Senin, 27 Oktober 2008

MENDIDIK DENGAN CINTA…: Membentuk Generasi Rabbani Sejak Usia Dini

MENDIDIK DENGAN CINTA…: Membentuk Generasi Rabbani Sejak Usia Dini

By: RAUDHAH EL JANNAH RAHEEM, S.Pd.I

v Kapan pendidikan anak seharusnya dimulai?

Walaupun secara riil, pendidikan itu berlangsung dari lahir, namun konsep pendidikan anak dalam islam mengajarkan bahwa mempersiapkan anak yang sholih telah dimulai jauh sebelum terjadinya kelahiran anak yakni telah dimulai sejak pemilihan jodoh (pra konsepsi), ketika seorang pemuda memilih seorang calon istri dan calon ibu yang sholihah untuk anak-anaknya kelak. Rasulullah saw bersabda:

عن ابي هريرة رضي الله عنه قا ل: قا ل رسول ا لله صلي الله عليه و سلم:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

)رواه البخارى(

“Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw bersabda: Orang perempuan itu dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena keturunannya, karena keelokan wajahnya, dan karena agamanya. Utamakanlah wanita yang memiliki pengetahuan agama yang baik, niscaya kamu menjadi orang yang beruntung.”(HR. Bukhori)

Kebanyakan para orang tua, khususnya masyarakat bawean, menganggap bahwa seorang anak kecil belum mengerti apa-apa, belum mengerti akan arti perintah dan larangan sehingga belum saatnya memperoleh pendidikan. Ini merupakan pandangan yang keliru. Sesungguhnya, proses pendidikan yang berkelanjutan telah dimulai sejak anak awal tahun kehidupan seorang anak dan berlangsung hingga akhir hayat (long life education). Bahkan pendidikan kepada anak telah dapat dimulai sejak anak berada dalam kandungan ibunya. Karena ilmu pengetahuan modern membuktikan bahwa sejak masih berada dalam kandungan seorang anak telah dapat mendengar suara yang berasal dari luar dan merekam dengan baik apa yang di dengarnya itu, bahkan ia dapat mendengar suara pintu yang ditutup dengan keras. Penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan dibarat telah membuktikan bahwa, seorang anak yang sejak masih dalam kandungan selalu diperdengarkan musik-musik klasik seperti karya Bethoven dan Mozart itu cenderung lebih cerdas dibandingkan dengan anak-anak yang sejak dalam kandungan tidak di perdengarkan musik-musik klasik, ini membuat para ahli berkesimpulan bahwa musik klasik dapat merangsang perkembangan system syaraf otak janin. Bayangkan bila sebagai seorang muslim, dan sebagai calon ayah dan ibu yang sholih kita selalu mengaji al-quran dan memperdengarkan lantunan ayat-ayat al-quran kepada anak kita sejak masih dalam kandungan? Tentu mereka akan menjadi anak yang sholih dan sholihah yang mempunyai kepribadian sesuai dengan pribadi muslim sejati. Bagaimana kalau sekarang anda mencobanya pada calon buah hati anda??

v Bagaimana mendidik anak sejak dalam kandungan??

Sebagaimana telah saya sebutkan di atas bahwa mendidik anak secara islami telah dapat dimulai sejak anak berada dalam kandungan ibunya. Mungkin kita semua bertanya, bagaimana cara mendidiknya?? Tentu kita tidak dapat mendidiknya secara langsung, tetapi kita dapat melakukan hal-hal berikut ini:

ü Berdoa untuk anak kita

Dalam mendidik anak, manusia tidak cukup hanya dengan mengandalkan kekuatan akal dan jasmaninya. Bimbingan ilahiah sangatlah diperlukan. Karena itu untaian doa kepada dzat yang maha pencipta hendaklah selalu teriring dalam mendidik anak kita. Mohonlah kepada Allah sang Maha pengasih agar di karunia anak yang sholih dan sholihah yang akan menjadi mujahid-mujahid dan jundi-jundi Allah dalam menegakkan syari’at islam di muka bumi ini. Karena sebagaimana sabda rasulullah, bahwa di zaman yang semakin mendekati akhir ini, menggenggam agama Allah bagaikan menggenggam bara, maksudnya, dalam menegakkan syari’at dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sekarang ini sangat berat godaannya, apalagi dengan masyarakat seperti sekarang ini, menjaga iffah dan izzah dalam beragama kita seperti dianggap orang aneh oleh masyarakat.

ü Selalu memperdengarkan lantunan ayat-ayat suci al-quran

Alangkah baiknya kita sebagai seorang calon ayah dan ibu selalu membaca al-quran di setiap kesempatan, ataupun bila kita memiliki sedikit waktu luang, sempatkanlah membaca al-quran setiap kali selesai sholat fardlu atau sholat sunnah, sedang di sela-selanya kita dapat memperdengarkan bacaan al-quran murottal melalui kaset, CD, Ipod, ataupun media lainnya. Sekarang ini banyak tersedia kaset-kaset murottal di toko-toko kaset ataupun toko buku dan banyak tersedia media yang memudahkan mendengarkan lagu atau ayat al-quran sambil beraktivitas baik melalui MP3, MP4, Ipod atau media lainnya.

ü Mendengarkan lagu-lagu nasyid atau musik klasik

Selain memperdengarkan ayat suci al-quran, tidak ada salahnya sekali-kali anda memperdengarkan lagu-lagu nasyid ataupun musik klasik kepada calon buah hati anda, dari pada anda memperdengarkan lagu-lagu cinta yang sifatnya hanya memuja cinta sebatas pada struktur nafsani semata, tanpa unsur ilahiah. Apalagi lagu-lagu cinta saat ini semakin tak karuan syairnya. Lelaki buaya darat lah, makhluk Tuhan paling seksi lah, jadikan yang kedua lah, lelaki cadangan dan segala syair lagu memiriskan lainnya.

ü Ajak calon buah hati berkomunikasi

Mungkin agak sedikit aneh kedengarannya, tapi sebagaimana yang telah saya sebutkan diatas, janin didalam kandungan telah terbentuk dan berfungsi dengan baik pendengarannya sejak memasuki usia bulan ke empat, sehingga dia dapat mendengar dengan baik detak jantung ibunya ataupun suara-suara yang berasal dari luar, seperti suara pintu yang ditutup dengan keras. Anda dapat mengajak calon buah hati berkomunikasi, dengan menceritakan pengalaman anda hari ini, atau menceritakan perasaan anda saat ini. Juga dapat dengan membacakan buku-buku cerita, yah, memang kita jadi seperti berbicara sendiri, tapi yakinlah bahwa buah hati anda mendengarnya. Memang, dia tidak dapat memberi respon secara langsung, tapi segala yang didengarnya akan tersimpan dengan baik di memori otaknya. Dan akan lebih mudah baginya memunculkan memori itu ketika suatu hari nanti dia mengalami atau mendengar hal yang sama.

v Kewajiban siapakah mendidik anak itu?

Anak adalah amanah Allah untuk kedua orang tua, karena itu, mendidik anak adalah kewajiban bagi kedua orang tua. Pendidikan anak menjadi tanggung jawab bersama antara sang ayah dengan sang ibu. Akan tetapi karena kesibukan seorang ayah sebagai tulang punggung keluarga dan kewajibannya memberi nafkah keluarga, menyebabkan kesempatan ayah untuk bersama dan berkumpul dengan keluarga terutama dengan buah hatinya menjadi berkurang. Sehingga anak lebih banyak menghabiskan waktu bersama sang ibu. Akan tetapi ini tidak menyebabkan kewajiban ayah dalam mendidik anak menjadi hilang, ayah tetap memiliki kewajiban yang sama dengan ibu dalam mendidik dan membesarkan putera-puterinya dengan bekal pendidikan agama yang kokoh sejak usia dini agar anak memiliki jiwa keagamaan yang kokoh yang tidak mudah terkikis oleh pengaruh yang datang dari luar ketika anak hidup di tengah-tengah anggota masyarakat. Allah swt berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُون ( التحر يم :٦ )

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang di perintahkan–Nya kepada meraka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Al-Tahrim/66: 6).

v Bagaimana seharusnya mendidik anak kita??

Sebagai orang tua, kita memiliki tanggung jawab mendidik anak-anak kita agar menjadi anak-anak yang sholih-sholihah, berguna bagi nusa dan bangsa dan agama. Tentu semua orang tua mengharapkan memiliki anak yang sholih dan sholihah, berguna bagi nusa, bangsa dan juga agama. Akan tetapi, sedikit sekali orang tua yang mengerti apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara mewujudkan harapannya itu? Ada beberapa hal yang harus di perhatikan oleh kedua orang tua, baik ayah maupun ibu dalam mendidik putera-puterinya:

Ø 1. Harus seiring sejalan (kompak) dalam mendidik anak.

Demi keberhasilan dalam mendidik anak dan menanamkan kepribadian positif dalam diri anak, kedua orang tua harus kompak dan seiring sejalan seiya sekata dalam mendidik anak. Kekompakan yang dimaksud disini adalah, bahwa dalam menetapkan sesuatu terhadap anak, semacam peraturan, memberi perintah atau larangan kedua orang tua harus sepakat dan saling mendukung. Sehingga tidak menimbulkan sikap ambigu pada diri anak. Seringkali kita dapati kedua orang tua saling bertolak belakang dalam mendidik anak. Contohnya adalah dalam hal mengajarkan kedisiplinan pada anak. Ketika ayah berusaha menerapkan disiplin anak dalam hal sholat lima waktu dan belajar setelah sholat isya’ misalnya, ibu harus sepenuhnya mendukung usaha ayah, jangan sampai ketika ayah menyuruh anaknya yang sedang bermain untuk sholat dhuhur, ibu membela anak dan mengatakan “ biarkan saja dulu yah, mungkin adik masih capek”. Ini dapat menimbulkan sikap ambiguitas dan membuat anak mencari perlindungan ke ibu ketika dia sedang malas belajar atau sholat serta membuat anak tidak menghargai (meremehkan) perintah/ kata-kata ayahnya atau sebaliknya, bila ayah yang selalu membela tindakan salah anak, anak akan berlindung meminta dukungan sang ayah dan meremehkan perintah sang bunda.

Ø 2. Menanamkan kebiasaan baik pada anak

Anak-anak di bentuk dengan kebiasaan. kebiasaan apapun yang kita terapkan pada anak kita, akan menjadi suatu kepribadian dalam diri anak yang terbentuk tanpa kita sadari. Dan menghilangkan kebiasaan bukanlah hal yang mudah. Karena itu akan menjadi perilaku bawah sadar yang akan mendorong perbuatan tersebut dilakukan dengan sendirinya. Karena itu, alangkah baiknya jika sebagai orang tua, sedini mungkin kita menerapkan kebiasaan-kebiasaan positif pada anak kita. Seperti sholat di awal waktu, menyikat gigi sebelum tidur, berdoa sebelum dan sesudah makan, dan kebiasaan baik lainnya. Karena kebiasaan baik itu akan dengan sendirinya menjadi perilaku yang menetap dalam diri mereka dan menjadi perilaku bawah sadar yang membuat mereka selalu terdorong untuk melakukannya walau tanpa perintah. Sebagaimana ungkapan yang mengatakan, “ pada mulanya, kita yang membentuk kebiasaan, setelah itu, kebiasaanlah yang akan membentuk kita.” (to be continued)



0 komentar:

Design by infinityskins.blogspot.com 2007-2008