Jumat, 29 Agustus 2008

HADIS-HADIS BERMASALAH SEPUTAR RAMADHAN

HADIS-HADIS BERMASALAH SEPUTAR RAMADHAN

By: Taman_Surga

Alhamdulillah, bulan Ramadhan kembali tiba, dan alangkah beruntungnya kita semua dapat kembali bertemu dengan bulan yang penuh ampunan dan barokah ini. Ketika bulan ramadhan tiba, biasanya ramai orang-orang berlomba-lomba untuk memperbanyak ibadah dengan tujuan agar mendapat pahala yang berlipat ganda. Orang yang tadinya tak pernah sholat, mendadak ketika Ramadhan tiba, menjadi orang yang paling rajin sholat berjamaah di masjid dan berada di shaf paling depan. Karena ketika bulan Ramadhan, katanya pahala kita di lipat gandakan dan setiap yang kita lakukan akan di hitung ibadah.
Ketika bulan Ramadhan tiba, ramai pula masjid di isi dengan kegiatan pengajian. Para ustadz dan ustadzah dengan penuh semangat menyampaikan hadis-hadis yang berisi tentang keutamaan bulan ramadhan. Entah hadis yang mereka sampaikan itu hadis shahih atau bukan, yang jelas mereka berusaha untuk menggelorakan semangat masyarakat agar memperbanyak ibadah di bulan ramadhan. Karena itu, tak heran, hadis-hadis tentang keutamaan ramadhan begitu populer di masyarakat (hadis masyhur). Padahal tidak semua hadis-hadis tentang fadhilah (keutamaan) Ramadhan yang banyak di sampaikan para penceramah itu dapat di pertanggung jawabkan secara ilmiyah. Meskipun di antara hadis-hadis itu ada yang shahih, tetapi juga tidak sedikit yang dha’if (lemah), bahkan parah sekali kedha’ifannya, bahkan juga ada yang tergolong maudhu’ (hadis palsu). Padahal, dalam disiplin ilmu hadis, hadis yang parah kelemahannya, seperti hadis maudhu’, hadis matruk, dan hadis munkar tidak dapat di jadikan sebagai dalil apapun walaupun untuk dalil amal-amal kebajikan (fadha’ilul a’mal). Sebab, salah satu syarat dapat digunakannya hadis-hadis dha’if untuk dalil fadha’ilul a’mal adalah kedha’ifan hadis tersebut tidak parah.

Berikut di antara beberapa hadis-hadis populer di masyarakat tentang keutamaan bulan ramadhan yang bermasalah menurut para ulama’ ahli hadis:
1. Hadis tentang Ramadhan di Awali Rahmat
Hadis ini paling sering di sampaikan penceramah pada setiap bulan ramadhan, teks selengkapnya adalah sebagai berikut:
اول شهر رمضان رحمة واوسطه مغفرة واخره عتق من النار
“Permulaan bulan Ramadhan itu rahmat, pertengahannya maghfirah, dan penghabisannya merupakan pembebasan dari api neraka.”

 Rawi Dan Sanad Hadis
Hadis ini di riwayatkan oleh Al-Uqaili dalam kitab Al-Dhu’afa, Ibnu ‘Adiy, Al-Khatib Al-Baghdadi dalam kitab Tarikh Baghdad, Al-Dailami dan Ibnu ‘Asakir. Sementara sanadnya adalah:
Sallam Bin Sawwar, dari Maslamah Bin Al-Shalt, dari Al-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi saw.
 Kualitas Hadis
Menurut Imam Al-Suyuti, hadis ini nilainya dha’if (lemah), dan menurut ahli masa kini, seikh Muhammad Nashir Al-Din Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini Munkar. Pernyataan Al-Albani ini tidak berlawanan dengan pernyataan Al-Suyuti, karena hadis munkar adalah bagian dari hadis dha’if. Hadis munkar adalah hadis dimana dalam sanadnya terdapat rawi yang pernah melakukan kesalahan yang parah, pelupa, atau ia seorang yang jelas melakukan maksiat (fasiq). Hadis munkar termasuk kategori hadis yang sangat lemah dan tidak dapat dipakai sebagai dalil apapun. Sebagai hadis dha’if (lemah) ia menempati urutan ketiga sesudah hadis matruk (semi palsu) dan maudhu’ (palsu).
Sumber kelemahan hadis ini adalah dua orang rawi yang bernama Sallam Bin Sawwar dan Maslamah Bin Al-Shalt. Menurut kritikus hadis Ibn ‘Adiy (w.365 H.), sallam bin sawwar adalah munkar al-hadits (hadisnya munkar). Sementara kritikus hadis imam ibn hibban (w.354 H) mengatakan bahwa sallam bin sulaiman tidak boleh dijadikan hujjah (pegangan), kecuali apabila ada rawi lain yang meriwayatkan hadisnya.
Sedangkan Maslamah Bin Al-Shalt menurut Abu Hatim adalah matruk. Secara etimologis, matruk berarti ditinggalkan. Sedangkan menurut terminologi ilmu hadis, hadis matruk adalah hadis dimana sanadnya terdapat rawi yang di tuduh sebagai pendusta. Dan hadis matruk adalah adik hadis maudhu’, karena dalam hadis matruk rawinya di tuduh sebagai pendusta ketika meriwayatkan hadis, karena perilaku sehari-harinya dusta. Sementara dalam hadis maudhu’ rawinya adalah pendusta. Hadis maudhu’(palsu) dan hadis matruk (semi palsu) adalah sama-sama lahir dari rawi pendusta.
Jadi hadis ini dapat di sebut hadis munkar karena faktor rawi yang bernama Sallam Bin Sawwar dan dapat juga di sebut hadis matruk karena faktor rawi yang bernama Maslamah Bin Al-Shalt. Dan tentu saja, matruk lebih buruk dari pada munkar. Oleh sebab itu, hadis ini tidak dapat di jadikan dalil untuk masalah apapun, dan tidak layak pula di sebut-sebut dalam ceramah atau pengajian bulan ramadhan. Apalagi para ulama’ hadis mengatakan bahwa meriwayatkan hadis dha’if itu tidak di benarkan kecuali disertai penjelasan tentang kedha’ifan hadis tersebut.

2. Hadis Tentang Ramadhan Setahun Penuh
Teks hadis tersebut berbunyi:
عن ابن عباس رضي الله عنهما انه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: لو تعلم امتي مافي رمضان لتمنو ٲن تكون السنة كلها رمضان
“ Dari Ibnu Abbas ra dia berkata: “ saya pernah mendengar Rasulullah saw. Bersabda, “ seandainya ummatku mengetahui pahala ibadah bulan ramadhan, niscaya mereka menginginkan supaya satu tahun penuh menjadi bulan ramadhan semua.”
Hadis dengan teks seperti ini antara lain terdapat dalam kitab Durrah Al-Nashihin, sebuah kitab berisi petuah-petuah untuk beribadah, namun di tuding oleh banyak orang khususnya oleh para ahli hadis sebagai kitab yang banyak berisi hadis-hadis palsu dan kisah-kisah imajinasi (isra’iliyaat). Lewat kitab ini pula nampaknya hadis tersebut di atas populer di masyarakat, karena kitab durroh al-nashihin ini banyak di ajarkan di pesantren tradisional dan majelis ta’lim.
 Tanda-Tanda Palsu
Melihat teks panjang(lengkap) hadis tersebut, dapat di katakan bahwa hadis di atas adalah palsu, betapa tidak, seorang yang berpuasa satu hari saja dalam bulan ramadhan akan mendapat ganjaran yang begitu besar,bandingkan dengan hadis shahih yang diriwayatkan oleh imam al-bukhari:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَامٍ قَالَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Dari abu hurairah ra. Rasulullah saw bersabda: ” Barang siapa yang berpuasa bulan Ramadhan karena beriman kepada Allah dan mengharapkan pahala, maka dosa-dosanya (yang kecil) pada masa lalu akan di ampuni.” (HR.Bukhori)
Dalam hadis shahih Bukhori ini, pahala yang dijanjikan kepada orang yang berpuasa selama bulan ramadhan dengan motivasi iman dan ihtisab, hanyalah akan di ampuni dosa-dosanya yang kecil-kecil (shaghair), karena dosa-dosa besar (kabair) tidak dapat diampuni kecuali melalui taubat.
Setelah di teliti dan di takhrij, maka hadis Ramadhan setahun penuh seperti di atas itu ternyata dinyatakan positif sebagai hadis palsu. Kepalsuan itu di karenakan dalam setiap sanadnya terdapat rawi yang bernama Jarir Bin Ayyub Al-Bajali.
Jarir Bin Ayyub Al-Bajali ini dinilai oleh para kritikus hadis sebagai pemalsu hadis, matruk dan munkar. Karenanya, hadis-hadis yang ia riwayatkan disebut hadis palsu, atau minimal matruk dan munkar. Matruk adalah hadis dimana di dalam sanadnya terdapat rawi yang ketika meriwayatkan hadis dituduh sebagai pendusta (muttaham bil kadzib), karena perilaku sehari-harinya dusta. Sedangkan munkar adalah hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang banyak melakukan maksiat atau sangat buruk kualitas hafalannya. Tiga hadis ini, yaitu maudhu’, matruk, dan munkar adalah kualifikasi hadis yang sangat parah kedha’ifannya (dha’if syadid) dan tidak dapat dijadikan hujjah (dalil) untuk amalan apapun, walau untuk fadha’ilul a’mal.


3. Hadis Tidurnya Orang Berpuasa Itu Ibadah
Tentang hadis yang satu ini, saya memiliki kenangan tersendiri. Ketika di pesantren dulu, Setiap bulan ramadhan, entah kenapa jam tidur kami para santri mendadak bertambah. Apabila biasanya setiap habis sholat subuh kami mengaji Alqur’an atau belajar, ketika bulan ramadhan, kami malah berlomba-lomba kembali tidur begitu selesai sholat subuh. Dan itu kami lakukan karena kami pernah mendengar bahwa tidurnya orang yang berpuasa itu ibadah. Sungguh menyenangkan bukan, tidur, dapat pahala pula.akhirnya tanpa rasa berdosa kami memperbanyak tidur di bulan puasa. Dan itu masih tetap saya lakukan sampai saya menjadi mahasiswa. Sampai suatu ketika, di semester 3, kami mendapat mata kuliah hadis dan di dalamnya di pelajari takhrij hadis, itu termasuk mata kuliah wajib. Jadi meskipun kami Fakultas Tarbiyah, kami juga mendapat mata kuliah hadis dan ilmu hadis.
Suatu hari, karena mendapat mata kuliah hadis dan ilmu hadis, maka saya memutuskan untuk membeli buku-buku ilmu hadis, termasuk buku Hadis-Hadis Bermasalah karangan dosen kami Prof.KH.Ali Mustafa Yaqub, MA. (guru besar ilmu hadis Institut Ilmu Alqur’an (IIQ) Jakarta) sebagai buku pegangan. Dan ternyata dalam buku tersebut di sebutkan bahwa hadis tentang tidurnya orang berpuasa adalah kualitasnya dha’if (lemah). Mengetahui hal ini, saya jadi tertawa sendiri, mengingat betapa selama ini saya telah menghabiskan begitu banyak waktu saya yang berharga dengan sia-sia karena memperbanyak tidur saat bulan ramadhan, yang seharusnya di isi dengan memperbanyak amal yang bermanfaat. Karena itu saya merasa tertuntut untuk meluruskan pandangan salah tentang tidurnya orang yang berpuasa ini dengan menghadirkan tulisan ini agar dibaca oleh anda sekalian.
 Tidak Populer
Hadis tentang tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah itu merupakan hadis populer karena banyak orang yang mengetahuinya. Namun ternyata hadis tersebut tidak tercantum dalam kitab-kitab hadis popular. Hadis tersebut di riwayatkan oleh imam al-baihaqi dalam kitabnya syu’ab al-iman, kemudian dinukil oleh imam al-suyuti dalam kitabnya al-jami al-shaghir.
Teks lengkap hadis tersebut adalah:

نوم الصائم عبادة وصمته تسبيح وعمله مضاعف ودعاؤه مستجاب وذنبه مغفور
“ Tidurnya orang yang berpuasa itu ibadah, diamnya adalah tasbih, amalnya dilipatgandakan (pahalanya), doanya dikabulkan, dan dosanya diampuni.”
 Hadis palsu
Menurut imam Al-Suyuti, kualitas hadis ini adalah dha’if (lemah). Bagi orang yang kurang mengetahui ilmu hadis, pernyataan imam Al-Suyuti ini dapat menimbulkan salah paham, sebab hadis dha’if itu secara umum masih dapat di pertimbangkan untuk di amalkan. Sedangkan hadis palsu (maudhu), semi palsu (matruk), dan atau munkar tidak dapat dijadikan dalil untuk untuk beramal sama sekali, walau untuk mendorong amal-amal kebaikan (fadha’ilul a’mal).
Akan tetapi, kesalahpahaman itu akan segera hilang manakala diketahui bahwa hadis palsu dan sejenisnya itu merupakan bagian dari hadis dha’if. Karenanya, suatu saat, hadis palsu juga dapat disebut hadis dha’if. Karena pernyataannya, imam Al-Suyuti mendapat kritik dari para ulama’ karena dianggap tasahul (mempermudah) dalam menetapkan kualitas hadis. Salah satunya adalah dari imam Muhammad Abd. Ra’uf Al-Minawi dalam kitabnya Faidh Al-Qadir yang merupakan syarah (penjelasan) atas kitab Al-Jami’ Al-Shaghir.
Al-Minawi menyatakan bahwa pernyataan Al-Suyuti itu memberikan kesan bahwa imam Al-Baihaqi menilai hadis tersebut dha’if, padahal masalahnya tidak demikian. Imam Al-Baihaqi telah memberikan komentar atas hadis di atas, tetapi komentar imam Al-Baihaqi itu tidak dinukil oleh imam Al-Suyuti. Imam Al-Baihaqi ketika menyebutkan hadis tersebut, beliau memberikan komentar atas beberapa rawi yang terdapat dalam sanadnya.
Menurut imam Al-Baihaqi, di dalam sanad hadis itu terdapat nama-nama seperti Ma’ruf Bin Hisan, seorang rawi yang dha’if, dan Sulaiman Bin ‘Amr Al-Nakha’i, seorang rawi yang lebih dha’if daripada ma’ruf. Bahkan menurut kritikus hadis Al-Iraqi, Sulaiman adalah seorang pendusta.
Al-Minawi sendiri kemudian menyebut menyebut beberapa nama rawi yang terdapat dalam sanad hadis di atas, yaitu Abd Al-Malik Bin Umair, seorang yang sangat dha’if. Namun rawi yang paling parah kedha’ifannya adalah Sulaiman Bin Amr Al-Nakha’i tadi yang dinilai oleh para ulama kritikus hadis sebagai seorang pendusta dan pemalsu hadis. Imam Ahmad Bin Hanbal juga menyatakan bahwa Sulaiman Bin Amr Al-Nakha’i adalah pemalsu hadis.
Keterangan para ulama’ ini cukup untuk menetapkan bahwa hadis di atas itu palsu.
 Beraktifitas Malam Hari
Ternyata, hadis di atas itu telah memberikan dampak yang buruk bagi perilaku masyarakat islam, khususnya di Indonesia. Banyak orang yang berpuasa tidak mau bekerja pada siang hari. Mereka memilih tidur-tidur saja dengan alasan hadis di atas yang menyatakan bahwa tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah.
Memang benar, orang yang berpuasa itu meskipun tidur, ia tetap akan mendapatkan pahala. Tetapi pahala itu di perolehnya lantaran puasanya itu, bukan lantaran tidurnya. Memang, tidur pada siang hari itu akan mendapatkan pahala, apabila hal itu dilakukan agar dapat beraktifitas pada malam hari. Tetapi hal ini tidak ada kaitannya dengan ibadah puasa.
Dan setelah di ketahui bahwa hadis itu palsu, maka mudah-mudahan ia tidak akan beredar dan disebut-lagi di masyarakat, khususnya oleh para da’i dan muballigh. Dan pada gilirannya nanti mereka yang berpuasa akan tetap beraktifitas seperti biasa, tidak berlomba-lomba tidur pada siang hari.
Dan masih banyak lagi hadis hadis bermasalah seputar Ramadhan yang ternyata cukup populer di tengah-tengah masyarakat, diantaranya hadis tentang ramadhan tergantung zakat fitrah, bergembira dengan datangnya ramadhan, dan juga hadis tentang lima perbuatan yang membatalkan puasa, yang ternyata hadis-hadis tersebut statusnya adalah hadis palsu. Namun karena keterbatasan waktu, maka saya belum bisa menyajikannya dalam tulisan ini. Insyaallah di lain waktu saya akan menyampaikan hadis-hadis bermasalah yang lain yang cukup populer di masyarakat namun statusnya dha’if, bahkan bukan termasuk hadis. (Jakarta, 26 Agustus 2008)

Maroji/rujukan: Hadis-Hadis Bermasalah karangan Prof.KH.Ali Mustafa Yaqub.Dosen kami, Guru Besar Ilmu Hadis Institut Ilmu Alqur’an (IIQ) Jakarta.
(http://eljannahraheem.blogspot.com)

0 komentar:

Design by infinityskins.blogspot.com 2007-2008