Jumat, 19 September 2008

CANTIK DENGAN BACK TO NATURE

Sudah dari zaman nenek moyang, bahan-bahan alam yang berada di dekat Anda dapat menyempurnakan kecantikan tubuh dari rambut sampai ujung kuku kaki. Selain murah, bahan-bahannya juga gampang didapat.
Kemiri untuk Rambut
Sudah bukan rahasia kalau kemiri bisa menyulap rambut lebih kuat dan subur sekaigus menghitamkan. Caranya mudah, tumbuk enam biji kemiri hingga halus lalu sangrai dengan sedikit air hingga berminyak. Setelah itu gosokkan minyak kemiri tersebut ke kulit kepala sambil dipijat.
Kayu Manis untuk Wajah
Meski kecil, jerawat mengganggu penampilan. Pergunakanlah kayu manis untuk menepisnya! Campurkan satu sendok teh bubuk kayu manis dengan tiga sendok makan madu. Oleskan ramuan ini di jerawat sebelum tidur, lalu, basuh dengan air hangat ketika bangun tidur. Jangan takut dengan sensasi panas yang ditimbulkan kayu manis. Jika rutin melakukan ini, bukan mustahil kulit wajah bisa cling kembali.
Kunyit untuk Tangan
Polusi dan sinar matahari membuat kulit kusam. Akali dengan lulur kunyit yang bisa mencerahkan kulit. Untuk membuatnya, parutlah kunyit lalu campur air dan endapkan selama beberapa menit. Setelah itu, campurkan dengan tepung beras dan oleskan ke kulit.
Madu untuk Kaki
Siapa yang tidak tergiur memiliki kaki berkilau nan lembut? Madu yang dikenal punya banyak khasiat bisa mewujudkan semua ini. Oleskan madu murni ke kulit, lalu tepuk-tepuk sampai mengering, Kemudian basuh dan dapatkan kulit lembab, lembut, dan berkilau.
hehe...sebenarnya, seiring dengan berkembangnya tekonologi, semua yang kita butuhkan untuk kecantikan fisik sudah tersedia secara instan dan praktis, tinggal beli dan pakai. atau kalau punya dana berlebih juga bisa datang ke salon untuk perawatan kecantikan rutin, tapi..ini adalah tips untuk orang-orang yang karena minimnya dana tidak bisa mendapatkan yang instan dan praktis apalagi ke salon...ya..seperti saya ini..(hiks-hiks..) btw, apa salahnya kita bersusah-susah sedikit dan berdamai dengan keadaan, hitung-hitung back to nature gitu dech..(bukannya sekarang lagi ngetrend tuh back to nature..hehe..sebenarnya ini hanya cara orang yang tidak mampu membeli untuk membela diri)
ah...lagian kata mereka yang mengerti makna kecantikan sesungguhnya, kecantikan hakiki itu kan terpancar dari hati...inner beauty gitu deh..(nah ini termasuk cara orang yang merasa tidak cantik membela diri..hihi....jadi tersinggung nih....)

Sabtu, 13 September 2008

KESETARAAN GENDER DALAM ISLAM


By: Raudhah El Jannah Raheem Ulhaque S.Pd.I

Gender, merupakan istilah yang baru dalam islam, karena sesungguhnya gender sendiri merupakan suatu istilah yang muncul di barat pada sekitar ± tahun 1980. digunakan pertama kali pada sekelompok ilmuan wanita yang juga membahas tentang peran wanita saat itu. Islam sendiri tidak mengenal istilah gender, karena dalam islam tidak membedakan kedudukan seseorang berdasarkan jenis kelamin dan tidak ada bias gender dalam islam. Islam mendudukkan laki-laki dan perempuan dalam posisi yang sama dan kemuliaan yang sama. Contoh konkretnya adalah islam tidak membedakan laki-laki dan wanita dalam hal tingkatan takwa, dan surga juga tidak dikhususkan untuk laki-laki saja. Tetapi untuk laki-laki dan perempuan yang bertakwa dan beramal sholih.
Islam mendudukkan wanita dan laki-laki pada tempatnya. Tak dapat dibenarkan anggapan para orientalis dan musuh islam bahwa islam menempatkan wanita pada derajat yang rendah atau di anggap masyarakat kelas dua. Dalam islam, sesungguhnya wanita dimuliakan. Banyak sekali ayat Al-qur’an ataupun hadis nabi yang memuliakan dan mengangkat derajat wanita. Baik sebagai ibu, anak, istri, ataupun sebagai anggota masyarakat sendiri. Tak ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan dalam islam, akan tetapi yang membedakan keduanya adalah fungsionalnya, karena kodrat dari masing-masing.
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ﴿النساء:١٩﴾
Pergaulilah mereka (istrimu) dengan baik (An-Nisa’:19)
Potongan ayat 19 surah An-Nisa’ di atas merupakan kaidah robbani yang baku yang ditujukan kepada kaum laki-laki yang di sebut kaum bapak agar berbuat baik kepada kaum wanita/ibu, baik dalam pergaulan domestik (rumah tangga) maupun masyarakat luas. Oleh karena itu, jika ada hadis, meskipun itu statusnya hadis shahih, lebih-lebih lagi itu hadis qawliyah yang substansinya bertentangan dengan kaidah baku tersebut (ta’arud), maka hadis itu perlu di analisa dan dikritik sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu kritik hadis yang berlaku. Analisa seperti ini perlu di lakukan mengingat tidak ada satupun riwayat yang menyatakan bahwa rasulullah saw. Secara prakteknya pernah menghardik, memukul apalagi mengeksploitasi kaum wanita.
Gender merupakan konstruksi sosial, masyarakat sendiri yang membentuk konsep gender tersebut. Gender adalah arti yang di berikan menurut klasifikasi jenis kelamin (biologis) juga merupakan tuntutan dalam masyarakat bagaimana seseorang harus bersikap menurut jenis kelaminnya. Kata kata الجنس yang di artikan sebagai gender sendiri mengalami banyak perdebatan/penolakan di kalangan cendekiawan ataupun ulama’ islam sendiri karena bukan berasal dari akar kata bahasa arab. Dalam islam kita mengenal kata الجنس yang sering di artikan sebagai gender. Kata tersebut sesungguhnya berasal dari bahasa yunani.
Apabila di telaah lebih jauh, perlakuan dan anggapan masyarakat yang merendahkan wanita dan menganggap wanita sebagai masyarakat kelas dua sesungguhnya merupakan pengaruh cultural (kebudayaan) yang berlaku di masyarakat tertentu. Bukan berasal dari ajaran islam. Sebagai contoh adalah kultur atau budaya masyarakat jawa, terutama masyarakat zaman dulu yang menganggap bahwa wanita tidak perlu menuntut ilmu (sekolah) tinggi-tinggi karena nantinya mereka hanya akan kembali ke dapur, walaupun akhirnya seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi, anggapan seperti ini mulai pudar namun tidak jarang kebanyakan kaum adam, khususnya dalam pergaulan rumah tangga menganggap secara mutlak bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi wanita. juga anggapan bahwa wanita tugasnya 3M (macak, manak, masak) ataupun pandangan bahwa wanita akan ikut menanggung perbuatan suaminya (surga nunut neraka katut). Padahal dalam Alqur’an sendiri dijelaskan bahwa tiap orang menanggung akibat/dosa dari perbuatannya masing-masing dan islam tidak mengenal dosa turunan. Bentukan cultural yang merendahkan wanita ini menyebabkan laki-laki memegang otoritas di segala bidang kehidupan masyarakat (patriarki), baik dalam pergaulan domestic (rumah tangga), pergaulan sosial ataupun dalam politik.
Ayat Alqur’an surah An-Nisaa’ ayat 34, seringkali di jadikan dalil bagi mereka yang beranggapan bahwa dalam islam, kedudukan laki-laki lebih mulia dari pada wanita. Padahal jika di telaah lebih dalam, sesungguhnya ayat tersebut sebenarnya memuliakan wanita karena dalam ayat tersebut, tugas mencari nafkah di bebankan kepada laki-laki. Ayat tersebut juga menjelaskan secara implisit bahwa tidak ada diskriminasi antara laki-laki dan wanita, akan tetapi yang membedakan antara keduanya adalah dari segi fungsionalnya karena kodrat masing-masing.


الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّهُ وَاللاَّتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُواْ عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلِيّاً كَبِيراً ﴿النساء:٣٤﴾
“kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka, sebab itu maka wanita yang saleh ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta’atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi Lagi Maha Benar.”(an-Nisa’/4:34)

Dari ayat tersebut, sesungguhnya dapat kita ketahui bahwa keistimewaan laki-laki dari pada wanita salah satunya adalah karena tanggung jawabnya dalam memberi nafkah pada keluarganya. Maka ketika seorang laki-laki tidak menunaikan tanggung jawab sebagai kepala keluarga, maka boleh jadi kedudukannya tidak jauh berbeda.

Kamis, 11 September 2008

contoh takhrij hadis

متن الحديث
قال الإمام الترمذي
حدثنا عبد الله بن معاوية الجمحي البصري حدثنا عبد العزيز بن مسلم حدثنا أبو ظلال عن أنس بن مالك قال: قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: ((من صلّى الفجر في جماعة ثمّ قعد يذكر الله حتّى تطلع الشمس, ثمّ صلّى ركعتين, كانت له كأجر حجّة وعمرة)) قال : قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: (( تامّة تامّة تامّة ))
قال ابو عيسى, هذا حديث حسن غريب. قال محمد بن إسماعيل وأبو ظلال إسمه هلال, وهو مقارب الحديث.[1]
صورة السند
رسول الله
أنس
أبو ظلال
عبد العزيز بن مسلم
عبد الله بن معاوية الجمحي
الترمذي/ ابو عيسى

(90 هـ)



(167)

(243هـ)

(279هـ)




ترجمة الرواة
1. أنس بن مالك بن النضر. (90هـ)[2]
هو صحابي جليل مشهور
2. أبو ظلال
الإسم: هلال بن أبي هلال.
ويقال: إبن أبي مالك, وإسم أبيه ميمون, ويقال: سويد ويقال: يزيد ويقال: زيد, أبو ظلال القسمليّ البصريّ الأعمى.
روى عن : أنس بن مالك.
روى عنه : حماد بن سلمة, وعبد العزيز بن مسلم وجعفر بن سليمان وسلام بن مسكين ومروان بن معاوية ويحيى بن المتوكّل وشعيب بن بيان ويزيد بن هارون وغيرهم.
الجرح والتعديل:
قال معاوية بن صالح عن ابن معين: أبو ظلال إسمه هلال ليس بشيئ
وقال عباس الدوري عن إبن معين : أبو ظلال هو هلال القسملي ضعيف ليس بشيئ
وقال البخاري: مقارب الحديث
وقال أبو عبيد الأجري: سألت أباداود عنه, فلم يرضه وغمزه
وقال النسائى: ضعيف.
وقال فى موضع اخر: ليس بثقة.
وقال ابو احمد بن بن عدي: وعامة ما يرويه لا يتابعه عليه الثقات
وذكره إبن حبان فى كتاب ((الثقات))
استشهد به البخارى وروي له الترمذي.[3]

3. عبد العزيز بن مسلم
الإسم: عبد العزيز بن مسلم القسمليّ, مولاهم ابو زيد المروزي, ثم البصري, اخو المغيرة بن مسلم السرّاج
سكن البصرة, وقيل نزل فى القسامل قسب اليهم. يقال أصلهم من مرو, ويقال: نزلوا مرو. قال احمد بن حنبل وعمرو بن علي وغير واحد: مات سنة سبع وستين ومئة (167هـ)
روى عن :حصين بن عبد الرحمن, الرابيع بن أنس, أبي ظلال القسمليّ (ت), ...وغيرهم.
روى عنه : عبدالله بن معاوية الجمحي (ت), عبدالرحمن بن مهدي,... وغيرهم.
الجرح والتعديل:
قال إسحاق بن منصور عن يحي بن معين: ثقة.
وقال أبو حاتم: صالح الحديث, ثقة.
وقال أبو عامر العقدي: حدثنا عبد العزيز بن مسلم, وكان من العابدين.
وقال يحي بن إسحاق : حدثنا عبد العزيز بن مسلم, وكان من الأبدال
روى له الجماعة سوى ابن ماجه.[4]
4. عبدالله بن معاوية الجمحيّ
الإسم: عبدالله بن معاوية بن موسى بن أبي غليظ بن نشيط بن مسعود بن أميّة بن خلف القرشيّ الجمحيّ, أبو جعفر البصري.
قال موسى وهارون: مات بالبصرة سنة ثلاث وأربعين ومائتين (243هـ)
روى عن : ثابت بن يزيد الأحول, وصالح المري, والحمادين, وعبد العزيز بن مسلم, وغسان بن برذين, ومهدي بن ميمون, ووهيب بن خالد, وجماعة.
روى عنه : ابو داود, الترمذى, وابن ماجه, وابن ابي الدنيا, والمعمري, وأبو حبيب اليزني, وعبد الله بن العباس الطيالسي. [5]
الجرح والتعديل:
- ذكره إبن حبان فى ((الثقات))[6]
- ثقة[7]
5. الترمذى
الإسم: محمد بن عيسى بن سورة بن موسى بن الضحاك, وقيل: ابن السّكن السّلميّ, أبو عيسى الترمذى, احمد الأئمة.
طاف البلاد, وسمع خلقا من الخراسانيين والعراقيين والحجازيين وقد ذكروا في هذا الكتاب.
وقال المستغفري: مات فى رجب سنة تسع وسبعين ومائتين (279هـ)
روى عنه : أبو حامد أحمد بن عبد الله بن داود المروزي التاجر, والهيثم بن كليب الشامي, ومحمد بن محبوب أبوالعباس المحبوبي المروزي, واحمد بن يوسف النسفي, وأبو الحارث أسد بن حمدوية, وداود بن نصر بن سهيل البزدوي, وعبد بن محمد بن محمود النسفي, ومحمود بن نمير.
قلت: وقال الخليلي, ثقة متفق عليه, واما أبو محمد بن حزم فإنه نادى على نفسه بعدم الإطلاع.[8]

الخلاصة: بهذا نأتى إلى الخلاصة بأنّ هذا الحديث بهذا السند ضعيف لضعف أبو ظلال .






قال الإمام الطبرانى
حدثنا الحسين بن إسحاق التستري ثنا سهل بن عثمان ثنا المحاربي عن الأحوص بن حكيم عن عبد الله بن غابر عن أبي أمامة قال: قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: ((من صلّى صلاة الصبح في مسجد جماعة يثبت فيه حتّى يصلّي سبحة الضحى كان كأجر حاجّ أومعتمرتامّا حجّته وعمرته))[9]
رسول الله
أبي أمامة
عبد الله بن غابر
الأحوص بن حكيم
المحاربي
سهل بن عثمان
الطبراني
الحسين بن إسحاق
التستريصورة السند

(81هـ)

(112 هـ)

(168هـ)

(195 هـ)
(235 هـ)

(270هـ)

(360هـ)


ترجمة الرواة
1. أبي أمامة
الإسم : صديّ بن عجلان بن الحارث, ويقال ابن وهب , ويقال ابن عمرو بن وهب بن عريب بن وهب بن رياح بن الحارث بن معن بن مالك بن أعصر الباهليّ, أبو أمامة, مشهور بكنيته. سكن حمص من الشام. [10]
وتوفي أبو أمامة سنة إحدى وثمانين (81), وقيل: سنة ست وثمانين, وهو آخر من مات بالشام, من أصحاب النبي صلّى الله عليه وسلّم – فى قول بعضهم.[11]
روى عن: النبي صلى الله عليه وسلم, وعمر, وعثمان, وعلي, وأبي عبيدة, ومعاذ, وأبي الدّرداء, وعبادة بن الصّامت, وعمرو بن عبسة, وغيرهم.
روى عنه: أبو سلام الأسود,ومحمد بن زياد الألهانى, وشرحبيل بن مسلم, وشداد, وابو عمار, والقاسم بن عبدالرحمن, وشهر بن حوشب, ومكحول, وخالد بن معدان, وغيرهم.
الجرح والتعديل:
قال ابن سعد : سكن الشّام, وأخرج الطبراني ما يدلّ على أنه شهد أحدا, لكن بسند ضعيف.[12]
وقال إبن حبان: كان مع علي بصفّين
- وكان من المكثرين فى الرواية, وأكثر حديثه عند الشاميين.[13]
2. عبد الله بن غابر
الإسم: عبد الله بن غابر الألهاني أبو عامر الشامي الحمصي
روى عن :ثوبان, وأبى الدرداء, وأبي أمامة, وعبد الله بن بشر, وعتبة بن عبد السلمي, وحابس الطائي, وغيرهم.
روى عنه : الأحوص بن حكيم, ارطاة بن المنذر, وثور بن يزيد, وحرير ابن عثمان, ومعاوية بن صالح الحمصيون, وآخرون.
الجرح والتعديل
ذكره ابن حبان في كتاب ((الثقات)).
وقال الدارقطنى حمصي: لا بأس به
وقال العجلي شامي تابعي: ثقة.[14]
3. الأحوص بن حكيم
الإسم: الأحوص بن حكيم بن عمير وهو عمرو بن الأسود العنسيّ, ويقال: الهمدانيّ, الحمصيّ, وقيل إنّه دمشقيّ, والصحيح أنه حمصيّ.
روى له ابن ماجه: كان قدوم المهديّ الريّ في سنة ثمان وستين ومئة (168هـ).
روى عن: حبيب بن صهيب إن كان محفوظا, وعن ابيه حكيم بن عمير, وخالد بن معدان, وراشد بن سعد, وعبد الحكيم بن جابر, وابي عامر عبد الله بن غابر الألهانيّ, وابي الزاهريّة, وغيرهم.
روى عنه: بقيّة بن الوليد, والجراح بن مليح البهرانيّ, وخالد بن عبد الرحمن العطّار, وزهير بن معاوية, وسفيان ابن عيينة, وعبد الرحمن بن محمد المحارابيّ, ويحيى بن سعيد الأموي, وغيرهم.
الجرح والتعديل:
ذكره خليفة بن خياط فى الطبقة الرابعة من اهل الشامات.
وقال البخاري: قال عليّ: كان ابن عيينة يفضّل الأحوص على ثور فى الحديث.
وقال عليّ : الأحوص صالح. وقال في موضع آخر: ثقة.
وقال في رواية: لا يكتب حديثه.
وقال إبراهيم بن هانىء النيسابوريّ, عن احمد بن حنبل: لا يسوى حديثه شيئا.
وقال إسحاق بن منصور, وابراهيم بن عبد الله بن الجنيد, ومعاوية بن صالح, ومحمد بن عثمان بن ابي شيبة, عن يحيى بن معين : ليس بشيئ.
وقال العجليّ: لا بأس به.
وقال يعقوب بن سفيان: كان- زعموا – رجلا, عابدا, مجتهدا, وحديثه ليس بالقوي.
وقال النسائي: ضعيف. وقال في موضع آخر: ليس بثقة.
وقال عبد الرحمن بن ابي حاتم: سمعت ابي يقول: ليس بقويّ, منكر الحديث.
وقال الحافظ ابو القاسم: بلغني أن محمد بن عوف سئل عنه, فقال: ضعيف الحديث.[15]
4. المحاربي
الإسم: عبد الرحمن بن محمد بن زياد المحاربيّ, ابو محمد الكوفيّ.
قال البخاري, عن محمود بن غيلان: مات سنة خمس وتسعين ومائة (195 هـ).
روى عن : أبراهيم بن مسلم الهجريّ, وإسماعيل بن ابي خالد, وإسماعيل بن رفع المدنيّ, وإسماعيل بن مسلم المكّي, وأشعث بن سوّار, وبكر بن خنيس, وحجاج بن أرطاة, وغيرهم.
روى عنه :إبراهيم بن يوسف الحضرميّ الصيرفيّ, واحمد بن محمد بن حنبل, وداود بن رشيد, وسفيا بن وكيع بن الجراح, وسهل بن عثمان العسكريّ, وصالح بن سهيل النخعيّ, وهناد بن السريّ, وغيرهم.
الجرح والتعديل:
وقال ابو بكر بن ابي خيثمة عن يحيى بن معين: ثقة.
وقال النسائى: ثقة. وقال في موضع آخر: ليس به بأس
وذكره ابن حبان في كتاب ((الثقات))
قال ابو حاتم: صدوق إذا حدث عن الثقات, ويروي عن المجهولين احاديث منكره فيفسد حديثه بروايته عن المجهولين.[16]

5. سهل بن عثمان
الإسم: سهل بن عثمان بن فارس الكنديّ, ابو مسعود العسكري الحافظ نزيل الرّي.
قال ابو بكر بن أبي عاصم: مات سنة خمس ثلاثين ومئتين (235 هـ).
روى عن: إبراهيم بن حميد الطويل, وإبراهيم بن سعد, وحماد بن زيد, وزيد بن الحباب, وسعير بن الخمس, عبد الرحمن بن محمد بن المحاربيّ, وعليّ بن غراب, ووكيع بن الجراح, ويزيد بن زريع, وغيرهم.
روى عنه: مسلم, وابراهيم بن حرب العسكريّ, والحسن بن سفيان, الحسين بن إسحاق, وعمر بن مدرك القاص, ومحمد بن يحيى بن سهل بن محمد الزبير العسكريّ, وغيرهم.
الجرح والتعديل:
- قال ابو حاتم: صدوق.
- وقال ابو شيخ: له غرائب كثيرة.
- وذكره ابن حبان في كتاب ((الثقات)).[17]
6. الحسين بن إسحاق
الإسم: الحسين بن إسحاق, ابن إبراهيم التستريّ الدقيق.
وفاته في سنة تسعين ومئتين (270هـ)
روى عن : هشام بن عمار, وسعيد بن منصور, ويحيى الحمّاني, وشيبان ابن فروخ, وعبدالله بن ذكوان, ودحيما, وعليّ بن بحر القطّان, وطبقتهم.
روى عنه: ابنه عليّ, وسهل بن عبدالله التستريّ الصغير, أبو جعفر العقيلي, وابو محمد بن زبر, وسليمان الطّبراني, وآخرون.
الجرح والتعديل:
- وكان من الحفاظ الرحّالة.
- أكثر عنه ابو القاسم الطّبراني.[18]
8. الطبراني (360هـ)
· الخلاصة: بهذا نأتى إلى الخلاصة بأنّ هذا الحديث بهذا السند ضعيف لضعف الأحوص بن حكيم.

المراجع
الترمذي, سنن الترمذي, بيروت: دار الفكر, 1414 ﻫ / 1994م.

شهاب الدين احمد بن علي بن حجر العسقلاني, تقريب التهذيب, بيروت: دار الفكر,
1415هـ/ 1995م.

_____, تهذيب التهذيب, بيروت: دار الفكر, 1415هـ / 1995م.

_____, الإصابة في تمييز الصحابة, المحقق: عادل احمد عبد الموجود وعلي محمد
مغوض. ( بيروت: دار الكتب العلمية, 1382 هـ)

إمام شمس الدين محمد بن احمد بن عثمان الذهبي, الجرح والتعديل, محقق: خليل بن
محمد العربي, القاروق الحديثة, 1424 هـ\ 2003م.

_____, سير اعلام النبلاء, (بيروت: مؤسسة الرسالة, 1406 هـ / 1986م)

الطبراني, المعجم الكبير, المحقق: حمدي عبد المجيد السّلفي, (بيروت: مزيدة ومنقحة),
الطبعة الثانية.

عزالدين ابن الأثير أبي الحسن عليّ بن محمد الجزري, أسد الغابة في معرفة الصحابة,
تحقيق وتعليق: عادل احمد عبد الموجود وعلي محمد مغوض. (بيروت: دار الكتب العلمية, 1382)

الحافظ المتقن جمال الدين أبي الحجاج يوسف المزّى, تهذيب الكمال, (بيروت: مؤسسة
الرسالة, 1418هـ / 1998م).

[1] الترمذى, سنن الترمذي, (بيروت: دار الفكر, 1414 ﻫ / 1994م) , ج.2 ص 100 الرقم: 586
[2] شهاب الدين احمد بن علي بن حجر العسقلاني, تقريب التهذيب, (بيروت: دار الفكر, 1415هـ / 1995م) ج. 1 ص. 60
[3] شهاب الدين احمد بن علي بن حجر العسقلاني, تهذيب التهذيب, (بيروت: دار الفكر, 1415هـ / 1995م) ج. 9 ص. 90-94.
[4] الحافظ المتقن جمال الدين أبي الحجاج يوسف المزّى, تهذيب الكمال, (بيروت: مؤسسة الرسالة, 1418هـ / 1998م) ج. 4 ص. 530.
[5] تهذيب التهذيب, المرجع السابق, ج. 4 ص. 497-498.
[6] تهذيب الكمال, المرجع السابق , ج. 4 ص. 292.
[7] إمام شمس الدين محمد بن احمد بن عثمان الذهبي, الجرح والتعديل, محقق: خليل بن محمد العربي (القاروق الحديثة, 1424 هـ\ 2003م) ج 2 ص 300
[8] تهذيب التهذيب, المرجع السابق , ج. 7 ص 497-498.
[9] الطبراني, المعجم الكبير, المحقق: حمدي عبد المجيد السّلفي, (بيروت: مزيدة ومنقحة), الطبعة الثانية, ج. 2 ص. 154 الرقم: 7663
[10] احمد بن علي بن حجر العسقلاني, الإصابة في تمييز الصحابة, المحقق: عادل احمد عبد الموجود وعلي محمد مغوض,( بيروت: دار الكتب العلمية, 1382 هـ) ج. 3 ص. 339
[11] عزالدين ابن الأثير أبي الحسن عليّ بن محمد الجزري, أسد الغابة في معرفة الصحابة, تحقيق وتعليق: عادل احمد عبد الموجود وعلي محمد مغوض, ( بيروت: دار الكتب العلمية, 1382هـ) ج. 6 ص. 15.
[12] الإصابة في تمييز الصحابة, المرجع السابق, ص. 339-340
[13] أسد الغابة في معرفة الصحابة, المرجع السابق, ص. 14
[14] تهذيب التهذيب, المرجع السابق , ج. 5 ص 309- 310
[15] تهذيب الكمال, المرجع السابق , ج. 2 ص. 289- 294
[16] نفس المرجع, ج. 7 ص. 386 - 389
[17] نفس المرجع, ج. 12 ص. 197 - 200
[18] الإمام شمس الدين محمد احمد بن عثمان الذهبيّ, سير اعلام النبلاء, (بيروت: مؤسسة الرسالة, 1406 هـ / 1986م) ج. 14 ص. 57.

Rabu, 10 September 2008

PRO KONTRA IBU HAMIL BERPUASA

Ramadhan telah tiba. Setiap umat islam di seluruh dunia menyambutnya dengan gembira. Tak terkecuali bagi calon ibu. Sebagai umat islam, tentu ingin menunaikan ibadah yang menjadi Rukun Islam ini. Akan tetapi hingga kini, boleh tidaknya ibu hamil dan menyusui berpuasa masih sering diperdebatkan orang. Ada yang mengaitkannya dengan kondisi ibu yang lemah, maupun asupan kalori bagi janin di dalam kandungan, yang bisa berdampak pada kesehatan ibu dan janinnya dikemudian hari.
Ternyata, semua ketakutan itu tidak beralasan sama sekali. Bahkan dokter kandungan tidak melarang wanita hamil untuk berpuasa selama sang ibu tidak mengalami gangguan pada kehamilannya. Selama ibu hamil mampu berpuasa, itu tidak menjadi masalah baginya. Biasanya orang yang masih hamil muda atau dalam trimester pertama masih mengalami muntah dan badannya lemah. Dan banyak yang tidak kuat berpuasa. Namun dalam trimester berikutnya ketika ibu sudah lebih kuat, tidak masalah bila berpuasa. Sebab, berpuasa itu sebenarnya hanya menggeser waktu makan saja.
Di anjurkan agar wanita hamil yang berpuasa untuk makan sahur dengan gizi yang baik dan seimbang. Bahkan bila perlu makan malam hari sebelum tidur, termasuk banyak minum air atau cairan. Hindari kegiatan fisik yang tidak perlu karena biasanya ibu hamil yang berpuasa mudah kekurangan cairan dan juga hindari tempat-tempat panas agar tidak mengalami dehidrasi.
Pergeseran waktu makan tersebut tenyata tidak berdampak apapun tehadap pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan. Setidaknya hingga kini belum ada hasil penelitian yang menguatkan ketakutan akan hal itu. Akan tetapi di anjurkan agar ibu yang kondisi fisiknya lemah, misalnya tengah hamil muda atau berbadan kurus sebaiknya jangan berpuasa dulu. Lebih baik konsultasikan lebih dahulu pada dokter untuk melihat kondisi ibu dan bayinya untuk mengetahui boleh tidaknya berpuasa. Karena dalam agama juga memberikan keringanan kepada ibu hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa demi kesehatan ibu ataupun bayinya. Akan tetapi mereka tetap di wajibkan mengqodho’/membayar dengan berpuasa di lain hari atau juga dapat di ganti dengan membayar fidyah.
Nasihat serupa juga berlaku bagi ibu yang tengah menyusui. Hanya saja, bagi ibu yang tengah memberikan ASI eksklusif pada bayinya sebaiknya jangan berpuasa dulu, kecuali bila sang bayi sudah mendapatkan makanan tambahan. Kalau tetap ingin berpuasa dan ASI-nya berkurang, sebaiknya keesokan harinya jangan berpuasa. Jika ibu sampai kekurangan gizi, maka produksi ASI-nya akan terganggu. Ibu hamil atau menyusui jangan sampai dehidrasi, karena tubuh tidak bisa menyimpan cairan seperti halnya menyimpan cadangan makanan. (sumber: majalah Ayah Bunda)
( a little gift for Zia_Info from Taman_Surga)

Design by infinityskins.blogspot.com 2007-2008