (para pelajar khususnya) yang tanpa rasa berdosa membelanjakan uang hasil jerih payah orang tua mereka yang sebenarnya ditujukan untuk menunjang prestasi belajar mereka, tetapi dipakai untuk membeli sebatang rokok. Karena didasari pertimbangan inilah saya tertarik untuk membuat catatan kecil ini. Ini bukan sebuah ijtihad (karena saya bukanlah seorang alim yang menguasai ilmu agama dan layak menjadi mujtahid), saya hanya seorang yang jahil yang mencoba tak pernah berhenti belajar meski harus berlomba dengan usia. Dan ini hanyalah sebuah pendapat yang lahir dari segala keterbatasan ilmu saya.
Rokok merokok sebetulnya memang sudah diperdebatkan tentang status hukumnya sejak lama. Dikalangan para ulama’ terdahulu sendiri terdapat perbedaan tentang hukum rokok itu sendiri. Perbedaan hukum ini terjadi dikarenakan dalam dalil Naqli (al-Quran dan Hadis Nabi) tidak terdapat dalil yang secara shorih (jelas) menyebutkan hukum merokok sehingga di perlukan dasar hukum lain untuk menetapkan status hukumnya. Dan dasar hukum tersebut diantaranya adalah ijtihad para ulama’. Dan tentu saja, sebagai produk hukum buatan manusia, hukum tersebut tidak mutlak kebenarannya. Sebagaimana perkataan ulama’ ahli ijtihad itu sendiri, hasil ijtihad mereka mengandung kemungkinan benar dan kemungkinan salah. Imam syafii sendiri pernah mengatakan : hasil ijtihad saya ini mengandung kemungkinan benar dan kemungkinan salah dan begitu juga hasil ijtihad ulama’ yang lain yang bertentangan dengan saya juga mengandung kemungkinan benar dan kemungkinan salah. Demikian menurut imam syafii.
Merokok, hokum asalnya adalah mubah sebagaimana kaidah ushul yang mengatakan al-ashlu fil asyyaa’ ibahah (hokum asal segala sesuatu adalah mubah), kemudian hokum mubah segala sesuatu ini bisa berubah dan meningkat sesuai dengan sebab dan akibat yang di timbulkannya apakah sesuatu itu mendatangkan kebaikan dan hikmah ataukah malah akan menimbulkan kerusakan dan keburukan baik bagi pribadi maupun masyarakat (maslahah atau mudlorot atau mafsadat). Berdasarkan maslahah dan mudlorot atau mafsadat inilah hokum syari’at ditetapkan baik yang bersifat langsung dari wahyu ataupun dari hasil ijtihad manusia. Karena itulah, pada mulanya para ulama’ ahli ijtihad menetapkan hokum merokok adalah makruh, yaitu boleh dilakukan tapi dibenci Allah. Hokum makruh ini ditetapkan bukan tanpa alasan, tetapi untuk memberi pengertian kepada perokok bahwa walaupun tidak ada dalil qath’I dalam nash yang menjelaskan keharaman merokok, tapi yang harus diketahui adalah merokok merugikan diri sendiri karena tidak baik untuk kesehatan. Tentu saja hokum ini tidak berhenti sampai disini, ketika suatu ketika didapati alasan yang lebih kuat tentang akibat negative dari merokok yang ternyata tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga merugikan lingkungan sekitar termasuk orang-orang yang tidak merokok yang merasa terganggu dengan asap rokok atau efek negative merokok pada kalangan anak-anak dan remaja, maka disini berlaku juga kaidah ushul fiqih dar’ul mafasid wa jalbul mashalih (menolak kerusakan dengan menggantinya dengan kebaikan)

(catatan kecil tentang tulisan ini...)
tulisan ini basi yah..??? hehe..jelas aja, karena tulisan ini di buat tepat pada hari jumat tanggal 06 februari 2009 lalu saat gencar-gencarnya fatwa MUI tentang rokok dan golput itu.,sayangnya saya ini menulis tergantung mood,jadi waktu lagi bad mood tulisan yang kubuat gak selesai-selesai. sayang sih sebenarnya, tapi mau gimana lagi lha wong waktu bad mood itu pikirannya jadi buntu gak mau jalan, jadi gak tau apa yang mau ditulis..oya, sebenarnya tulisan ini belum selesai juga, tapi waktu kulihat blogku kosong selama berbulan-bulan, yah tulisan yang belum selesai inilah yang "terpaksa" ku posting..untuk pembaca semuanya..selain meminta maaf apabila ada yang tidak berkenan dengan tulisan saya ini, juga jangan lupa komentarnya yah..siapa tau komentar anda menjadi pemacu semangat saya dalam menulis..maklum, cita-cita jadi jurnalis tinggal angan-angan, sekarang fokus jadi pendidik generasi penerus bangsa..sama-sama pekerjaan mulia kan..???
terakhir...terima kasih telah mengunjungi blog yang sederhana ini..semoga bermanfaat yah...save our world today..apapun yang terjadi dalam hidup kita, jadikanlah hidup kita bermanfaat bagi kita sendiri dan bagi sesama...Peace...!!!!

Senin, 23 Februari 2009

PENDIDIK, TANGGUNG JAWAB DAN PROFESIONALISME DALAM MENDIDIK: Sebuah Dilema Pendidik Masa Kini

Oleh

Raudlah el Jannah Raheem Ulhaque S.Pd.I

Guru, sebagaimana pameo lama, adalah sosok yang di gugu dan di tiru, guru adalah sebagai orang tua kedua bagi anak didiknya. Karena itu, sebelum memberikan ilmunya, yang pertama harus dilakukan oleh guru adalah menganggap anak didiknya sebagai anak sendiri. Agar timbul rasa belas kasih dan kasih sayang yang tulus dalam mengajar, sehingga guru ikhlas dalam mengajarkan ilmunya karena tanggung jawab dan perhatian, bukan hanya karena materi dan mengharap imbalan.
Sebagai seorang pendidik, guru mempunyai tanggung jawab yang sangat besar terhadap hasil didikannya. Kita semua tahu bahwa para orang tua menitipkan dan mempercayakan anaknya pada lembaga pendidikan baik sekolah maupun pesantren (formal dan informal) adalah agar sang anak menjadi pribadi yang bukan hanya pandai dari segi intelektual, melainkan juga cerdas secara moral dan spriritual alias menjadi orang yang pintar, baik dan berbudi. Tentu sebagai tenaga pendidik, guru seharusnya memiliki kemampuan untuk itu, yang dilakukan dengan cara professional sesuai dengan kaidah paedagogie atau kaidah didaktik.
Dalam dunia didaktik atau pendidikan, sebagian para ahli pendidikan membedakan antara pendidikan dan pengajaran, meskipun keduanya sangat sulit dipisahkan, akan tetapi, memang terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara makna kedua istilah tersebut. Pengajaran, menurut kamus besar bahasa Indonesia (1991) berasal dari kata “ajar”, artinya petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui atau diturut. Kata “mengajar” berarti memberi pelajaran. Berdasarkan arti-arti ini, kemudian kamus besar bahasa Indonesia itu mengartikan pengajaran sebagai “Proses perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan. Berdasarkan pengertian ini, pengajaran adalah kegiatan menyampaikan materi pelajaran kepada siswa agar ia menerima dan menguasai materi pelajaran tersebut, atau dengan kata lain agar siswa tersebut memiliki ilmu pengetahuan.
Sedangkan pendidikan, dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam pengertian yang luas dan representatif (mewakili atau mencerminkan segala segi), pendidikan ialah seluruh tahapan pengembangan kemampuan-kemampuan dan perilaku-perilaku manusia dan juga proses penggunaan hampir seluruh pengalaman kehidupan.
Sebagian orang memahami arti pendidikan sebagai pengajaran, karena pendidikan pada umumnya selalu membutuhkan pengajaran. Pemahaman ini memang tidak sepenuhnya salah, karena pengajaran boleh jadi tidak sama persis dengan pendidikan, tetapi tidak berarti diantara keduanya terdapat jurang pemisah yang mengakibatkan timbulnya perbedaan yang mencolok. Pendidikan juga boleh dipandang lebih utama daripada pengajaran, dalam arti sebagai konsep ideal (sebagai landasan hukum). Namun, sulit dipercaya apabila ada sebuah sistem pendidikan dapat berjalan tanpa pengajaran. Intinya, seperti yang diungkapkan dosen penguji dalam sidang skripsi saya, pengajaran membuat seseorang menjadi pintar, sedangkan pendidikan membuat seseorang menjadi benar. Ini karena pengajaran hanya mentransfer ilmu pengetahuan dari guru kepada murid, sedangkan pendidikan bukan hanya mentransfer ilmu pengetahuan, melainkan juga disertai dengan penekanan agar murid mengaplikasikan ilmu pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan tidak bertentangan dengan norma.
Dalam mendidik, tentu setiap guru memiliki cara dan metodenya sendiri, yang tujuan utamanya adalah agar ilmu pengetahuan yang di transfer dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh semua anak didiknya. Karena itu, dalam menggunakan metode harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi anak didik. Contoh kecilnya adalah, seorang pendidik yang mengajar di tempat yang terpencil dimana sarana dan prasarana yang ada kurang memadai, tentu media yang digunakan dalam mengajarpun terbatas, sehingga dibutuhkan metode yang menarik minat siswa dalam pelajaran, untuk pelajaran Ilmu pengetahuan alam, misalnya, guru dapat langsung menggunakan segala yang terdapat di alam sekitar yang sesuai dengan materi yang disampaikan sebagai media atau alat bantu. Tentu dibutuhkan kreatifitas dan keahlian guru dalam mengatasi masalah seperti diatas.
Begitu besar dan beratnya tanggung jawab yang dipikul oleh seorang guru dalam mendidik dan mencerdaskan anak didiknya, sehingga seringkali karena beban tersebut guru melakukan segala cara yang memungkinkan diterimanya ilmu yang diajarkannya dengan baik oleh anak didiknya, walaupun seringkali cara-cara yang dilakukan guru tersebut kurang tepat, bahkan bertentangan dengan kaidah paedagogie itu sendiri. Akan tetapi, dikarenakan setiap kemampuan anak didik tidak sama, menyebabkan timbulnya problem tersendiri bagi seorang guru dalam mendidik siswa. Sehingga terkadang sebagai manusia biasa, guru merasa putus asa dan kehilangan kesabaran hingga timbul aksi kekerasan terhadap siswa, baik kekerasan secara verbal, maupun secara fisik. Pada dasarnya, aksi kekerasan guru terhadap murid tidak terlepas dari bentuk pendidikan yang ingin dicapai oleh guru itu sendiri. Akibat kemampuan siswa dalam menangkap pelajaran yang beragam, ada yang cepat tangkap alias cerdas, ada juga yang lambat dalam menerima pelajaran (ini bisa diakibatkan oleh tingkat kecerdasan siswa yang memang rata-rata bahkan rendah, atau karena perilaku siswa dalam kelas yang menyimpang, seperti tidak memperhatikan saat guru menerangkan pelajaran), Acapkali guru beranggapan dan berharap bahwa ketika dengan cara biasa siswa tidak dapat menangkap pelajaran dengan baik, mungkin dengan cara yang tegas, agak keras bahkan keras diharapkan oleh guru bahwa siswanya akan menunjukkan suatu perubahan sikap (perilaku) maupun hasil belajar (prestasi) yang lebih baik. Dari sini kita dapati bahwa seringkali bentuk kekerasan guru terhadap siswa adalah sebagai bentuk usaha terakhir guru, dalam menyampaikan pendidikan. Walaupun dalam bentuk dan situasi yang bagaimanapun, suatu bentuk kekerasan guru terhadap siswa itu bertentangan dengan kaidah pendidikan modern itu sendiri, terutama berkaitan dengan pertimbangan kejiwaan (psikologis) anak didik. Walaupun hampir seluruh guru menyadari hal ini, akan tetapi keadaan dilapangan, ditambah mungkin kondisi psikologis dari guru itu sendiri menyebabkan hilangnya control diri (self control) yang seharusnya dimiliki oleh seorang guru hingga menimbulkan tindak kekerasan terhadap siswa.
Berbagai bentuk kekerasan yang dilakukan guru terhadap siswa seperti yang terungkap di berbagai media baru-baru ini, sebenarnya menunjukkan tidak adanya sinergitas yang baik antara orang tua siswa (wali murid) dengan guru. Seringkali dalam setiap tindak kekerasan yang dilakukan guru terhadap siswa, guru tidak sepenuhnya dapat dipersalahkan. Orang tua sebagai pendidik utama dan pertama bagi anak juga memegang peran yang sangat penting dalam pendidikan anak, terutama sebagai penunjang prestasi belajar dan sebagai tauladan dalam bertingkah laku (pendidikan moral dan akhlak), memang ada pepatah yang mengatakan, guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Akan tetapi perlu ditegaskan bahwa guru disini adalah bukan melulu pendidik dilingkungan pendidikan formal (sekolah) melainkan juga guru pertama dan utama dalam pendidikan dan perkembangan kepribadian anak dilingkungan keluarga yaitu orang tua. Orang tua adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya, tempat dimana anak belajar tentang segala hal yang baru dia ketahui dalam hidupnya. Sebagaimana kita ketahui, bahwa sebelum mengenal lingkungan luar yang lebih luas semacam sekolah, anak terlebih dulu hidup dan berinteraksi dilingkungan yang lebih sempit yaitu komunitas keluarga, terutama dalam hal ini orang tua.
Pengalaman saya dalam mendidik anak mulai dari tingkat usia pra sekolah (TK usia 3-5 tahun ), juga usia sekolah dasar (SD usia 6-12 tahun) dimana pada masa-masa ini perkembangan kepribadian dan kecerdasan intelektual sedang terbentuk, menunjukkan bahwa orang tua memegang peranan yang sangat amat penting. Walau bagaimanapun saya berusaha mengajarkan kepada mereka tentang akhlak dan tatakrama, juga disiplin dalam belajar dan ibadah, namun tetap saja saya sebagai guru memiliki keterbatasan waktu dan tempat (kesempatan) bersama mereka. Sebenarnya, pengajaran dan pendidikan dari orang tualah yang paling berpengaruh pada pembentukan kepribadian mereka. Karena orang tua adalah teladan bagi anak-anaknya. Sebelum anak-anak mengidolakan dan meniru tingkah laku orang lain, terlebih dahulu, anak-anak mengidolakan dan meniru tingkah laku orang tua mereka. Jadi, ketika saya mengajarkan kepada mereka tentang sikap yang lemah lembut dan penuh kasih, ajaran saya akan langsung menguap begitu mereka menyaksikan orang tuanya bersikap keras dan berkata –kata kasar terhadap orang lain.
Tak peduli seberapa kerasnya saya mengajarkan kebaikan dan akhlakul karimah pada anak didik saya, hal itu tidak akan pernah mereka amalkan dalam perilaku mereka selagi hal itu tidak mereka dapati dari orang tua mereka. Hingga akhirnya, seringkali saya kehabisan kesabaran dan mulai menerapkan cara yang agak keras seperti ancaman, hukuman mulai dari non fisik (berdiri dengan satu kaki selama 10 menit, atau system pengurangan medali/poin) dan fisik (seperti memukul kaki/ betis mereka dengan hanger). Tetap saja hal yang saya lakukan sia-sia, karena mereka tidak mendapatkan pengajaran yang sama dari orang tua mereka. Karena itu, ketika mendapati pendidik yang memberikan hukuman fisik pada anak didiknya (yang dalam bahasa orang tua disebut kekerasan ), saya teringat pada pengalaman saya pribadi, sehingga saya tidak sepenuhnya menyalahkan guru tersebut. Akan tetapi, sebagai pendidik, saya juga tidak dapat membenarkan adanya tindak kekerasan verbal yang dilakukan guru (seperti menghina siswa, menghardik dan membentak dengan kata-kata kasar) maupun hukuman fisik yang berlebihan yang dilakukan oleh guru seperti menempeleng siswa, menjitak bagian kepala, menendang, menjewer telinga atau mencubit sampai berdarah. Karena hukuman fisik yang diperkenankan menurut saya pribadi sebatas pada fisik bagian bawah (betis) dan itupun tentu ada batasannya dan kalau memang kesalahan sudah tidak bisa di tolerir, jangan sampai hukuman itu adalah hukuman yang menyakitkan, karena apapun bentuknya, hukuman fisik sejatinya tidak akan membantu siswa menjadi lebih baik, selain tidak diperbolehkan dalam dunia pendidikan. Walaupun dalam pendidikan islam sendiri juga dikenal adanya hukuman fisik dalam mendidik disiplin beragama sebagaima sabda rasulullah saw, “didiklah anak-anakmu untuk (disiplin) mengerjakan sholat sejak usia tujuh tahun, dan pukullah mereka bila tidak mendirikan sholat setelah berusia sepuluh tahun”. Walaupun ada hukuman fisik dalam hadis tersebut, tentu maksudnya adalah suatu bentuk pembelajaran, dan bukan hukuman yang sengaja untuk menyakiti melainkan untuk menanamkan kedisiplinan dan menimbulkan efek jera pada anak.
Sekedar berbagi cerita, saya memiliki anak didik berusia 4 tahun yang kegirangan bila saya hukum dia dengan berdiri pada satu kaki. Biasanya, sebelum mulai sholat berjamaah, saya akan katakan pada mereka semua, kalau ada yang bercanda saat sholat, tak peduli siapapun, nanti akan dihukum disuruh berdiri dengan satu kaki, begitu saya Tanya apa mereka setuju dengan perkataan saya, mereka serempak menjawab setuju. Dan ketika mulai sholat, pada saat semua berucap amiin begitu imam selesai membaca surah al-fatihah, murid saya yang berusia 4 tahun tadi tiba-tiba tertawa, sehingga beberapa murid yang lain ikut tertawa. Saya diamkan saja sampai semua selesai sholat. Begitu selesai sholat dan berdoa, saya katakan pada semuanya, apa boleh sholat sambil tertawa? Dan serempak penuh semangat mereka menjawab tidak boleh. Lalu saya ingatkan kesepakatan yang kami buat bersama sebelum sholat tadi sambil berkata bahwa yang merasa tadi sholat sambil tertawa silahkan berdiri dengan satu kaki sesuai kesepakatan. Dan tanpa dikomando dua kali, para murid saya yang merasa bersalah tadi langsung maju. Namun, berbeda dengan murid usia SD saya yang maju dengan rasa bersalah murid saya yang berusia 4 tahun tadi langsung ke depan dan dengan penuh suka cita dan wajah ceria berdiri mengangkat satu kakinya sambil kedua tangannya memegang daun telinga..sebenarnya, saya ingin tertawa melihatnya, tetapi sebagai pendidik, saya harus menjaga kredibilitas saya agar mereka tidak menganggap saya sedang bercanda dan tidak serius terhadap hukuman yang saya berikan. Yang lebih lucu lagi, ternyata begitu sampai dirumahnya, murid saya tadi dengan penuh semangat dan mimic ceria menceritakan pengalamannya dihukum tadi sambil mempraktekkannya di depan sang bunda, kontan saja, melihat ekspresi buah hati kecilnya itu sang bunda tertawa dan menceritakannya pada saya. Ah, memang tidak mudah menjadi seorang guru atau pendidik, karena dipundak para pendidiklah, masa depan dan moralitas generasi penerus bangsa ini dipertaruhkan. Karena itu hendaklah kita, para orang tua dan juga para guru semua bersinergi dan bersatu padu dalam mendidik dan membimbing para generasi penerus bangsa ini agar menjadi generasi yang cerdas spiritual, emosional maupun cerdas intelektual (insan kamil).

Selasa, 20 Januari 2009

AGRESI MILITER ISRAEL, INTERVENSI AMERIKA DAN KRISIS MORAL PEMIMPIN NEGARA- NEGARA ISLAM: Sebuah Refleksi Bagi Dunia Muslim di Tahun baru Hijriah

By: RAUDLAH EL-JANNAH RAHEEM S.Pd.I

Tepat tanggal 28 desember 2008 lalu, kaum muslimin memperingati tahun baru hijriah. Berbeda dengan perayaan tahun baru masehi yang latah dan identik dengan pesta kembang api yang meriah, tahun baru hijriah kali ini, justeru kaum muslimin mendapat kado yang mengejutkan, menarik sekaligus memprihatinkan ; pasukan zionis Israel menyerang gaza, palestina. Menarik, karena dengan kado dari zionis yahudi itu, rasa persatuan dan persaudaraan sesama muslim di uji, dan memprihatinkan, karena ratusan nyawa saudara kita sesama muslim yang tak berdaya melayang sia-sia. Data terakhir dari media menyebutkan, korban tewas dari pihak palestina telah mencapai 1200 orang yang sebagian besarnya adalah warga sipil dan anak-anak serta ribuan orang lainnya luka-luka.
Palestina, bukanlah Negara yang asing bagi umat islam, karena sejarah menceritakan bahwa disanalah terdapat qiblat pertama kaum muslim, yaitu Masjidil Aqsha, yang saat ini berada dalam kekuasaan zionis Israel dan juga tempat dimana disinggahi nabi Muhammad saw tepat saat malam beliau ber Isra’ Mi’raj (al-Israa’:1). Karena itu tidak heran jika Palestina merupakan Negara yang memiliki kedekatan historis dengan umat islam. Dan ketika Negara tersebut ditindas dengan semena-mena oleh zionis Israel, sewajarnya lah jika sebagai umat islam kita merasa terpanggil untuk membela saudara kita yang jauh disana.
Konflik antara Israel dan palestina sebenarnya bukanlah hal yang baru, melainkan telah berlangsung selama kurang lebih 232 tahun. Tepatnya ketika pada 1 mei 1776 Yahudi Israel mengumumkan berdirinya zionis internasional. Sejarah mencatat bahwa selama puluhan bahkan ratusan tahun Israel adalah bangsa yang terusir. Mereka tidak memiliki Negara, dan ketika mereka bersatu membentuk organisasi zionis internasional dan memproklamirkan berdirinya Negara yahudi Israel, mereka telah mencanangkan untuk mencaplok Tanah Palestina dan mengusir warga Palestina dari tanah intifadha itu. Dan tepat pada 15 mei 1948 berdirilah Negara yahudi Israel. Berdirinya Negara yahudi Israel mengundang banyak kontroversi. Terutama dari Negara-negara islam di Timur Tengah. Akan tetapi, dalam perjalanannya, dukungan penuh Negara yang mengklaim dirinya Super Power nan Adi Daya yaitu Amerika, membuat Israel penuh percaya diri menancapkan taringnya di bumi Palestina.
Konflik antara Israel dan Palestina sebagaimana yang terjadi di seluruh Negara-negara islam lainnya yang terlibat konflik baik internal maupun eksternal, Amerika selalu berada di balik agresi-agresi ke Negara Negara islam itu. tentu masih lekat dalam ingatan kita, bagaimana pada tahun 2000 lalu, amerika berhasil menumbangkan pemerintahan islam Taliban di Afghanistan, dalam pandangan Amerika yang memuja demokrasi ( tapi juga menjadi penghancur demokrasi di Negara orang lain ), Taliban yang berhasil memenangkan pemilihan umum dan memegang kepemimpinan di Afghanistan dan menjalankan pemerintahan dengan dasar keislaman, Taliban telah memasung demokrasi dan memenjarakan hak asasi manusia, itu dalam pandangan Amerika. Yang sebenarnya, itu hanyalah alasan klise Amerika dalam rangka mencari pembenaran dan pembelaan dunia Internasional atas agresinya ke Afghanistan dan menggulingkan kepemimpinan Taliban dengan menggantinya dengan kepemimpinan baru yang lebih liberal dan tentu saja, yang pro Amerika pastinya. Satu hal yang juga perlu kita ketahui tentang kehancuran Afghanistan adalah keterlibatan Pakistan yang membantu Amerika dalam menghadapi medan yang sulit dan menyulitkan pasukan Amerika mencari tempat persembunyian dan menghadapi taktik gerilya pasukan Taliban. Pasukan Amerika yang tidak menguasai daerah/ medan di wilayah Afghanistan yang berupa gurun dan hutan/pegunungan kesulitan menghadapi pasukan Taliban, sehingga mereka meminta Pakistan untuk membantu dengan iming-iming dan ancaman. Karena khawatir kekuasaan dan Negaranya terkena masalah, pemerintah Pakistan bersedia membantu Amerika dengan imbalan 100.000 dollar Amerika setiap tahunnya (sumber: Kompas). Dan sampai saat ini Pakistan masih menerima imbalan itu karena masih menjaga hubungan baik dengan Amerika.
Bukti lain agresi Amerika dalam rangka menghancurkan Negara-negara islam yang potensial adalah agresi Amerika pada Maret 2003 lalu ke Negara Seribu Satu Malam yang dipimpin Saddam Husein yaitu Irak. Dengan alasan bahwa Irak dibawah pemerintahan Saddam Husein dictator dan mengembangkan senjata pemusnah massal (Weapons Mass Destruction), Amerika memuluskan langkahnya untuk menghancurkan Irak, meskipun sampai saat ini, setelah Negara Irak hancur dan Saddam Husein tertangkap dan dihukum mati dengan cara yang sangat tidak terhormat, alasan bahwa Irak mengembangkan senjata pemusnah massal tidak terbukti, toh Amerika tetap tidak juga bersedia beranjak dan membiarkan Irak independent dan membangun negaranya sendiri. Amerika emoh dan merasa sayang untuk melepaskan mangsanya yang telah porak poranda itu karena tertarik dengan kekayaan alam yaitu sumber minyak di Negara seribu Satu Malam yang pernah menjadi pusat peradaban islam di jaman khalifah Abbasiyah Harun ar-Rasyid itu. kali ini, sekali lagi untuk mencari pembenaran di mata internasional atas tindakannya, Amerika mengumumkan kepada dunia bahwa pasukannya tidak akan beranjak dari Negara Irak karena Amerika merasa bertanggung jawab atas apa yang terjadi di Irak pasca perang dan bertanggung jawab atas perbaikan politik maupun infrastruktur di Irak pasca agresinya. Apa yang dilakukan Amerika atas Irak dan Saddam Husein adalah sikap yang ambigu dan menunjukkan politik kepentingan semata, mengingat pada perang teluk tahun 1990 silam, dibawah kepemimpinan Bush senior Amerika merupakan sekutu setia Irak dalam melawan Kuwait.
Dan saat ini, dimasa transisi kepemimpinan dari presiden lama ke presiden yang baru terpilih, Amerika kembali menjadi backing dan sekutu setia atas agresi Israel ke tanah intifadha Palestina. Sesungguhnya, keberanian Israel melancarkan agresinya ke Palestina tanpa menghiraukan kecaman dunia internasional bahkan sampai berani mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB pun adalah karena dia merasa besar kepala atas dukungan dan bantuan penuh dari Negara Adi Daya yang mencap dirinya sebagai polisi dunia itu. ada yang menarik yang perlu kita perhatikan disini. Israel melancarkan agresi ke palestina tepat pada tanggal 28 desember lalu, pada saat umat islam merayakan tahun baru Hijriah dan juga tepat di masa transisi kepemimpinan presiden Amerika. Masa transisi kepemimpinan, inilah yang perlu kita perhatikan, kenapa Israel berani dan nekat melancarkan agresi besar-besaran tanpa menghiraukan kecaman dunia internasional bahkan mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB pada saat transisi kepemimpinan presiden Amerika yang akan berlangsung tanggal 20 januari 2009 mendatang? Jawabannya adalah karena transisi kepemimpinan itu mengancam posisi Israel. Sebagaimana kita ketahui, dalam dunia perpolitikan, transisi kepemimpinan yang merupakan pergantian pemimpin lama ke pemimpin baru merupakan juga transisi atau pergantian kebijakan. Amerika dibawah kepemimpinan presiden Bush junior yang kebijakannya selalu memberi angin segar dan suntikan baik dana maupun senjata ke Israel dalam agresi-agresinya ke Palestina. Sedangkan presiden Amerika Serikat terpilih yang baru adalah seorang afro Amerika yang kebijakan politiknya kemungkinan besar (kalau tidak bisa dipastikan) berbeda dengan kebijakan politik Bush junior. Terutama menyangkut kebijakan politik luar negerinya. Walau belum resmi di lantik, akan tetapi dipastikan Barrack Obama, sebagai politik balas budi, akan memilih Hillary Clinton sebagai menteri luar negeri Amerika menggantikan condollezza rice. Dan bisa jadi peta politik luar negeri Amerika terhadap kebijakan luar negerinya, khususnya Palestina kemungkinan besar berbeda seratus derajat (walau tidak 180 derajat) mengingat Hillary adalah ibu Negara Amerika pertama yang membela dan mendukung berdirinya Negara Palestina pada saat kepemimpinan suaminya presiden Bill Clinton. Alasan inilah yang menyebabkan Israel nekat melancarkan agresi besar-besaran ke palestina tanpa menghiraukan kecaman dunia internasional bahkan seruan PBB pun dianggap angin lalu, karena sebelum Bush junior lengser keprabon pada 20 januari 2009 nanti, Israel masih mendapat dukungan dan bantuan penuh dari Amerika. Dan Israel pandai memanfaatkan kesempatan terakhir ini tak peduli agresinya di mulai tepat pada saat umat islam memperingati tahun baru hijriah dan agresinya akan mengundang perhatian dunia.
Alasan lain keberanian Israel melancarkan agresi militernya ke Palestina tepat pada tahun baru hijriah lalu adalah karena Israel yakin bahwa tindakannya itu tidak akan membuat para pemimpin Negara-negara arab terusik dan bersatu membantu Palestina. Israel dan tentu saja Amerika sangat hafal bagaimana gaya pemimpin Negara-negara arab yang hanya mementingkan keselamatan dalam negerinya sendiri dan mencari aman terhadap kekuasaannya. Inilah yang oleh Ibnu Taimiyah (1263 M/661 H), seorang tokoh pembaharuan islam ternama di sebut sebagai politik salam munfarid (perdamaian egosentris). Politik yang sama yang di kedepankan Negara-negara arab pada saat menghadapi musuh (seperti Mesir saat menghadapi pasukan salib tahun 1097 M/491 H dan Irak saat menghadapi pasukan Tartar tahun 1258 M/656 H). Inilah sesungguhnya kelemahan terbesar dikalangan Negara-negara islam Arab, yaitu mereka tidak bersatu dan masa bodoh dengan keadaan sesama Negara-negara islam Arab lainnya. Dalam pandangan para pemimpin itu, selama negaranya sendiri (dalam negerinya sendiri) aman sejahtera, maka mereka merasa tak perlu ambil pusing dengan keadaan yang terjadi di negeri orang sekalipun itu di Negara yang memiliki ikatan emosional yang kuat atas dasar sesama muslim. Kelemahan yang nyata yang di pertunjukkan Negara-negara islam di timur tengah inilah yang juga menyebabkan Amerika tanpa khawatir menghancurkan Negara Irak, pusat peradaban islam dan negeri seribu satu malam kebanggaan umat islam dimasa lampau.
Apakah islam berada di ambang kehancuran dan benarkah Negara-negara islam adalah Negara yang lemah?? Jawabannya adalah tidak!. Bahkan Negara-negara islam khususnya di timur tengah adalah Negara-negara yang sangat kuat dan sangat potensial untuk memegang peradaban masa depan. Islam dan Negara-negara islam menunjukkan perkembangan dan pertumbuhan sangat pesat baik dari segi ilmu pengetahuan dan teknologi maupun kemajuan peradaban. Hal inilah yang ditakutkan Negara- Negara Eropa terutama Negara Amerika, sehingga Amerika berambisi untuk menghancurkan setiap Negara islam yang perkembangannya di anggap mengkhawatirkan dan mengancam keberadaan Amerika sebagai Negara adi kuasa berjuluk polisi dunia. Bukti nyata bahwa Negara-negara islam di timur tengah adalah Negara yang kuat adalah Amerika tidak pernah berani menyerang Negara islam sendirian. Laksana seorang pengecut, Amerika hanya berani main keroyokan. Walaupun berjuluk Negara Super Power nan adi daya, sebenarnya Amerika tidak lebih dari seekor harimau tanpa taring. Ini terlihat jelas ketika Amerika menyerang Negara Afghanistan maupun Irak. Afghanistan yang hanya merupakan Negara berkembang dengan keterbatasan teknologi, hanya seorang diri menghadapi serangan Amerika yang dengan segala kecanggihan teknologi yang dimilikinya, masih membutuhkan sekutu-sekutu seperti Inggris dan Australia untuk menghadapi pasukan Taliban Afghanistan. Begitu juga kita dapat melihat sikap pengecut Amerika dalam menghadapi Irak, Irak hanya seorang diri tanpa bantuan Negara-negara timur tengah lainnya yang memang agak sentiment dengan Negara Irak yang selalu berusaha menjadi penguasa di timur tengah, sedangkan Amerika, membutuhkan bantuan begitu banyak sekutu seperti Inggris, Australia, Korea selatan, bahkan Jepang dalam menghadapi Irak. Ini menunjukkan bahwa Amerika tak lebih dari harimau tanpa taring, terlihat garang tapi sesungguhnya tak punya kekuatan dan kepercayaan diri dalam menghadapi musuhnya. Karena itu, kekalahan Negara-negara islam seperti Afghanistan dan Irak bukan karena menandakan kelemahan Negara- Negara tersebut, melainkan karena ketidak seimbangan kekuatan akibat musuhnya main keroyokan. Dan hal ini bisa kita terima secara rasional.
Karena itu, apabila para pemimpin Negara-negara islam di timur tengah masih bersikap acuh tak acuh dan mengedepankan politik salam munfarid (perdamaian egosentris) negaranya sendiri, hal itu akan memberi angin segar dan keleluasaan bagi Negara barat terutama Amerika untuk menghancurkan Negara-negara islam timur tengah. Akan ada Irak-Irak selanjutnya yang menanti kehancurannya dikarenakan para pemimpin mereka tidak bersatu dan hanya sibuk dengan keselamatan dalam negerinya sendiri tanpa peduli bahwa saudaranya sesama muslim tertindas dan butuh pembelaan. Akan tetapi, apabila para pemimpin Negara- Negara islam itu bersatu dan menunjukkan sikap peduli terhadap Negara Negara islam arab lainnya dengan aksi nyata, maka hal itu akan menjadi pukulan telak bagi musuh-musuh islam yang menginginkan kehancurannya. Negara seperti Israel maupun Amerika akan berpikir dua kali bahkan ribuan kali sebelum memutuskan untuk menyerang Negara- Negara islam di timur tengah. Dan andaikan itu yang terjadi, tentu nasib Irak maupun Palestina tidak seperti yang sekarang kita saksikan. Dan semoga di tahun baru hijriah ini, dengan kado tahun baru hijriah Israel pada Palestina yang berupa penderitaan, membuka mata Negara- Negara timur tengah khususnya para pemimpin mereka, bahwa ada satu hal yang mempersatukan mereka walaupun berbeda Negara, dan ada satu hal yang mempersaudarakan mereka walaupun bukan berasal dari satu keluarga, hal itu adalah Islam, agama yang lebih dari lima belas abad yang lalu dibawa oleh nabi Muhammad saw bukan hanya untuk orang arab dan Negara timur tengah, melainkan untuk seluruh umat manusia dan alam semesta.

Senin, 22 Desember 2008

P.P.S.I. DALAM PENDIDIKAN AGAMA

  1. Pengertian

Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (P.P.S.I.) ialah suatu bentuk pengajaran yang didasarkan kepada system, yaitu suatu kesatuan yang terorganisir, yang terdiri dari sejumlah komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain, dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

Adapun sejumlah komponen yang harus ada dalam system instruksional tersebut antara lain: materi pelajaran, metode mengajar, alat/sumber, evaluasi dan lain-lain yang semuanya saling berinteraksi guna mencapai tujuan instruksional yang telah dirumuskan terlebih dahulu.

B. Langkah- Langkah Pokok Dalam P.P.S.I.

  1. Merumuskan tujuan Instruksional
  2. Menetapkan materi/ bahan pelajaran
  3. Menetapkan kegiatan belajar mengajar
  4. Menetapkan alat pengajaran
  5. Menetapkan alat evaluasi

a. Merumuskan tujuan Instruksional

Tujuan Instruksional tersebut ada 2 macam:

  1. Tujuan instruksional umum: adalah tujuan yang sudah dirumuskan dalam kurikulum
  2. Tujuan Instruksional khusus: adalah hasil perumusan dari guru sendiri, sebagai penjabaran daripada TIU

Adapun istilah-istilah yang tepat dipakai dalam merumuskan TIK antara lain:

- melakukan - menyebutkan

- membedakan - menjelaskan

- memilih - mendemonstrasikan

- menuliskan -menyusun

b. Menetapkan bahan materi pelajaran

Setelah diketahui TIU yang akan dicapai, kemudian dirumuskan TIK, maka dapat ditetapkan pula bahan pelajaran yang akan disajikan kepada murid. Bahan pelajaran tersebut harus sesuai dan tidak boleh menyimpang dari tujuan instruksional yang sudah dirumuskan.

c. Menetapkan kegiatan belajar-mengajar

Hal ini menggambarkan pokok-pokok kegiatan yang akan dilakukan oleh guru dan murid selama proses pelajaran itu berlangsung, sesuai dengan bahan pelajaran yang diberikan.

d. Menentukan Alat pelajaran dan sumber bahan

Menetapkan dan menyiapkan alat-alat pelajaran yang akan digunakan selama proses kegiatan belajar mengajar berlangsung, misalnya: gambar, bagan dan lain lainnya. Disamping itu juga menyebutkan sumber bahan atau kepustakaan yang dipergunakan dalam pengajaran itu, untuk menunjang tercapainya TIK.

e. Menetapkan alat evaluasi

Menentukan alat evaluasi yang akan di pergunakan untuk mengadakan evaluasi (pre test, post test, atau jenis test, lisan, tulis, perbuatan dan lain-lain).

Senin, 15 Desember 2008

global warming effect

RAUDHAH EL JANNAH RAHEEM

Dunia saat ini tengah berada di ambang kehancuran. Kehancuran yang berlangsung secara perlahan namun pasti ini diakibatkan oleh dampak pemanasan global. Pemanasan global bisa di akibatkan oleh banyak faktor, diantaranya: penggunaan bahan elektronik seperti kulkas, pengering rambut, atau bahkan hair spray yang mengandung cfc (cloro fluoro carbon), yaitu gas yang bias merusak lapisan ozon di atmosfer yang melindungi bumi dari pengaruh buruk sinar ultraviolet dari matahari, pemakaian bahan bakar kendaraan secara berlebihan, penebangan hutan secara besar-besaran, efek rumah kaca dan lain sebagainya. Lapisan ozon ini berfungsi menyaring sinar ultraviolet dari matahari .Rusaknya lapisan ozon dapat menyebabkan perubahan iklim global dan juga pemanasan suhu secara global. Pemanasan global ini mengakibatkan suhu bumi meningkat tajam sehingga menyebabkan gunung es di kutub utara mencair, yang menyebabkan semakin tingginya permukaan air laut di seluruh dunia, semakin tingginya permukaan air laut menyebabkan abrasi pantai yang parah dan menyebabkan hilangnya sebagian bahkan menenggelamkan seluruh daratan bumi. Inilah dampak paling mengerikan dari pemanasan global.

Saat seluruh dunia berusaha untuk mengurangi dampak pemanasan global, kita dapat ikut berpartisipasi melalui hal-hal kecil yang sangat bermanfaat bagi bumi ini yang mungkin bisa kita lakukan. Kita dapat mengurangi dampak pemanasan global dengan menggunakan peralatan elektronik yang bebas cfc, mengurangi emisi gas carbon dengan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor, mengurangi efek rumah kaca dengan penghijauan dan hal kecil lain yang sangat mudah namun bermanfaat. Bumi adalah milik kita bersama, karena itu, tugas kitalah menjaga kelestarian bumi kita, demi kelangsungan hidup kita, dan semua makhluk yang menjadikan bumi sebagai tempat tinggal yang nyaman.

Kamis, 04 Desember 2008

PERANAN UMAT ISLAM INDONESIA

Ringkasan ini tidak tersedia. Harap klik di sini untuk melihat postingan.

Rabu, 03 Desember 2008

PERANAN WANITA DALAM MASYARAKAT

By: Raudhah El Jannah Ulhaque S.Pd.I

Pada zaman sekarang ini, kalau kita amati, seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, hampir tidak ada lagi pekerjaan pria yang tidak bisa dikerjakan oleh wanita. Kalau zaman dahulu beberapa pekerjaan dianggap tabu untuk dikerjakan oleh wanita karena alasan lemah fisik dan mental dan dinilai tidak sesuai atau menyalahi kodratnya, pada zaman sekarang ini, anggapan tersebut tidak berlaku lagi karena ternyata sekarang wanita mampu mengerjakannya sebaik kaum pria.

Di Negara seperti Indonesia ini, yang mana ± 53 % penduduknya adalah wanita, potensi wanita sebagai salah satu unsur penunjang pembangunan nasional tidak disangsikan lagi. Karena itu, apabila potensi yang besar ini tidak di dorong dan dimanfaatkan dengan baik dalam pembangunan nasional, maka bangsa dan Negara akan mengalami kelambanan dan kemunduran di berbagai bidang kehidupan. Akan tetapi, peran dan keterlibatan wanita dalam segala bidang kehidupan dan lapangan pekerjaan di luar rumah, seringkali masih mendapat banyak mendapat hambatan dan tantangan dari berbagai pihak baik dengan dalih agama dari golongan konservatif, maupun dari factor budaya masyarakat sendiri. Menurut golongan kaum konservatif, peran wanita hanya sebagai ibu rumah tangga, mendidik anak dan melayani suami, tidak boleh terjun di dunia politik apalagi menjadi hakim dan Top Leader (kepala Negara atau Perdana Menteri), karena hal itu adalah tugas kaum laki-laki.

Pandangan ini bertentangan dengan ajaran islam, karena islam sendiri tidak menghalangi wanita untuk memasuki berbagai profesi sesuai dengan keahliannya, seperti menjadi guru/dosen, dokter, pengusaha, menteri, hakim dan lain-lain, bahkan bila ia mampu dan sanggup, boleh menjadi perdana menteri atau kepala Negara, asal dalam tugasnya tetap memperhatikan hukum-hukum dan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh islam. Misalnya, tidak terbengkalai urusan dan tugasnya dalam rumah tangga, harus ada izin dan persetujuan dari suaminya bila ia seorang yang telah bersuami dan juga tidak mendatangkan hal yang negative terhadap diri dan agamanya.

Akan tetapi dalam hal tentang boleh tidaknya wanita menjadi hakim dan kepala Negara (top leader), para ulama berbeda pendapat. Jumhur ulama berpendapat, bahwa tidak boleh wanita menjadi hakim atau top leader berdasarkan ayat Al-qur’an surat an-Nisa’ ayat 34 dan hadis Abi Bakrah yang di riwayatkan oleh Bukhari, Nasa’i, dan Turmudzi bahwa Rasulullah saw bersabda:

Tidak akan bahagia suatu kaum yang mengangkat sebagai pemimpin mereka seorang wanita.[1]

Dan surat an-nisa’ ayat 34:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ ﴿٣٤﴾

“kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (Q.S.An-Nisa’/4:34)

Menurut Jawad Mughniyah dalam Tafsir Al-Kasyif, bahwa maksud ayat 34 surah an-Nisa’ itu bukanlah menciptakan perbedaan yang dianggap wanita itu rendah dibandingkan dengan laki-laki, tetapi keduanya adalah sama, dengan alasan ayat tersebut hanyalah ditujukan kepada laki-laki sebagai suami dan wanita sebagai isteri. Keduanya adalah rukun kehidupan, tidak satupun bisa hidup tanpa yang lain.bagaikan dua sisi mata uang, keduanya saling melengkapi. Ayat ini hanya ditujukan untuk kepemimpinan suami saja, memimpin isterinya. Bukan untuk menjadi pemimpin secara umum dan bukan untuk menjadi penguasa yang dictator.[2]

Kebolehan wanita untuk menjadi top leader ini ditopang oleh Al-qur’an surah at-Taubah ayat 71:

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ ﴿٧١﴾

“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf dan mencegah yang munkar.”

Dalam ayat tersebut, Allah swt mempergunakan kata auliya’ (pemimpin), itu bukan hanya ditujukan kepada pihak pria saja, tetapi keduanya (pria dan wanita) secara bersamaan. Berdasarkan ini, wanita juga bisa menjadi pemimpin, yang penting dia mampu dan memenuhi criteria sebagai seorang yang akan menjadi pimpinan tertinggi, karena menurut tafsir al-maraghi dan tafsir al-manar bahwa kata auliya’ tersebut dengan tafsiran yang mencakup: wali penolong, wali kasih sayang.

Selanjutnya mengenai hadis abi bakrah yang mengatakan tidak akan bahagia suatu kaum yang mengangkat sebagai pimpinan mereka seorang wanita, menurut fatimah mernissi dalam bukunya setara dihadapan Allah, perlu dipertanyakan: apa yang mendorong abi bakrah berpuluh-puluh tahun setelah kalimat itu diucapkan nabi saw, untuk menggali kembali hadis ini dari relung ingatannya? Apakah ia mempunyai kepentingan pribadi yang harus dikemukakan atau semata-mata sebagai kenangan spiritual terhadap Nabi? Jelas Abi Bakrah mempergunakan hadis ini untuk mencari muka pada pihak yang berkuasa. Selanjutnya marilah kita teliti lebih dalam lagi sejarah perang unta yang menjadikan sikap opurtunis Abi Bakrah ini lebih nyata lagi. Pada waktu itu banyak sahabat yang tidak ikut serta dalam peperangan antara Ali Bin Abi Thalib dengan ummul mukminin Aisyah. Alasannya adalah bahwa perang saudara hanya akan memecah belah umat dan menjadikan mereka saling bermusuhan. Meskipun mereka sama-sama mempertahankan diri di atas prinsip yang diajarkan nabi Muhammad saw. Untuk tidak ikut serta dalam suatu pertikaian yang menyebabkan perpecahan di antara kelompok masyarakat, hanya Abi Bakrah yang menjadikan jenis kelamin sebagai salah satu alasan penolakannya untuk tidak ikut serta dalam peperangan tersebut. Sesudah kalahnya Aisyah.

Tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama, bahwa hadis Abi Bakrah tersebut tidak membolehkan wanita untuk menjadi kepala Negara islam (khalifah) hakim. Ulama berbeda pendapat hanya dalam hal wanita menjadi top leader (presiden dan perdana menteri). Menurut jumhur ulama’ tidak boleh wanita menduduki jabatan tersebut. Abu hanifah membolehkan hakim wanita dalam masalah perdata dan tidak membolehkannya dalam masalah jinayat. Sementara Muhammad bin jarir al-thabary membolehkan wanita menjadi hakim secara mutlak termasuk dalam urusan jinayat. Pendapat ini dikuatkan pula oleh Ibnu Hazm dari aliran al-Zhahiriyah.



[1] Al-suyuthi, Al-Jami’ Al-Shaghir, jilid II, Beirut, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, t.th., cet.IV, h.128.

[2] Muhammad Jawad Mughniyah, Tafsir Al-Kasyif, juz II, Bairut, Dar Ilmi Li Al-Malayin, cet.I, 1968, masyarakat, h. 314

Design by infinityskins.blogspot.com 2007-2008